"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bekas Cubitan
...Hanya karena sebuah hubungan berakhir, bukan berarti cinta berakhir juga. Terkadang perpisahan adalah jalan untuk berhenti saling menyakiti satu sama lain. ...
.
.
"Baiklah. Aku mengerti. Tapi aku akan tetap menunggumu sampai kapan pun."
Rafli menghembuskan napas panjang mendengar ucapan Yuna. Meskipun selama ini ia terus menolak, nyatanya Yuna tidak pernah menyerah. Hanya demi Aika lah sehingga ia masih mengizinkan wanita itu tinggal di rumah nya.
Sejak menghilang nya Arumi, Yuna lah yang merawat Aika dan menggantikan Arumi sebagai seorang ibu.
"Yuna, aku tidak mau menjanjikan apapun padamu. Tidak sekarang atau pun nanti. Aku mohon mengerti lah."
"Baiklah, maafkan aku kalau terkesan memaksamu." Yuna menarik napas dalam-dalam. Pemilik punggung tegap di hadapan nya itu seolah tak peduli dengan air mata nya.
Empat tahun lalu setelah menghilang nya Arumi, Rafli menggugat cerai diri nya. Yuna terus memohon dan meminta diizinkan untuk tetap tinggal di rumah itu untuk menjaga Aika. Karena nya, Rafli memberi izin untuk tetap tinggal di rumah nya. Ia juga memberi Yuna semua fasilitas nyaman demi rasa terima kasih nya.
"Aku harap kau mau mengerti."
Rafli melirik ke arah Aika dan Alesha. Sebab khawatir jika pembicaraan pribadi nya dengan Yuna akan membangunkan mereka.
Sementara Arumi tetap diam dengan mata terpejam. Tetapi pendengarannya menangkap pembicaraan Rafli dan Yuna dengan baik.
Kenyataan yang ditemukan nya barusan benar-benar membuat nya terkejut.
"Apa maksudnya semua ini? Jadi Rafli sudah menceraikan Yuna?" Arumi bergumam dalam hati. Ujung matanya melelehkan cairan bening.
Meskipun masih menyimpan rasa sakit yang teramat, hati nya cukup lega mendengar Rafli yang ternyata sudah menceraikan Yuna.
"Oh ya, aku harus pergi. Aku masih ada janji dengan dokter," ucap Yuna beberapa saat kemudian.
"Baiklah, hati-hati."
Yuna meraih tas yang tadi ia letakkan ke meja. Begitu akan keluar dari ruangan, ia berhenti sejenak sambil melirik ke arah Alesha.
Ia sempat ragu untuk meninggalkan ruangan itu karena masih ada Aika dan Alesha. Bagaimana pun juga, ia harus memastikan bahwa Rafli tidak akan dekat dengan wanita mana pun selain dirinya. Tetapi, jika teringat wajah Alesha yang jelek dan bagi nya menjijikkan, seperti nya tidak mungkin jika Rafli akan tertarik dengan wanita itu.
Dirinya saja yang memiliki kemiripan sempurna dengan Arumi tak dilirik, apalagi Alesha yang jauh di bawah standar kecantikan nya.
Akhirnya, Yuna meninggalkan ruangan itu. Sementara Rafli kembali duduk di singgasananya. Menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.
*
*
*
Hari menjelang sore ketika Rafli memutuskan untuk pulang. Ia menggendong Aika meninggalkan ruangan nya sementara Arumi berjalan di belakang.
Sesekali Rafli melirik wanita itu. Meskipun belum pernah melihat wajah nya, entah mengapa Rafli merasa memiliki ketertarikan untuk tahu lebih banyak tentang Alesha. Sehingga dengan bodoh nya tadi meminta sopir pribadinya untuk pulang lebih dulu. Mungkin ia dapat mengobrol banyak dengan wanita itu.
Setibanya di parkiran, Rafli membuka mobil bagian depan. Nahas, Alesha malah memilih duduk di belakang.
"Kenapa duduk di belakang?" tanya Rafli tiba-tiba.
"Maaf, Tuan. Tapi saya lebih suka duduk di belakang."
Rafli menghembuskan napas panjang. Sedikit menyesal karena tadi meminta sopir untuk pulang lebih dulu.
"Apa Anda keberatan?" tanya Arumi lagi.
"Emh iya. Maksudku tidak apa-apa. Kalau begitu Aika saja yang didepan bersama Daddy, kan?" tawar nya.
Aika yang berdiri di sebelah daddy-nya hanya menggeleng.
"Aku mau duduk di belakangan sama Kakak Alesha."
Semakin sial saja Rafli kali ini. Mendadak ia merasa berada di mode sopir.
"Baiklah, tidak apa-apa. Ayo, kita pulang," ucap nya pasrah.
Sepanjang perjalanan, tidak ada pembicaraan antara Rafli dan makhluk bercadar di belakang. Alesha hanya terfokus kepada Aika sedangkan Rafli tidak fokus mengemudi. Sekarang wanita itu sedang membantu Aika menghafal dialog yang akan diperankan oleh Aika pada Opera di sekolah pekan mendatang.
"Daddy," panggil Aika.
"Iya, Sayang." Rafli melirik ke belakang melalui spion. Tetapi, sorot matanya malah tertuju kepada Alesha, bukan Aika.
"Daddy, apa boleh aku tidur dengan Kakak Alesha?"
"Memangnya kenapa? Kakak Alesha kan punya kamar sendiri."
"Aku mau tidurnya sama Kakak Alesha, Daddy. Aku mau dibacakan dongeng Putri Salju."
Rafli mengulas senyum. Sebenarnya ia tidak begitu suka jika Aika terlalu bergantung dengan pengasuh. Tetapi, dengan Alesha sungguh berbeda. Wanita misterius satu ini sangat menarik.
"Baiklah, Sayang. Tapi tidak boleh mengganggu Kakak Alesha di malam hari."
Aika tersenyum senang. Di belakang sana ia memeluk pengasuhnya itu. Tidak pernah sebelumnya Aika bersikap sangat manja seperti ini kepada pengasuhnya yang lain.
Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, mereka tiba di rumah.
Sebelah tangan Aika menggandeng tangan Alesha. Sementara tangan satunya menggandeng daddynya.
Yuna yang sudah tiba di rumah lebih dulu terhenyak melihat ketiganya saling bergandengan tangan, persis seperti sebuah keluarga sungguhan.
"Aika Sayang, sudah pulang, ya?" Yuna berjongkok di hadapan Aika dan merentangkan tangan hendak memeluknya.
Namun, Aika bereaksi dengan cepat akibat terkejut. Ia malah bersembunyi di belakang punggung Alesha.
"Sayang, ada apa?" tanya Yuna. Ia lantas berdiri menuju meja dan meraih kotak mainan. Tak ingin Rafli curiga, tadi ia menyempatkan diri mampir ke sebuah toko mainan dan membeli hadiah untuk Aika. "Coba lihat, Mommy punya hadiah untukmu."
Lagi, Aika hanya mematung di tempat. Tak pula meraih hadiah pemberian Yuna. Apalagi setelah melihat sorot mata Yuna yang selalu membuatnya ketakutan.
"Sayang, ada apa? Kenapa tidak mau memeluk mommy? Apa kamu sedih karena tadi mommy tidak datang?" ucap Yuna cepat.
"Tidak, Mommy."
"Kalau begitu sini, peluk mommy!"
Meskipun sedikit takut, Aika lantas mendekat dan memeluk wanita itu. Yuna selalu berusaha menunjukkan perhatian kepada Aika di hadapan Rafli.
"Ayo, Sayang. Kita main di kamar," ajak Yuna.
Tak ada jawaban dari Aika. Ia pasrah saja saat wanita itu menggendongnya menuju kamar dengan kotak mainan mahal di tangannya.
Sementara Arumi menatap pintu yang baru saja tertutup. Kemudian melirik Rafli yang tampak sedang melepas dasi yang melilit kerah kemejanya.
"Tuan, apa boleh saya mengatakan sesuatu?" Arumi membuka suara.
"Ada apa, Alesha?"
Arumi terdiam beberapa saat. Sepertinya ini adalah waktu yang tepat untuk membuka kedok Yuna secara perlahan.
"Saya mau memberitahu sesuatu yang menurut saya cukup penting."
"Apa itu?" Wajah Rafli berubah serius dalam hitungan detik.
"Pagi tadi, saat memandikan Nona kecil, saya menemukan beberapa tanda kebiruan di tubuh nya. Seperti bekas cubitan. Apa Anda pernah melihatnya?"
Alis tebal Rafli saling bertaut mendengar ucapan sang pengasuh.
"Bekas cubitan?"