🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. TTDJ
Untungnya setelah itu, makan malam berakhir dengan damai.
Daliya tak mau lagi mempermasalahkan ucapan Andin tentang dirinya. Lagipula sudah ada Hani yang mewakilkan. Dia memilih untuk menempuh jalan damai dengan pura-pura tidak tahu.
"Kalau begitu, saya pulang dulu," Ren berpamitan pada para karyawannya sebelum ia masuk ke dalam mobil. Sebelum masuk, lelaki itu sempat menatap ke arah Daliya. Daliya langsung melotot dan memberi kode agar Ren langsung masuk saja.
Memang, sebelum pulang dari restoran, Ren sempat mengirim pesan kepada Daliya dan mengajaknya pulang bersama. Daliya jelas langsung menolak mentah-mentah ajakan itu. Dia tidak mau menambah beban hidupnya dengan menjadi bahan gunjingan di kantor seumur hidup.
Melihat tatapan Daliya yang seperti hendak menelannya bulat-bulat, mau tidak mau Ren masuk ke mobil sambil tersenyum kecut. Ia melambaikan tangannya sekilas pada para karyawannya sebelum menancap gas mobil Supercar-nya.
"Bye bye Pak!" Para wanita melambai-lambaikan tangan mereka dengan genit. Bahkan mereka masih berdiri sambil mengagumi Ren meskipun mobilnya sudah menghilang ke jalan raya.
"Orangnya ganteng, mobilnya ganteng, cocok!"
"Iya, cocok banget jadi imamku!"
"Rahim adek anget mas!"
Daliya memejamkan mata sembari menggelengkan kepalanya. Aneh-aneh sekali bahasa orang zaman sekarang.
"Heh, kalian itu tidak usah bermimpi kejauhan. Levelnya Pak Direktur itu nggak mungkin sama kalian-kalian ini! Minimal sama-sama konglomerat, kalau nggak ya artis terkenal!" celetuk salah seorang karyawan pria. "Mendingan kalian itu sama kita-kita saja lah, kalau dilihat-lihat aku sama pak direktur mukanya sebelas dua belas,"
Para wanita sontak melirik sinis ke arah para lelaki yang tertawa terbahak-bahak.
"Iya, sebelas banding dua belas ribu!" ujar salah satu karyawan wanita. "Itu pun dilihatnya dari sedotan!"
"Sudah, sudah, jangan bertengkar di sini," Hani melerai perdebatan mereka. "Ini sudah malam, kalian hati-hati pulangnya. Jangan lupa besok masuk kerja seperti biasa,"
"Huuu...," Kompak, para karyawan baik pria maupun wanita berseru malas mendengar ucapan manajer mereka.
"Daliya, Lo pulangnya gimana?" Hani tidak memperdulikan protes dari para bawahan, mengalihkan pandangan pada Daliya. "Mau bareng Gue?"
"Nggak usah," Daliya menunjukkan layar handphonenya. "Aku sudah pesan taksi online,"
"Oke kalau gitu, hati-hati," Hani melambaikan tangan pada Daliya, dan berjalan menuju tempat mobilnya terparkir. Tak berselang lama, taksi online yang dipesan Daliya sampai, dan gadis itu langsung naik ke dalam mobil.
Di dalam mobil, Daliya sibuk memikirkan tentang ucapan Ren. Kenapa lelaki itu selalu mengucapkan hal-hal yang membuat Daliya salah paham sih? Kenapa pula Ren bilang ke orang-orang kalau dia mau balikan dengan mantannya yang baru putus dua minggu? Seolah-olah Ren benar-benar ingin pacaran dengan Daliya.
"Gawat," Daliya mengusap pipinya yang terasa panas. "Aku jadi kegeeran, kan?"
Daliya membuka kaca jendela mobil dan membiarkan angin malam menyapu wajahnya. Berharap hal itu dapat meredakan rasa panas pada wajahnya.
Drrtt.. Drrtt..
Daliya terkejut karena ponselnya bergetar. Ia merogoh tas kecil yang ada di pangkuannya dan melihat siapa yang mengirimkan pesan.
Pak Narendra
Sudah pulang?
Kamu naik apa?
Daliya mengeluh. Padahal sudah susah payah dirinya menghilangkan pikiran tentang Ren, tapi lelaki itu malah selalu muncul di hadapannya. Daliya kemudian mengetik beberapa kalimat untuk membalas pesan.
^^^Daliya^^^
^^^Masih otw.^^^
^^^Aku naik taksi online.^^^
Pak Narendra
Share loc
^^^Daliya^^^
^^^Hah? Buat apa?^^^
Pak Narendra
Buat jaga-jaga aja
Daliya mengerutkan kening. Meski begitu, ia menuruti perintah bosnya itu untuk mengaktifkan share loc.
Pak Narendra
Oke, ttdj.
Daliya tergelak. Ttdj? Singkatan zaman kapan itu? Daliya tertawa geli. Lalu setelah sadar kalau dirinya sedang di dalam taksi bersama pak supir yang meliriknya dengan tatapan aneh, Daliya langsung terdiam. Bisa-bisa pak supir mengira dirinya mbak kunti yang suka mengerjai supir taksi. Meski begitu Daliya tetap tak mampu menahan senyum sepanjang perjalanan menuju kos-kosannya.
Aduh, gawat nih, Daliya membatin. Kayanya aku udah terjebak dalam pesona seorang Narendra Admaja.
*Ttdj: Hati-hati di jalan.
...----------------...
Sementara itu, Ren keluar dari mobilnya sambil senyam-senyum. Ia membiarkan supir di rumahnya untuk memindahkan Supercar-nya ke garasi.
Daliya
Ok👌
"Duh, cuek banget sih," Ren menggerutu sambil menyimpan ponselnya ke dalam saku jas. Meski begitu, ia berjalan masuk ke dalam rumah sambil bersiul-siul. Suasana hatinya terasa bagus hari ini.
"Eh, anak bujang baru pulang,"
"Duh, bikin bete aja deh," Ren tak menyembunyikan ekspresi kesalnya saat melihat Tante Desy duduk di ruang tengah sambil menonton sinetron kesukaannya. Di samping Tante Desy ada mama dan neneknya yang melihat Ren dengan tatapan heran.
"Kamu kenapa siul-siul begitu? Kayanya lagi seneng banget?" tegur nenek Ren yang biasa dipanggil Oma Titi.
"Nggak apa-apa Oma, Ren cuma merasa bahagia aja hari ini," Ren menyalami ketiga wanita itu satu persatu. Ia mencium tangan Mama Anita dan Oma Titi dengan lembut, tapi ia menyalami Tante Desy dengan malas.
"Heh, nggak sopan kamu!" Tegur Tante Desy. Tapi tentu saja hal itu tidak membuat Ren takut sama sekali.
"Nggak boleh begitu Ren," Mama Anita mengingatkan. "Yang sopan sama orang tua,"
"Maaf ya Tante tua, eh maksudnya Tante Desy," Ren berkata dengan nada mengejek, membuat Tante Desy mendengus kesal.
"Sudahlah. Kalian ini bibi sama keponakan nggak pernah akur. Lagian Desy, kamu kenapa sih selalu gangguin Ren?" Oma Titi menggelengkan kepalanya.
"Iya Oma, Tante tuh gangguin Ren terus!" Merasa dibela, Ren mengompori sang nenek.
"Lah, aku nggak gangguin dia Bu. Tadi pagi aku cuma nanya, Ren udah sarapan belum? Terus aku bilang makanya cari istri sana biar ada yang masakin sarapan. Eh dia malah ngata-ngatain suamiku,"
"Bukan ngata-ngatain Tante, Aku kan cuma bilang kenyataannya!" kilah Ren yang sukses membuat cubitan Mama Anita bersarang di pahanya.
"Ren...," Mama Anita melotot marah.
"Haduh..., sudah, sudah, kalian itu kaya anak kecil saja ribut-ribut. Tapi kali ini Oma setuju sama tantemu Ren. Kamu kapan bawa calon istrimu ke sini? Kamu sudah hampir kepala tiga loh,"
"Halah...," Ren berdecak. Ia kira nenek kesayangannya itu akan membelanya, ternyata sama saja.
"Kamu masih belum move on ya dari Melissa?" sindir Tante Desy yang membuat Mama Anita dan Ren langsung mendelik. "Move on lah Ren..., cari yang lain... Perempuan masih banyak. Masa Melissa udah hamil kamu masih gini-gini aja?"
"Desy!" Seru Mama Anita sambil melirik Ren khawatir. Mama Anita tahu betul putranya itu sangat sensitif jika sudah membahas soal Melissa.
"Udah Ma, nggak apa-apa," Di luar dugaan, Ren lebih tenang daripada yang dibayangkan Mama Anita. "Toh bentar lagi Ren nggak bakalan ketemu lagi sama Tante Desy,"
"Loh, loh, memangnya kamu mau kemana?" Mama Anita dan Oma Titi bertanya berbarengan.
"Aku mau pindah ke apartemen aja deh Ma. Kasian apartemen yang kubeli mahal-mahal jadi nganggur,"
"Yaelah Ren, ngapain sih harus ke apartemen segala? Di rumah ini aja kamarnya masih banyak yang kosong!" ujar Oma Titi heran.
"Ya biar nggak ketemu Tante-tante julid bin rempong lagi lah, Oma!" Ren terlebih dulu mencium pipi Mama Anita dan Oma Titi sebelum berlari menuju kamarnya.
"Good night, all!"
tulisannya juga rapi dan enak dibaca..
semangat terus dlm berkarya, ya! 😘
ujian menjelang pernikahan itu..
jadi, gausah geer ya anda, Pak Direktur..
tanpa gula tambahan, tanpa pemanis buatan..