Zen Vessalius adalah nama yang pernah menggema di seluruh penjuru dunia, seorang pahlawan legendaris yang menyelamatkan umat manusia dari kehancuran total. Namun, waktu telah berubah. Era manusia telah berakhir, dan peradaban kini dikuasai oleh makhluk-makhluk artifisial yang tak mengenal masa lalu.
Zen, satu-satunya manusia yang tersisa, kini disebut sebagai NULL—istilah penghinaan untuk sesuatu yang dianggap tidak relevan. Dia hanyalah bayangan dari kejayaan yang telah hilang, berjalan di dunia yang melupakan pengorbanannya.
Namun, ketika ancaman baru muncul, jauh lebih besar dari apa yang pernah dia hadapi sebelumnya, Zen harus kembali bangkit. Dengan tubuh yang menua dan semangat yang rapuh, Zen mencari makna dalam keberadaannya. Mampukah ia mengingatkan dunia akan pentingnya kemanusiaan? Atau akankah ia terjatuh, menjadi simbol dari masa lalu yang tak lagi diinginkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Vessalius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 PERTEMPURAN
Peperangan semakin memanas, suara dentingan senjata dan raungan sihir memenuhi udara. Pasukan Ras Beast menyerang dengan brutal, kekuatan fisik mereka yang luar biasa membuat barisan prajurit Lumoria kewalahan. Di sisi lain, Ras Firlinione dengan teknologi perang canggihnya, meluncurkan senjata energi yang memporak-porandakan pertahanan Lumoria.
Zen berada di tengah kekacauan, pedangnya menyala dengan energi magis yang memancar dari inti kekuatannya. Setiap ayunan pedangnya melumpuhkan musuh di sekitarnya, tapi ia tahu pertarungan ini tidak akan mudah. Adrenalinnya mengalir deras, membawa kembali kenangan akan pertempuran masa lalu yang membakar semangat tempurnya. "Aku harus bertahan," pikirnya. "Untuk Lumoria, untuk semua yang percaya padaku."
Di sisi lain, Rokan menerobos barisan depan Lumoria dengan cakar raksasanya. Setiap ayunan cakar itu menghancurkan pertahanan prajurit dengan mudah, menunjukkan kekuatan destruktifnya. Mata Rokan berbinar penuh amarah saat ia berteriak. "Di mana kau, Zen? Datanglah kepadaku, dan biarkan aku menghancurkanmu dengan tanganku sendiri!"
Aelaris, yang bertarung tidak jauh dari Rokan, mengamati pemimpin Ras Beast itu dengan rasa waspada. Ada sesuatu yang aneh pada Rokan; kemarahan yang membara itu tampak lebih dari sekadar ambisi perang. Aura gelap di sekelilingnya membuat Aelaris bertanya-tanya, "Apakah ini benar-benar Rokan, atau ada sesuatu yang mengendalikan dirinya?"
Zen, yang berada di jantung pertempuran, mendengar raungan Rokan. Ia mengarahkan pandangannya ke sosok besar itu, yang berdiri seperti gunung di medan perang. "Dia adalah kunci dari semuanya," gumam Zen. "Jika aku bisa menghentikannya, ada peluang untuk mengakhiri ini."
Eryon berlari ke arah Zen dengan wajah tegang. "Zen! Aku merasakan sesuatu yang tidak biasa dari Rokan. Energi di sekelilingnya terasa... jahat."
Zen mengangguk. "Aku juga merasakannya. Tapi aku harus menghadapi dia, apa pun yang terjadi."
Eryon menggenggam stafnya erat. "Kalau begitu, aku akan membantumu dari sini. Hati-hati, Zen."
Zen bergerak maju, mendekati Rokan yang menunggu dengan tawa mengejek. "Akhirnya, manusia kecil itu menunjukkan dirinya," kata Rokan, mengangkat cakar raksasanya. "Mari kita akhiri ini!"
Zen mengangkat pedangnya, energinya menyala semakin terang. "Jika kau pikir aku akan membiarkanmu menghancurkan semuanya, kau salah besar!" Dengan teriakan perang, Zen melompat ke arah Rokan, benturan pertama mereka menciptakan gelombang energi yang memaksa semua orang di sekitar mundur.
Pertarungan mereka berlangsung sengit, dengan setiap serangan menghasilkan dentuman yang mengguncang medan perang. Zen menggunakan kecepatan dan kelincahannya untuk mengimbangi kekuatan brutal Rokan. Tapi Rokan, didorong oleh amarah yang tidak terkendali, terus menyerang tanpa henti.
Di sela-sela serangan, Zen mulai memperhatikan sesuatu. "Dia tidak hanya marah. Ada sesuatu... sesuatu yang memanipulasi dia," pikirnya, sambil menghindari cakar besar yang hampir menghantamnya.
Rokan mengaum. "Kau tidak akan menang, Zen! Dunia ini milikku untuk dihancurkan!"
Zen menatap Rokan dengan tajam. "Bukan hanya dunia ini, kan? Kau tidak hanya menginginkan kehancuran, kau terjebak dalam sesuatu yang lebih besar." Kata-katanya membuat Rokan berhenti sejenak, tapi hanya sesaat sebelum ia kembali menyerang dengan lebih ganas.
Sementara itu, Selvina memimpin pasukan di garis belakang, memastikan prajurit Lumoria tetap fokus dan tak tergoyahkan. Ia memandang ke arah Zen dari kejauhan, hatinya berdebar cemas. "Kau harus menang, Zen. Semua bergantung padamu," bisiknya.
Peperangan belum mencapai klimaksnya, tapi harapan tetap hidup di hati pasukan Lumoria. Zen dan Rokan adalah pusat dari segalanya, dan hasil dari duel mereka akan menentukan nasib kedua belah pihak.
Pertarungan semakin tak terkendali. Rokan menyerang tanpa pandang bulu, mencabik siapa saja yang ada di sekitarnya—baik itu musuh maupun sekutunya sendiri. Amarahnya tampak tidak manusiawi, seperti dirasuki oleh sesuatu yang lebih gelap dan liar.
Zen, yang terus menghindari serangan-serangan mematikan, mulai memperhatikan aura hitam yang berputar di sekitar Rokan. Aura itu tampak seperti bayangan hidup, menggerakkan Rokan dalam kemarahan yang tidak terkendali.
"Ini bukan hanya dia," gumam Zen, sambil menahan serangan cakar besar yang hampir merobek pelindungnya.
Di kejauhan, Eryon mengamati situasi dengan cermat. Ia mengangkat stafnya tinggi-tinggi, memusatkan energi magis ke dalam sihir pengikat yang dirapalkan dengan cepat. Akar-akar bercahaya muncul dari tanah, melilit tubuh Rokan dengan kekuatan luar biasa.
"Ayo, Zen! Ini saatnya!" teriak Eryon.
Zen melompat ke depan, mencoba mendekati Rokan untuk memberikan serangan penentu. Namun, tiba-tiba, aura hitam di sekitar tubuh Rokan membesar, mematahkan akar-akar magis yang melilitnya dengan ledakan energi gelap.
Eryon terhuyung mundur, matanya melebar karena terkejut. "Apa-apaan ini? Sihirku tidak mampu menahannya!"
Rokan mengaum keras, suaranya seperti dua makhluk berbicara bersamaan. Matanya bersinar merah darah, penuh dengan kebencian. "Kalian tidak bisa menghentikan aku!" teriaknya, suaranya menggema ke seluruh medan perang.
Zen, yang baru saja menghindari serangan besar, mulai kelelahan. Perbedaan fisik antara dirinya dan Rokan terasa sangat jelas. Setiap serangan Rokan yang lolos dari pertahanannya meninggalkan luka-luka kecil di tubuhnya. Tapi meskipun tubuhnya lelah, tekad Zen tetap menyala.
"Eryon!" teriak Zen sambil berusaha mengatur napas. "Ini bukan hanya kekuatannya! Ada sesuatu yang mengendalikannya! Kita harus menemukan cara untuk menghancurkan itu!"
Eryon memusatkan kembali energinya, mempelajari aura gelap yang mengelilingi Rokan. "Aku akan mencoba! Tapi kau harus bertahan, Zen! Jangan biarkan dia menghabisimu!"
Rokan meluncur ke arah Zen dengan kekuatan penuh, cakar besar mengarah langsung ke tubuh Zen. Zen mencoba menghindar, tapi terlalu lambat—cakar itu menghantamnya dan membuatnya terlempar jauh ke tanah.
Selvina, yang mengamati dari garis belakang, merasakan gelombang ketakutan saat melihat tubuh Zen tergeletak. "Zen!" jeritnya, ingin berlari ke arahnya.
Namun, Zen perlahan bangkit, meskipun tubuhnya terluka. Ia menggenggam pedangnya dengan erat, matanya penuh dengan api semangat. "Ini belum selesai," katanya dengan suara penuh tekad. "Aku tidak akan membiarkan dia menghancurkan semua yang telah kami bangun."
Medan perang menjadi sunyi sejenak, seperti menunggu langkah selanjutnya. Zen, dengan luka-lukanya, berdiri menghadapi Rokan sekali lagi, sementara Eryon bersiap untuk menemukan kelemahan di balik aura gelap itu. Pertempuran belum selesai, tapi Zen tahu bahwa kemenangan hanya akan datang jika ia mampu menghadapi kegelapan yang menguasai Rokan.
Medan perang masih bergemuruh dengan dentingan pedang, teriakan prajurit, dan kekuatan magis yang menghancurkan tanah. Para prajurit Lumoria dan High Druid terus bertarung dengan gagah berani, meskipun kehilangan semakin terasa berat. Selvina berada di belakang garis pertempuran, mengatur tim medis untuk menyembuhkan mereka yang terluka. Ia bekerja tanpa lelah, menggunakan sihir penyembuhannya untuk menghidupkan kembali harapan para prajurit yang terluka parah.
Di garis depan, Zen dan Eryon berjuang mati-matian untuk menahan serangan ganas Rokan yang kini benar-benar kehilangan kendali. Setiap serangan Rokan semakin liar dan penuh kebencian, bahkan prajurit Ras Beast pun mulai takut mendekatinya.
Aelaris, pemimpin Firlinione, mengamati dari jauh. Matanya yang tajam menyadari sesuatu yang tidak wajar. Ia memperhatikan bahwa aura hitam yang mengelilingi Rokan semakin membesar, seperti sebuah kekuatan yang mengendalikan tubuhnya tanpa sadar. Aelaris mulai menggertakkan giginya, merasakan kekhawatiran yang mendalam.
"Ini bukan Rokan," gumam Aelaris pelan. Ia tahu bahwa melanjutkan pertempuran ini dalam kondisi seperti itu hanya akan membawa kehancuran, tidak hanya untuk musuh, tapi juga untuk pasukannya sendiri. "Tarik mundur pasukan kita dari sekitar Rokan!" perintahnya kepada para jenderalnya.
Pasukan Firlinione, yang sebelumnya berada di garis depan, mulai mundur secara terorganisir. Tindakan ini menciptakan kekosongan di sekitar Rokan, membuat pertempuran lebih terfokus pada prajurit Ras Beast yang masih bertarung dengan buas.
Zen memperhatikan pergerakan ini dengan saksama. Ia melihat Aelaris berdiri diam di kejauhan, tampak seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. "Ada yang tidak beres," pikir Zen. Kemudian, ia berbalik ke arah Eryon yang berada tak jauh darinya.
"Eryon!" teriak Zen, suaranya tegas meski lelah. "Kejar Aelaris! Dia tahu sesuatu tentang Rokan. Kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini."
Eryon, yang sedang menahan serangan prajurit Ras Beast, mengangguk. "Baik, aku akan mengejarnya!" katanya sambil mundur perlahan dari pertempuran. Ia memanggil beberapa prajurit High Druid untuk menemaninya sebagai pengawal.
Zen kembali fokus pada Rokan, mencoba menahan serangan brutalnya meskipun tubuhnya sudah mulai terasa berat. Ia tahu bahwa setiap detik yang diberikan Eryon untuk menemukan jawaban adalah kunci untuk menghentikan kekacauan ini.
Sementara itu, Eryon dan pasukan kecilnya mulai mengejar Aelaris dan pasukannya yang mundur. Mereka bergerak cepat melalui medan perang, menghindari serangan acak dari prajurit Ras Beast yang masih bertahan. Aelaris, yang merasa ada yang mengikuti, akhirnya berhenti dan memutar tubuhnya.
"Apa yang kalian inginkan?" tanya Aelaris, suaranya dingin namun penuh dengan rasa penasaran.
Eryon maju ke depan, menatap langsung ke mata Aelaris. "Katakan apa yang terjadi pada Rokan," katanya tegas. "Ada sesuatu yang tidak wajar dengannya, dan kau tahu itu. Kami tidak ingin menghancurkan dunia ini lebih dari yang sudah terjadi."
Aelaris terdiam sejenak, matanya menyipit. Ia terlihat seperti sedang bergumul dengan pikirannya sendiri. Lalu, ia menghela napas panjang. "Baiklah," katanya pelan. "Aku akan memberitahumu... tapi kau harus siap dengan kebenaran yang mungkin tidak ingin kau dengar."
Eryon hanya mengangguk, mendengarkan dengan cermat. Di kejauhan, pertempuran masih berlangsung, dan waktu semakin menipis untuk menemukan cara menghentikan kekacauan ini sebelum semuanya benar-benar hancur.
Di medan perang yang penuh dengan kekacauan, Zen mulai merasakan tubuhnya kian lelah. Setiap serangan yang diterima dari Rokan semakin kuat, dan meskipun ia berusaha menghadapinya dengan segala kekuatannya, rasa kelelahan mulai menguasai dirinya. Rokan yang kini dibayangi oleh entitas yang mengendalikan dirinya menjadi semakin tidak terkontrol, serangannya menjadi semakin liar dan membabi buta. Zen tahu, ia harus segera mengakhiri ini jika ingin menyelamatkan segalanya.
Saat itu, dari kejauhan, Selvina yang sedang membantu pasukan yang terluka, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia tahu Zen sedang terdesak. Dengan tekad yang bulat, Selvina berlari menuju medan pertempuran, melewati prajurit yang masih bertarung di sekitar, dan akhirnya sampai di sisi Zen.
"Zen!" serunya, mengangkat pedangnya. "Aku di sini!"
Zen yang hampir tumbang mendengar suara Selvina dan menoleh ke arahnya. Meskipun tubuhnya terasa sangat lelah, melihatnya memberi Zen kekuatan untuk bertahan. "Selvina, hati-hati! Rokan—"
"Aku tahu," jawab Selvina dengan tegas. "Aku akan membantumu. Kita selesaikan ini bersama."
Tanpa ragu, Selvina langsung menyatu dengan Zen dalam pertempuran melawan Rokan. Sihir penyembuhan dan pertahanan Selvina mulai bekerja secara paralel dengan serangan magis dari Zen. Bersama-sama, mereka mulai melawan amukan Rokan yang kian liar. Setiap serangan yang datang dari Rokan berhasil ditahan atau dihindari oleh kekuatan gabungan mereka.
Namun, meskipun mereka berdua semakin kuat dengan kekuatan yang saling melengkapi, Zen tahu ini bukan pertarungan yang bisa dimenangkan hanya dengan kekuatan fisik atau sihir. Entitas yang mengendalikan Rokan adalah ancaman yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.
"Eryon harus segera kembali!" pikir Zen dalam hati. Ia tahu bahwa waktu semakin habis dan jika mereka tidak menemukan cara untuk mengalahkan entitas yang mengendalikan Rokan, maka ini akan berakhir buruk bagi semua.
Sementara itu, Eryon kembali bergegas menuju garis depan, semangatnya terbaring di antara kekhawatiran dan keinginan untuk membantu. Informasi yang ia dapatkan dari Aelaris membuat hatinya berdebar keras. "Entitas lain? Apa maksudnya?"
Dengan beberapa prajurit High Druid di belakangnya, Eryon mencoba mencari cara untuk menghubungi para ahli sihir yang dapat membantu dalam situasi ini. Ia tahu bahwa untuk mengalahkan entitas yang mengendalikan Rokan, mereka memerlukan lebih dari sekadar pedang atau sihir biasa. Mereka membutuhkan sesuatu yang lebih kuat—sesuatu yang bisa memutus kendali entitas tersebut.
"Selvina... Zen... bertahanlah sebentar lagi," Eryon bergumam, tekadnya semakin bulat. "Aku akan menemukan jawabannya."
Kembali di medan perang, Zen dan Selvina berjuang keras untuk bertahan melawan Rokan. Serangan demi serangan datang dengan kekuatan yang luar biasa, dan meskipun mereka berhasil menghindarinya beberapa kali, mereka tahu bahwa Rokan semakin tak terkendali. Namun, dengan kerja sama yang tak terputus, mereka mulai menemukan celah.
"Kita harus menemukan inti dari entitas ini," kata Zen dengan suara yang parau. "Jika kita bisa menghancurkan inti itu, Rokan akan kembali!"
Selvina mengangguk, walau ia tahu itu bukanlah hal yang mudah. Mereka harus menemukan sumber kekuatan yang mengendalikan Rokan, dan hanya dengan itu mereka bisa menghentikan kehancuran yang terus berlangsung. Waktu terus berdetak, dan mereka harus bergerak cepat.
Rokan, yang masih berada di bawah kendali entitas jahat, tidak memberi ampun. Dengan amarah yang membara, ia meluncurkan serangan kedua yang lebih kuat dan lebih mematikan dari sebelumnya. Zen, yang sudah kelelahan, tidak mampu menangkis serangan tersebut sepenuhnya. Tubuhnya terguncang keras, dan ia terhuyung mundur, hampir terjatuh.
Namun, sebelum serangan itu dapat melumatkan Zen lebih jauh, Selvina yang tidak ingin membiarkan Zen terluka lebih parah, dengan cepat melompat ke depan, menghadang serangan itu dengan tubuhnya. Sebuah suara keras terdengar saat Rokan mengayunkan senjata besar yang mengenai Selvina dengan kekuatan luar biasa.
"Selvina!" teriak Zen, suaranya penuh dengan kekhawatiran.
Selvina terhuyung, darah mengalir dari luka di tubuhnya. Meskipun terasa sakit, ia tetap berdiri dengan tekad yang tak tergoyahkan, berusaha melindungi Zen dengan sekuat tenaga. Namun, kekuatan serangan Rokan sangat besar, dan ia tahu dirinya tak bisa bertahan lama.
Zen berlari menuju Selvina, matanya penuh dengan rasa cemas dan marah. "Tidak... ini semua salahku," kata Zen dengan suara gemetar.
Segera setelah itu, Zen berteriak, memanggil Eryon yang ada di belakang medan perang. "Eryon! Mantra penyembuhan! Sekarang!"
Eryon, yang sebelumnya berada di garis belakang, langsung berlari ke arah Zen dan Selvina, dengan tangan terkepal erat. Ia memfokuskan pikirannya pada sihir penyembuhan yang harus segera dilancarkan, memanggil energi magis dari dalam dirinya. Sihir penyembuhan yang kuat meluncur keluar dari tangannya, membentuk lingkaran cahaya di sekitar Selvina.
Cahaya penyembuhan itu mulai mengalir ke tubuh Selvina, menyembuhkan luka-luka di tubuhnya. Perlahan, rasa sakit yang mengganggu tubuhnya mulai berkurang. Meskipun luka-luka itu belum sepenuhnya sembuh, sihir itu cukup untuk mengembalikan sedikit energi padanya.
"Selvina, tahan sedikit lagi... kita bisa melewati ini," kata Eryon dengan tegas, meski ia tahu betul bahwa waktu semakin mendesak.
Namun, meskipun Selvina mulai sedikit merasa lebih baik, Zen tahu mereka tidak bisa terus bertahan dalam situasi ini tanpa menemukan cara untuk mengatasi kendali entitas di dalam tubuh Rokan. Entitas itu harus dihentikan, dan Zen mulai menyusun rencana baru dalam pikirannya.
"Eryon," kata Zen dengan serius, "kita harus mencari cara untuk menghancurkan entitas itu, atau kita semua akan hancur. Rokan hanya korban dalam semua ini."
Eryon mengangguk dengan penuh tekad, matanya bersinar dengan keputusan yang bulat. "Aku akan mencari cara, Zen. Kita akan mengakhiri ini, bersama."
Selvina yang terluka mengangguk lemah, meskipun tubuhnya masih lemas. "Selalu bersama, Zen."
Suasana pertempuran semakin menegang ketika Rokan mulai berubah. Energi gelap yang keluar dari dalam dirinya mengalir tak terkendali, seakan sesuatu yang jahat dan kuat menguasai tubuhnya. Wajahnya yang sebelumnya penuh kebingungan kini berubah menjadi lebih garang, mata yang tadinya manusiawi kini berkilat dengan warna merah darah. Tubuhnya tumbuh lebih besar dan lebih kuat, sementara kulitnya yang sebelumnya manusia kini dipenuhi oleh duri-duri tajam, seolah-olah ia telah berubah menjadi makhluk buas yang jauh melampaui kekuatan aslinya.
Zen merasa perubahan itu, aura kegelapan yang mengerikan menyelimuti Rokan. Seluruh medan perang menjadi tegang, dan para prajurit dari Lumoria dan High Druid merasakan ancaman yang lebih besar. Bahkan para utusan High Druid yang berada di sekitar mereka merasakan kehadiran sesuatu yang mengerikan.
"Ini... bukan Rokan lagi," kata Eryon dengan suara berat, melihat perubahan besar yang terjadi pada pemimpin Ras Beast itu. "Entitas itu telah menguasainya sepenuhnya!"
Selvina yang masih terbaring terluka, berusaha bangkit meski tubuhnya masih terasa sangat lemah. "Zen... kita harus menghentikan ini, apapun caranya," katanya dengan suara yang penuh tekad meskipun rasa sakitnya masih terasa.
Zen, dengan kekuatan yang tersisa, mulai memfokuskan energi dalam dirinya. Ia harus bisa mengendalikan emosinya agar serangan baliknya tidak tergesa-gesa, karena ia tahu Rokan yang kini terkontaminasi oleh kekuatan gelap bukanlah musuh biasa. Zen mengingat kembali semua pelajaran yang didapatnya selama berada di Lumoria, dan kini dia harus menggunakannya untuk mengatasi ancaman yang jauh lebih besar dari sekadar pertempuran fisik.
Ketika Rokan dengan suara berat dan mengerikan mengucapkan mantra "Alohomora," seketika itu juga aura gelap yang ada dalam dirinya membentuk sebuah pusaran energi yang mengerikan. Dengan kekuatan yang tidak terbatas, ia membuka segel yang ada di dalam dirinya, sebuah pintu menuju kekuatan yang jauh lebih gelap, lebih kuat.
Teriakan mengerikan terdengar di udara, dan kekuatan itu meledak dalam ledakan energi yang sangat dahsyat. Seketika, sebuah gelombang energi mengarah ke segala penjuru medan perang, menghancurkan tanah dan menciptakan retakan yang mengancam keselamatan semua yang ada di sekitarnya.
"Berhati-hatilah!" teriak Zen, seiring dengan melompatnya dia ke arah Eryon dan Selvina. Mereka berusaha menjauhkan diri dari pusat ledakan tersebut, berlari mundur ke arah dinding pelindung yang dibangun oleh utusan High Druid.
Namun, sebelum mereka bisa sepenuhnya menjauh, sebuah serpihan energi gelap menyambar dari sisi Rokan yang berubah. Zen terpaksa mengangkat pedangnya untuk menahan serangan itu, namun kekuatan Rokan begitu besar hingga pedang Zen hampir terlempar dari tangannya.
"Eryon, gunakan kekuatan penyembuhan untuk menenangkan diri kalian! Kami harus mencari cara untuk menghentikan entitas itu!" teriak Zen, meski suaranya hampir tenggelam dalam ledakan yang terus mengguncang tanah.
Eryon segera memusatkan seluruh kekuatannya untuk melindungi mereka dengan mantra pelindung dan penyembuhan. Sementara Selvina, meskipun terluka, dengan sisa-sisa tenaganya berusaha membantu menahan efek dari ledakan tersebut dengan membangun perisai tenaga menggunakan kekuatan sihir yang masih ada dalam dirinya.
Namun, mereka semua tahu bahwa perubahan Rokan ini bukan hanya tantangan fisik. Mereka kini berhadapan dengan sesuatu yang jauh lebih mengerikan daripada sekadar peperangan. Mereka berhadapan dengan kekuatan gelap yang tak terkendali, dan satu-satunya cara untuk menghentikan Rokan adalah dengan menemukan cara untuk menghancurkan entitas yang menguasainya.
Zen menatap ke arah Rokan yang kini mengamuk, dengan kekuatan yang luar biasa. Dia tahu, jika mereka tidak bertindak dengan cepat, semuanya bisa hancur dalam sekejap.
Bersambung!