"Ayah, kenapa Ayah merahasiakan ini semua padaku Yah?" Tanya Alesha yang harus menelan pil pahit saat mengetahui kebenaran tentang dirinya, kebenaran bahwa Ia adalah anak hasil dari pemerkosaan yang di alami oleh ibunya.
"Nak, kamu anak Ayah, apapun yang terjadi, kamu tetap anak Ayah." Ucap Pak Damar dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Tidak Yah, aku benci Ayah. Aku benci pada diriku sendiri yah." Ucap Alesha sembari memukuli tubuhnya sendiri.
"Jangan lakukan itu Nak, kamu Anak Ayah, sampai kapanpun kamu anak Ayah." Ucap Damar sembari memegangi tangan Alesha agar tak memukuli tubuhnya lagi.
Melihat anak yang begitu Ia sayangi seperti ini membuat hati Damar begitu hancur.
"Atau jangan jangan Ibu terkena gangguan jiwa karena aku Yah, karena Ibu hamil anak dari para bajing*n itu Yah." Tebaknya karena semua orang bilang Ibunya gila semenjak melahirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mual muntah
...Riko segera menekan tombol berwarna hijau lalu menekan tombol untuk mengeraskan suara....
..."Hei kalian, apa kalian begitu menikmati permainan kalian, hingga tidak sempat menerima panggilan ku." Suara bentakan terdengar dari ponsel itu....
...***...
Damar yang begitu emosi ingin segera memaki orang yang berada di sebrang sana, namun Riko menahannya dan meminta Damar untuk diam.
"Sorry Bos." Ucap Riko.
"Sorry Sorry, itu terus yang bisa kalian katakan, apa tidak ada kata kata lain Hah." Maki wanita di sebrang sana, lalu panggilan pun terputus.
"Kurang ajar, ternyata mereka orang suruhan." Geram Damar.
"Damar, Apa kamu mengenal suara wanita tadi?" Tanya Riko.
"Tidak Ko, saya tidak mengenal suara wanita itu." Jawab Damar yang memang merasa asing dengan suara wanita itu.
"Aku yakin, dia memakai efek suara atau apapun untuk menyamarkan suara sehingga kita tidak bisa mengenali suaranya, padahal sudah bisa di pastikan kamu mengenal wanita itu, karena tidak mungkin wanita itu menyuruh orang untuk menyakiti istrimu kalau dia tidak mengenal kalian. aku yakin ini perbuatan orang yang tidak suka melihat kebahagiaan kalian" Ucap Riko.
"Lalu kita harus bagaimana Ko?" Tanya Damar yang bingung harus berbuat apa.
"Kamu tenang saja, dengan ponsel ini aku akan menyelidiki mereka." Jawab Riko sembari menunjukan ponsel yang ada di tangannya.
"Terimakasih Ko. Saya serahkan masalah ini pada kamu ko, sementara aku akan fokus mengobati trauma yang di alami istriku, mungkin aku akan pindah dari kontrakan ini untuk mencari suasana baru supaya Ajeng tidak terus ingat kejadian di kontrakan ini." Ucap Damar.
"Iya Damar, kamu benar, lebih baik kalian pindah dari sini dan mulai mencari suasana yang baru yang lebih ramai mungkin, supaya Ajeng tidak terlalu memikirkan masalah ini." Ucap Riko.
"Iya Ko." Sahut Damar melirik ke arah Ajeng yang dari tadi hanya terdiam.
"Oke, kalau begitu aku pergi dulu, aku akan mulai menyelidikinya." Pamit Riko.
"Oke, segera kabari aku ya ko kalau ada informasi apapun." Pinta Damar.
"Siap." Ucap Riko lalu segera keluar dari rumah kontrakan milik Damar.
***
Satu bulan kemudian, kondisi Psikis Ajeng mulai membaik, Damar memutuskan untuk pindah kontrakan yang lebih dekat dengan tempat kerjanya, bahkan tak jarang Ajeng mendatangi tempat kerja Damar karena jaraknya memang begitu dekat dan Kevin yang merupakan pemilik caffe pun tak merasa keberatan dengan kedatangan Ajeng justru merasa senang karena Ajeng bisa sedikit membantu saat semua karyawan sedang sibuk.
Ajeng sudah kembali menjadi wanita yang Ceria seperti dulu, sifatnya yang ramah tamah membuat semua orang nyaman berteman dengannya, canda tawa bisa membuat semua orang yang ada di dekatnya merasa bahagia, meskipun hampir tiap malam mimpi buruk itu terkadang muncul, namun Damar yang selalu ada di sampingnya membuat Ajeng bisa tetap tegar dan mulai ikhlas dengan takdirnya.
"Apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada di samping kamu." Ucapan Damar ini selalu menjadi penyemangat untuk Ajeng melanjutkan hidupnya, karena dia tau suaminya tidak akan meninggalkan nya dalam keadaan apapun.
"Mas, kata Kevin hari ini ada acara ulang tahun ya di Caffe?" Tanya Ajeng sembari merapihkan tempat tidur di kamarnya.
"Iya Sayang, mangkanya kemarin aku lembur karena harus mendekorasi tempat acara." Jawab Damar yang sibuk merapihkan bajunya di depan cermin.
"Yang ulang tahun anak anak ya Mas?" Tanya Ajeng.
"Ngga sih sayang, yang ulang tahun itu remaja umur 17 tahun, kalau kata orang sih Sweet Seventeen, makanya di rayain." Jawab Damar yang sedang memakai dasi nya, tentunya bukan dasi seperti orang kantoran, tapi hanya dasi pita yang biasa di pakai oleh para pelayan caffe atau waiters.
"Seru ya Mas kayanya, aku sih mana pernah ulang tahun di rayain, palingan cuma dapet kejutan doang itu pun cuma dari kamu Mas." Ucap Ajeng.
"Dua bulan lagi kamu ulang tahun sayang, kamu mau di rayain ulang tahunnya?" Tanya Damar.
"Ngga lah Mas, ngapain, kaya anak muda aja pake di rayain segala, udah umur 23 tahun sih udah ngga perlu lah di rayain Mas, malu sama umur, lagian...." Ucapan Ajeng terputus saat perutnya terasa mual. Ajeng menutup mulutnya lalu segera berlari ke kamar mandi.
"Hei sayang, mau kemana?" Teriak Damar saat melihat Ajeng berlari keluar kamar. Damar mengikuti Ajeng di belakangnya yang ternyata masuk ke kamar mandi.
Huekkk... Huekkk.. Huekkk
Ajeng memuntahkan isi perutnya, Damar yang melihatnya segera memijat tengkuk Ajeng. Ajeng masih memuntahkan isi perutnya hingga terkuras habis, sarapan yang baru saja Ia santap pun keluar begitu saja.
"Kamu kenapa sayang?" Tanya Damar panik masih terus memijat tengkuk Ajeng.
uhuk uhuk uhuk
Ajeng terbatuk batuk saat isi perutnya sudah kosong dan hanya memuntahkan cairan berwarna kuning saja, membuat tenggorokannya terasa gatal, Damar segera berlari untuk mengambil teh hangat yang ada di atas meja.
"Minum dulu sayang." Ucapnya menyodorkan gelas ke mulut Ajeng, Ajeng pun segera menyeruputnya.
Setelah minum teh hangat, rasa mual Ajeng berkurang, Ajeng menyiram bekas muntahannya lalu mencuci wajahnya. Sementara Damar sedang menaruh kembali gelas yang sudah kosong ke atas meja.
"Kamu tidak apa apa sayang?" Tanya Damar saat hendak kembali ke toilet namun Ajeng sudah berjalan keluar dari sana.
"Aku ngga apa apa Mas, ngga tau kenapa tadi aku mual banget rasanya. Tapi sekarang sudah mendingan kok." Jawab Ajeng.
"Beneran ngga apa apa sayang?" Tanya Damar merangkul pundak Ajeng yang sedang memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.
"Kalau kamu merasa ngga enak badan biar nanti aku izin ngga berangkat kerja dulu sayang." Sambungnya.
"Ehhh jangan Mas, di Caffe kan lagi ada acara, kasihan Mas kevin nanti kekurangan karyawan, pasti repot banget disana Mas." Tolak Ajeng yang merasa ngga enak kalau sampai suaminya tidak berangkat kerja karenanya, padahal di Caffe sedang ada acara yang membutuhkan banyak karyawan.
"Tapi kamu..."
"Udah, aku ngga apa apa Mas." Sela Ajeng.
"Tapi Mas pasti nanti jadi ngga tenang sayang kerjanya, Mas takut kamu kenapa kenapa." Ucap Damar mengkhawatirkan istrinya.
"Kalau aku kenapa kenapa kan aku bisa langsung telpon kamu Mas, lagi pula jarak dari sini ke tempat kerja kamu kan ngga terlalu jauh." Ucap Ajeng.
"Tapi bener ya, kamu harus segera hubungi Mas kalau ada apa apa? Biar nanti Mas bisa langsung pulang" Pinta Damar.
"Iya Mas Damar yang bawel."Jawab Ajeng sembari mencubit kedua pipi Damar lalu tersenyum.
"Mas bukan bawel sayang, tapi Mas khawatir sama kamu." Ucap Damar yang gantian mencubit hidung Ajeng yang mancung.
"Ikhhh Mas, sakit." Keluh Ajeng menepis tangan Damar dari hidungnya dengan wajah cemberut.
"Maaf ya sayang." Ucap Damar mengusap lembut hidung yang baru saja Ia cubit.
"Udah sana berangkat." Ucap Ajeng yang sedang ngambek.
"Sayang, kamu ngusir Mas?" Tanya Damar.
"Ngga, udah sana berangkat." Jawab Ajeng berlalu dari hadapan Damar.
"Wanita, dia yang nyubit duluan, giliran di cubit balik malah ngambeknya ngga ketulungan, akhirnya pria yang harus mengalah dan membujuknya biar ngga ngambek lagi, kalau ngambeknya keterusan hemmm bisa tidur di luar aku." Batin Damar.
"Hei sayang, tunggu dong." Teriak Damar menyusul Ajeng yang masuk ke kamarnya.
"Apa sih Mas." Sahut Ajeng saat Damar menahan tangannya.
"Mas tuh mau berangkat kerja sayang, masa kamu cemberut gitu." Protes Damar.
"Senyum dong sayang biar Mas semangat kerjanya." Pintanya.
"Iya deh iya, Mas hati hati ya kerjanya." Ucap Ajeng tersenyum ke arah Damar lalu...
Cup
Ajeng mencium pipi suaminya, membuat pemilik pipi itu tersenyum bahagia.
"Terimakasih sayang, Mas jadi tambah semangat kerjanya." Ucapnya lalu mencium kening sang istri.
"Ya sudah Mas berangkat dulu ya, takut telat, Assalamualaikum." Pamit Damar, Ajeng pun segera mencium tangan suaminya.
"Wa'alaikumsalam." Sahut Ajeng lalu menatap suaminya yang keluar dari rumah.
***
Setelah Damar pergi, Ajeng yang masih merasakan sedikit pusing memutuskan untuk tidur kembali. Hingga beberapa jam kemudian Ajeng terbangun karena merasa perutnya begitu lapar. Ajeng pun pergi ke dapur dan memakan kembali makanan yang ada di meja.
Huekkk Huekkk...
Baru beberapa sendok makanan yang masuk ke dalam perutnya, Ajeng kembali lari ke toilet dan memuntahkan semua isi perutnya.
"Aku kenapa sih." Gumamnya lalu segera keluar dari toilet setelah merasa lebih baik.
Ajeng hendak masuk ke dalam kamar, namun matanya tak sengaja melihat kalender, Ajeng pun berjalan mendekati kalender itu dan mengingat kembali kapan Ia terakhir haid. Ajeng baru sadar kalau dirinya sudah telat haid 4 hari.
"Apa jangan jangan aku..."