“Bapak… selain mesum, juga nyebelin, ngeselin, rese, arogan dan sudah tua -- dewasa --. Pokoknya semua Bapak borong,” teriak Ajeng.
“Tambahkan, tampan dan membuat kamu jatuh cinta,” sahut Gentala.
Ajeng berada di dalam situasi disukai oleh rekan kerjanya yang playboy, berusaha seprofesional mungkin karena dia membutuhkan pekerjaan ini. Siapa sangka, Gentala – GM baru – yang membuat Ajeng kesal setengah hidup sejak pertama bertemu berhasil menolong gadis itu dari perangkap cinta sang playboy.
Namun, aksi heroik Gentala malah berubah menjadi bencana ...!
===
IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 4 ~ Surat Peringatan
Diajeng Sekar Ayu
Aku baru saja duduk di kursi kebesaranku, kursi yang selalu mendapatkan tekanan tubuh ketika aku menuangkan ide, mengerjakan laporan bahkan merenung dan melamunkan isi dompet.
“Ayo,” ajak Fabian.
“Ke mana?” tanyaku, meskipun aku tahu kami harus menghadiri pertemuan dengan GM baru.
Sebenarnya aneh sih, kenapa juga aku harus ikut secara aku hanya asisten. Beda lagi dengan playboy cap obat nyamuk di sampingku ini, jabatannya Manager. Bukan berniat sombong tapi bisa dikatakan apalah daya Fabian jika Ajeng tidak ada, itu adalah slogan divisi kami.
“Jangan bercanda deh, aku serius. Orang yang harus kita temui ini, sangat cermat dengan kedisiplinan.”
Akhirnya aku dan Fabian berjalan bersisian tanpa gandengan tangan menuju ruang meeting. Dalam benakku ruangan itu akan penuh dengan semua manajer divisi dan para asisten, juga sekretaris dan asisten si GM itu sendiri.
Namun ….
“Selamat siang menjelang sore,” sapa Fabian saat membuka pintu ruang rapat.
Meja rapat yang bentuk persegi panjang, di paling ujung sepertinya sang GM sedang melakukan panggilan telepon dengan kursi membelakangi pintu. Aku masih berdiri sedangkan Fabian sudah duduk di salah satu kursi dan bicara dengan Pak Anton, asisten GM sebelumnya.
Di sebelah Pak Anton ada Mbak Nela. Siapa yang tidak kenal dengan Mbak Nela, dia sekretaris eksekutif untuk petinggi di sini.
“Kalian terlambat lima menit.”
Dih, baru lima menit. Makanan jatuh aja kalau belum lima menit masih dipungut. Romannya ini GM baru rada rese ya, terlalu kaku kaya kanebo kering.
“Maaf Pak, kami pastikan syuting berjalan dulu baru ke sini,” sahut Fabian. “Ajeng, duduk!” titah Fabian lirih.
Aku mengangguk, lalu kursi di ujung meja berbalik menghadap kami dan cukup membuatku terkejut.
Oh Tuhan, dosa apa aku sampai mendapatkan kesialan bertubi-tubi.
Orang yang duduk di kursi tersebut yang kemungkinan besar adalah GM baru di kantor ini adalah pria itu. Pria yang tadi pagi sempat membuat moodku berantakan. Pria yang aku tuduh melakukan pelecehan di stasiun Sudirman dan aku sebut … c4bul.
Fabian menarik tanganku membuat tubuhku langsung terduduk lesu di kursi pesakitan. Kalau boleh mengulang waktu, rasanya aku ingin mengulang pagi ini lalu tidak turun di stasiun Sudirman. Mungkin satu stasiun lebih jauh asalkan tidak bertemu dengan Om mesuum yang sedang memandangku dengan tatapan seakan menghunus bagai sebuah pedang.
“Kalian pasangan yang dipuji beberapa produser sebagai pasangan dengan kreatifitas dan ide menarik bahkan mampu membuat acara mendapatkan rating bagus. Menurutku kalian tidak sehebat itu.”
Waw, lihatlah. Ternyata bukan hanya otaknya mesum, nggak ada attitude untuk minta maaf padaku padahal jelas-jelas dia udah sentuh bagian tubuh aku dan sekarang mulutnya ternyata pedas. Walaupun belum mengalahkan seblak level sepuluh Mpok Ria yang jualan di belakang gedung.
Aku menghela nafas sedangkan Fabian hanya senyam senyum tidak jelas. Fix, si kampret ini ternyata tidak waras. Bagaimana bisa dia tersenyum setelah mendapatkan vonis dari orang nomor satu di perusahaan.
“Jadi Pak Fabian dan Mbak Ajeng, ini GM kita yang baru. Bapak Gentala Radika Yasa. Beliau aktif mulai hari ini,” tutur Pak Anton memperkenalkan pria mesum kepada kami. “Pak Gentala, ini Fabian Manager produksi dan Mbak Ajeng asisten Pak Fabian.”
“Aku sudah baca profile kalian dan kamu Diajeng Sekar Ayu. Kamu hanya asisten, posisimu sama seperti staf biasa. Artinya masih memungkinkan mutasi jika dianggap tidak kompeten dan tidak disiplin,” tutur pria bernama Gentala.
“Tenang saja Pak, saya bisa jamin selama ini Ajeng cukup kompeten dan sangat bisa diandalkan. Ini terbukti dengan beberapa acara dengan ide dari tim kami bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.” Fabian menjelaskan kalau aku memang ada bakat dan cukup hebat. Sepertinya aku tarik kembali ucapan kalau si kampret ini tidak waras.
“Bukan hanya kompeten dalam mengerjakan tupoksi tapi juga sikap. Untuk sikap kamu pagi ini saya anggap sebagai suatu pelanggaran. Nella, hubungi HRD untuk memberikan SP satu untuknya,” titah Gentala tentu saja disambut heran oleh peserta briefing terutama aku.
“Nggak bisa begitu dong Pak.” Aku berteriak bahkan berdiri dari kursiku.
“Ajeng,” tegur Fabian sambil menarik tanganku agar kembali duduk.
“Tentu saja bisa.”
“Salah saya apa, sampai harus dapat SP satu?” Aku bertanya bukan karena pura-pura pintar tapi memang ancaman pria mesuum ini sungguh meresahkan.
“Kamu sudah menghina pimpinan kamu bahkan di tempat umum dengan mengatakan saya Om mesuum dan c4bul,” ujar Gentala.
“Gila,” pekik Fabian menoleh ke arahku, begitupun Pak Anton dan Mbak Nella. Mereka pasti menduga kalau mulutku ini tidak bisa disaring atau tidak merasakan bangku sekolah.
“Tadi pagi saya belum tau kalau Bapak atasan saya dan saya sebut Bapak dengan kata itu karena ada alasannya.” Aku tetap berjuang dan membela diri karena ketiga orang lainnya di ruang ini sudah pasti akan membela Gentala, mereka pintar menjilat.
“Itulah masalahnya, bagaimana kalau aku ternyata rekanan perusahaan ini kamu hina sedemikian rupa bahkan di tempat umum dan kerja sama perusahaan gagal karena hal itu.”
“Saya juga nggak akan asal menuduh, Pak. Bapak sendiri tahu kenapa saya tadi meluap-luap karena Bapak ….”
“Terdesak, kamu lihat hasil CCTV. Saat itu ramai, orang berdesakan jadi tidak mungkin tangan saya ini menyentuh tubuh kamu. Selain tidak menarik, tangan ini berarti sial tidak bisa melihat mana barang bagus dan reject.”
“Nggak bisa begitu dong ….”
“Ajeng, cukup.” Fabian mencoba menengahi.
"Cukup, apanya yang cukup. Masa body aduhai begini dibilang reject. Sebenarnya yang gak bisa jaga mulut itu saya apa Bapak?" tanyaku pada Gentala.
Fabian menggelengkan kepala mirip orang vertigo, sedangkan Anton dan Nela menatap tidak percaya dengan yang aku luapkan.
“Petugas stasiun memperlihatkan bukti kejadian pagi tadi murni ketidaksengajaan, kamu juga lihat rekaman CCTV nya."
Obrolan itu berlanjut mengenai rencana program acara baru, yang bisa memfasilitasi untuk mengenalkan lagi pemilik stasiun TV yang sedang gencar bersosialisasi karena mencalonkan diri menjadi gubernur sedangkan jabatannya saat ini adalah anggota dewan juga seorang pengusaha.
Aku tidak terlalu menyimak karena masih memikirkan surat peringatan yang akan aku terima dan masih yakin kalau aku tidak bersalah.
“Dua hari, aku beri waktu dua hari untuk kalian buat konsep detailnya. Orang pertama yang akan diwawancarai tentu saja Krisna Adi Jaya.”
ato jangan-jangan .....