Anson adalah putra tunggal dari pemilik rumah sakit tempat Aerin bekerja. Mereka bertemu kembali setelah tiga belas tahun. Namun Anson masih membenci Aerin karena dendam masa lalu.
Tapi... Akankah hati lelaki itu tersentuh ketika mengetahui Aerin tidak bahagia? Dan kenapa hatinya ikut terluka saat tanpa sengaja melihat Aerin menangis diam-diam di atap rumah sakit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Aerin melamun diantara para rekan kerjanya sesama dokter di dalam ruangan kerja. Hanya dia yang tidak melakukan apa-apa diantara ke-empat dokter yang ada dalam ruangan itu. Yang lain tampak sibuk. Ada yang membaca riwayat pasien, berlatih teknik RJP dengan patung sebagai modelnya dan masih banyak lagi.
Aerin tidak tertarik melakukan apapun sekarang ini, otaknya penuh dengan pikiran-pikiran yang entah kenapa hari ini rasanya cukup berat.
Andrea melirik Aerin sekilas. Ia mengernyitkan kening seperti merasa ada yang aneh dengan gadis itu. Andrea lalu menghentikan kegiatannya sebentar dan menghampiri gadis itu.
"Aku dengar kau berselisih lagi dengan Logan." kata Andrea yang muncul dari belakang. Aerin menaikkan wajah menatap Andrea lalu tersenyum tipis.
"Lelaki itu memang tidak pernah menyukaiku bukan?" jawabnya ringan.
Andrea menarik napas, menggeserkan kursi lain dekat situ dan memilih duduk di sebelah Aerin, menatap gadis itu lurus-lurus.
"Dengar, sebaiknya kau jelaskan saja apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Dean. Logan tidak akan mengusikmu lagi kalau dia tahu cerita yang sebenarnya." menurut pendapat Andrea, menceritakan yang sebenarnya jauh lebih baik. Dengan begitu Logan tidak akan salah paham lagi pada Aerin. Selama ini lelaki itu memang hanya salah paham dan berpikir bahwa Aerin adalah gadis yang buruk dan mempunyai hati busuk.
Andrea jelas tahu kalau bukan Aerin yang mencampakkan Dean. Lelaki itu yang kedapatan berselingkuh bahkan saat ketahuan, ia malah merendahkan Aerin.
Katanya ia pacaran dengan Aerin hanya karena ingin menikmati tubuh sexy dan wajah cantiknya saja.
Sayangnya setelah pacaran Dean menganggap Aerin hanya berpura-pura sebagai wanita yang sok suci yang memakai alasan tidak mau berhubungan se-ks dengan laki-laki sebelum menikah.
Bahkan malam itu Dean berusaha memperkosanya tapi untung sebelumnya Aerin sudah menelpon Andrea karena merasa ada yang tidak beres. Andrea bergegas datang sebelum Dean sempat menyentuh Aerin dan membantunya pergi.
Sejak saat itu, hubungan Aerin dan Dean berakhir. Dean memutuskan hubungan duluan bahkan sebelum Aerin bicara karena gadis itu masih cukup syok.
Setelah putus dari Dean, sampai sekarang Aerin tidak pernah pacaran lagi atau sekedar berkencan. Bukan trauma, ia hanya merasa tidak ada yang benar-benar mencintainya dengan tulus. Banyak laki-laki yang hanya menyukai tubuhnya.
Kadang gadis itu berpikir, apakah dia akan bertemu dengan seseorang yang sungguh-sungguh mencintainya apa adanya? Bahkan mencintai segala kekurangan yang ada dalam dirinya.
"Atau kau ingin aku saja yang cerita ke Logan?" tawar Andrea kemudian.
Aerin menggeleng.
"Biarkan saja. Aku lebih nyaman seperti ini." tolak Aerin halus. Andrea tampak keberatan.
"Tapi Rin ..."
"Andrea, tolong. Aku tidak mau orang-orang mengasihaniku." potong Aerin. Suaranya terdengar lebih tegas.
Andrea menghela nafas. Ego Aerin ini sangat tinggi. Ia hanya tidak mengerti kenapa gadis itu mau saja dianggap rendah oleh banyak orang. Andrea sendirilah yang merasa geram kadang-kadang.
"Dokter Aerin dan Andrea!"
Keduanya sama-sama menoleh ke arah datangnya suara. Salah satu staf perempuan sudah berdiri di depan pintu.
"Kalian berdua dipanggil ke ruang wakil direktur sekarang." setelah menyampaikan pesan itu sih staf laki-laki tadi yang Aerin ketahui bekerja dibagian ahli rekam medis berbalik pergi.
Aerin melirik Andrea dan mengangkat bahu. Entah ada urusan apa wakil direktur rumah memanggil mereka. Keduanya lalu bangkit keluar dari ruangan itu.
***
Sekarang ini Aerin, Anson, Logan, Andrea dan enam orang lainnya yang terdiri dari dokter dan perawat sudah berdiri berhadapan dengan wakil direktur dalam ruangannya. Namanya dokter Ditha. Empat puluh tahun lebih, terkenal tegas dan keras pada para bawahannya. Pemimpin tertinggi nomor dua di rumah sakit.
Banyak dokter muda yang sangat segan dengan dokter senior itu. Entah kenapa juga dokter Ditha mengumpulkan mereka semua ke sini. Aerin dan Andrea cukup bingung karena pas masuk tadi sudah ada enam orang lainnya dalam ruangan itu.
Pandangan Aerin bertemu dengan tatapan menusuk Anson. Aerin merutuk dalam hati. Kenapa harus ada Anson dan Logan juga.
Baru tadi ia berselisih dengan mereka, dan sekarang ia harus bertemu lagi dengan kedua lelaki itu.
Ya ampun, ia benar-benar tidak paham dengan kehidupannya hari ini.
Aerin memilih berdiri di paling ujung kiri di sebelah Andrea. Disamping kanan Andrea berdiri Anson. Mereka semua berdiri sejajar. Andrea menunduk hormat dan tersenyum tipis ketika Anson menatapnya sekilas. Lelaki itu balas menatapnya tanpa senyuman, hanya menganggukan kepala sebentar dengan raut wajah datar.
Pandangannya beralih sebentar pada Aerin yang berdiri di sebelah Andrea namun gadis itu sengaja tak mau melihatnya hanya menatap lurus ke depan. Anson mendengus pelan dan menatap kedepan lagi. Kening Andrea terangkat. Entah kenapa ia merasa ada sesuatu antara anak pemilik rumah sakit itu dengan Aerin.
Sejak kemarin Andrea terkadang mendapati Anson sedang memperhatikan Aerin. Atau matanya yang salah? Tapi hari ini juga sama. Aerin juga sempat menyapa Anson dengan cara yang santai saat pertama kali mereka bertemu di depan aula. Apa jangan-jangan mereka sudah saling kenal sebelumnya? Andrea kembali memfokuskan pandangannya ke depan.
Dokter Ditha menatap ke-enam dokter muda itu lama. Ia kenal dokter Logan, Anson dan Aerin, namun yang lainnya tidak. Anson adalah anak atasannya, sekaligus kerabat, tentu saja ia kenal. Logan? Laki-laki itu adalah keponakannya, sedang Aerin ...
Ia kebetulan kenal karena ada yang merekomendasikan dokter itu. Aerin juga sering sekali menjadi bahan gosip staf rumah sakit. Dokter Ditha menatap Aerin lama, lalu mulai bicara.
"Kalian pasti ingin tahu alasan kenapa kalian dipanggil ke sini bukan?" katanya.
Yang lain mengangguk, Logan dan Anson tetap berdiri seperti patung hidup. Aerin sempat melihat sekilas ke Anson dan tertawa kecil. Astaga, liat tampangnya yang kaku itu.
Anson sendiri bisa melihat Aerin yang menertawainya dari sudut matanya. Pria itu melirik tajam ke wanita itu. Aerin berdeham, cepat-cepat memalingkan mukanya dari sih pemilik wajah angkuh itu.
"Kami sudah memutuskan untuk membuat tim baru yang akan menangani pasien di bangsal VVIP. Dokter Anson adalah kepala tim kalian."
Yang lain bersorak senang. Anson biasa saja, sedang Aerin, entah harus senang atau tidak tapi hatinya berkata lebih baik ia dikeluarkan saja dari tim itu. Tidak baik baginya bekerja sama dengan Logan yang terus cari masalah dengannya, dan Anson yang masih menyimpan dendam bahkan mungkin membencinya sampai sekarang.
Logan menatap dokter Ditha seperti tidak setuju mendengar keputusan itu. Ia lebih tidak setuju kenapa ada Aerin di dalam tim itu. Artinya dia akan bertemu wanita itu hampir setiap hari, dan ia tidak suka.
"Kau keberatan Logan?" dokter Ditha menatap Logan.
"Atas dasar apa anda merekrut dia dalam tim ini?" Logan menunjuk Aerin. Ia merasa dokter seperti Aerin yang kerjaannya sangat santai dan suka malas-malasan itu tidak layak berada dalam tim mereka. Siapa pun tahu kalau Aerin tidak pernah serius bekerja. Suka datang terlambat dan sering pulang sebelum waktunya. Model seperti itu bisa masuk dalam tim mereka?
"Saya hanya mengikuti rekomendasi dari direktur."
Semua orang menoleh ke Aerin dengan pandangan berbeda-beda. Bagaimana bisa direktur mereka sendiri yang merekomendasikannya? Apa hubungan mereka? Anson saja bingung bagaimana ayahnya mengenal Aerin.