Terjebak dalam kesalahpahaman di masa lalu, menyebabkan Lauren dan Ethan seperti tengah bermain kejar-kejaran di beberapa tahun hidup mereka. Lauren yang mengira dirinya begitu dibenci Ethan, dan Ethan yang sedari dulu hingga kini tak mengerti akan perasaannya terhadap Lauren. Berbagai macam cara Lauren usahakan untuk memperbaiki kesalahannya di masa lalu, namun berbagai macam cara pula Ethan menghindari itu semua. Hingga sampai pada kejadian-kejadian yang membuat kedua orang itu akhirnya saling mengetahui kebenaran akan kesalahpahaman mereka selama ini.
“Lo bakal balik kan?” Ethan Arkananta.
“Ke mana pun gue pergi, gue bakal tetap balik ke lo.” Lauren Winata.
Bagaimana lika-liku kisah kejar-kejaran Lauren dan Ethan? Apakah pada akhirnya mereka akan bersama? Apakah ada kisah lain yang mengiringi kisah kejar-kejaran mereka?
Mari ikuti cerita ini untuk menjawab rasa penasaran kalian. Selamat membaca dan menikmati. Jangan lupa subscribe untuk tahu setiap kelanjutan ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Choi Jaeyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Umur Hanyalah Angka
Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 13.00, itu artinya setengah jam lagi akan masuk waktu kuliahnya Lauren. Gadis itu sudah berada di luar rumah, tepatnya di depan garasi, karena setiap hari selasa jam kuliah Lauren berbeda dengan jam kuliahnya Geo. Jadi di sinilah sekarang gadis itu berada, di depan garasi seraya memanaskan motor sport nya yang berwarna hitam pekat.
Gadis dengan model rambut pixie cut itu duduk manis di atas motor sport, sesekali dia memutar tuas gas menghasilkan suara yang sangat memuaskan baginya.
Bruuum bruuum
Suara tersebut bukan berasal dari motor sport miliknya, melainkan berasal dari suara motor sport lain dari arah depan. Hal itu rupanya menarik perhatiannya Lauren, kemudian dia menoleh ke arah sumber suara, dan nampak lah sosok laki-laki yang juga tengah menunggangi motor sport dengan senyumnya yang begitu semringah.
"Kiw kiw. Ada cegan, nih. Naik motor ya, hari ini?"
Seketika Lauren memutar bola matanya malas, dia kenal dengan seonggok makhluk hidup tersebut. Percayalah, orang menyebalkan kedua setelah Geo adalah orang tersebut. Salah satu dari dua orang kembar tetangganya, Nathan Arkananta.
Nathan sama sepertinya, jika hari selasa maka dia akan pergi kuliah menggunakan motor sport. Sebab dia dan saudara kembarnya berbeda jadwal kuliah, karena hal itu pula mereka berdua harus mengendarai motor sport masing-masing saat berangkat kuliah. Lalu yang paling naasnya lagi, makhluk menyebalkan itu satu kelas dengan Lauren. Jadilah setiap hari selasa tiba, maka Nathan akan selalu membuntuti Lauren saat berangkat kuliah.
Lauren hanya menatap sosok tersebut malas, dia lebih memilih untuk segera memakai helm full face nya daripada harus menanggapi pertanyaan yang tidak berfaedah itu.
"Seperti biasa, cegannya dingin beut ges," lagi, Nathan bermonolog tak jelas.
"Kamu sih, udah tau neng Lauren tiap hari selasa pergi pake motor, masih aja ditanyain," satpam di kediaman keluarga Winata, pak Denis namanya. Dia membuka pagar seraya berucap demikian.
Tak hanya Lauren yang merasa kesal jika bertemu dengan Nathan, tetapi satpam itu juga merasakan hal sama. Sebab dia harus setiap hari melihat kelakuan Nathan yang seperti makhluk tak jelas asalnya itu dari pos satpamnya.
"Emang nggak bisa gitu pak, basa basi dikit."
Pak Denis menggelengkan kepalanya. "Basa basi kamu tu udah basi banget. Jangankan neng Lauren, saya juga muak kalo dibasa basiin sama kamu."
Seketika Nathan memegang dadanya, bersandiwara seolah-olah sedang sesak napas. "Aarrggh! Sakit beut hatiku pak, dibilang begitu."
Selanjutnya pak Denis tak lagi menghiraukan makhluk itu, dia berbalik dan tersenyum saat melihat Lauren sudah berada di dekat pagar.
"Aku berangkat ya, pak."
"Iya neng, hati-hati dijalan ya," sahut pak Denis seraya tersenyum.
Begitulah keseharian mereka jika pergi meninggalkan rumah, baik itu Gevan, Geo atau pun Lauren. Selalu berpamitan dengan pak Denis sembari tersenyum ramah. Hal itu memang diterapkan oleh Gevan sedari dulu kepada anak-anaknya. Pria tersebut berpesan, kita harus menghargai setiap orang yang bekerja kepada kita. Terutama jika orang tersebut umurnya lebih tua dibandingkan kita, maka selain menghargainya kita juga harus menghormatinya. Prinsip yang ditanamkan ke keluarga Winata itulah, menyebabkan semua orang bekerja di rumah itu merasa betah dan berasa seperti bagian dari keluarga.
"Pak Denis, gue juga berangkat ya."
"Hmm."
"Yeeu, malah ham hem ham hem doang. Nggak mau bilang hati-hati dijalan gitu, ke gue?"
"Males. Memangnya kamu siapanya saya?"
Ah, sudahlah. Nathan hanya menatap datar satpam tersebut, tidak berbeda jauh dari sang majikannya pikir Nathan. Karena tak ingin tertinggal jauh dari Lauren, laki-laki bermata sandu itu dengan cepat menjalankan motor sport miliknya.
...*****...
"Morning, Laurenku sayang," seru Niken Zunaira setelah melihat kedatangan Lauren di kelas. Gadis berambut bondol, dengan ciri khasnya yang selalu memakai kacamata.
"Ngigo lo, siang bolong begini dibilang morning?" bukan Lauren yang menyahut, tapi gadis berkuncir kuda yang duduk di sampingnya. Gadis berpenampilan tomboy sama seperti Lauren, Yara Adiba namanya.
"Biasalah, mungkin belio baru bangun tidur. Jadi disangka masih pagi," Lauren memilih duduk di kursi belakang, tepatnya di belakang Niken dan Yara berada. Sebab di sampingnya, ada seorang gadis lagi yang duduk di sana. "Udah sampai sejak kapan, El?"
Gadis yang dipanggil El itu menoleh, melepas sebelah earphone blueetoothnya. "Udah dari jam 13.00 tadi, Ren."
"Set dah. Gue jam segitu baru manasin motor, El.
Eliza Hamza, gadis manis dengan rambut panjang sepunggungnya itu terkekeh setelah mendengar ucapan Lauren. Memang dia adalah salah satu mahasiswi yang rajin, selalu datang lebih awal dari mahasiswa yang lain. Jauh berbeda dengan Lauren, yang selalu datang di akhir waktu. Bahkan lebih parahnya lagi, gadis itu bisa datang setelah dosen masuk kelas.
"Woy, Lauren!" dari arah pintu kelas, ada seorang laki-laki yang meneriaki nama Lauren. "Tega banget lo ninggalin gue?"
Hembusan napas kasar pun terdengar dari Lauren. Gadis itu seketika membatin, dosa apa yang telah dia lakukan di masa lalu. Sehingga dia mendapat karma ditempeli oleh makhluk tak jelas itu.
"Ngapa lagi tu jin tomang? Perasaan ngintilin lo mulu, Ren?" Yara yang terheran-heran dengan kelakuan seorang yang tak lain adalah Nathan itu akhirnya bertanya kepada Lauren.
Gadis ditanyai itu malah menggelengkan kepalanya. "Gue juga nggak tau. Capek gue, hampir tiap hari ditempelin sama tu makhluk."
"Lo lupa atau amnesia sih, Ra. Mereka berdua kan tetanggaan, rumah mereka berhadapan gitu di komplek. Gimana engga Lauren ketempelan sama tu jin tomang," sahut Niken seraya membenarkan kacamatanya.
"Lah iya, yaa," seketika Yara menepuk jidatnya. "Lauren aja ditempelin segitunya sama dia, gimana nasib kembarannya ya?"
"Kok kamu tiba-tiba kepo sih, Ra?" Eliza yang sedari tadi diam memperhatikan, akhirnya bersuara seraya terkekeh kecil.
"Iya loh, nggak biasanya lo begitu," sahut Niken tak mau kalah. "Apa jangan-jangan lo suka sama si kembar itu?"
"Dih, ogah gue sama makhluk yang begitu bentukannya."
Melihat respon Yara, Lauren juga ikut terkekeh. "Ikhlas dunia akhirat gue Ra, kalo lo sama dia. Ya setidaknya gue nggak ditempelin sama Nathan lagi, gantian lo yang ditempelin."
"Wah, Lauren. Lo juga ikut-ikutan begitu, jangan sampai gue emosi yah", tentu saja Yara tak terima jika diejek seperti itu. Dia sama halnya seperti Lauren, sangat tidak menyukai sifat menyebalkannya Nathan. Jika membunuh itu tidak berdosa dan tidak dipenjara, mungkin laki-laki itu sudah sangat lama dibunuh oleh Yara.
"Ada ape nih, kalian para ciwi-ciwi gibahin gue ya?" Tak ada angin, tak ada hujan. Tiba-tiba Nathan sudah berdiri di samping Yara, disertai dengan cengiran khasnya yang membuat siapa saja melihatnya akan langsung ingin memukul wajah laki-laki tersebut.
"Bacot," raut wajah Lauren seketika berubah. "Udah, pergi sana. Lo nggak capek apa, ngintilin gue mulu?"
"Yeee, lo mah gitu Ren. Bukannya kita tu bestot dari lahir, masa gue dibilang ngintilin lo."
Plak
Karena sudah tak dapat menahannya lagi, Yara memukul lengan Nathan menggunakan buku miliknya yang lumayan tebal. Alhasil laki-laki tersebut meringis kesakitan.
"Biar lo bestotnya Lauren dari lahir, nggak seharusnya lo ngintilin dia sampe bikin dia nggak nyaman," sungguh, melihatnya saja Yara tak tahan, apalagi mengalaminya seperti Lauren. "Udah sana, kek nggak ada teman lain aja lo. Noh si Chakra, kembaran lain lo udah datang."
Nathan yang tadinya sudah bersiap ingin mengeluarkan kata kasarnya kepada Yara menjadi berhenti, setelah melihat ke arah pintu kelas di mana ada Chakra yang sedang berdiri di tengah pintu seraya memainkan ponselnya.
"Aaaaaa, kesayangan gue udah datang!!"
Karena teriakan yang begitu keras itu, semua orang di kelas menatap ke arah sumber suara. Melihat pemandangan Nathan dengan merentangkan kedua tangannya yang berlari ke arah Chakra, membuat semua orang berharap. Berharap, agar Chakra dapat selamat dari pelukan makhluk tersebut.
"Gue boleh milih mati aja nggak sih, daripada ketemu makhluk ini!!" Sebelum benar-benar tubuhnya dipeluk Nathan, Chakra pun berlari menghindari laki-laki tersebut.
Alhasil terjadilah aksi kejar-kejaran antara dua makhluk tersebut di dalam kelas. Menimbulkan gelak tawa dari beberapa mahasiswa yang menganggap kelakuan mereka berdua itu lucu.
"Umur doang genap 20 tahun, tapi kelakuan masih kek bocah-bocah," celetuk Niken yang sebenarnya juga menikmati adegan kejar-kejaran itu.