Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Sampai di depan gedung kantor. Dimas memberikan kunci mobilnya pada anak buahnya yang berdiri di sebelah asisten Leo yang sudah menungguinya. Kemudian kami menuju lobby bersama dengan asisten Leo.
"Leo, Carikan sekertaris baru untukku." kata Dimas saat kami akan masuk ke dalam lift khusus direksi.
"Baik tuan!"
"Tunggu dulu, Mas, aku baru 2 hari bekerja menjadi sekertaris mu, kamu sudah mau mencari penggantiku? Setidaknya biarkan aku bekerja selama satu bulan." Pintaku.
"Kamu lihat sendiri kan tadi, Yessa sangat senang saat aku mengatakan jika Mommy nya akan tinggal di rumah bersamanya!"
"Iya! Aku tau! Tapi aku mohon pengertianmu. Biarkan aku bekerja, setidak nya sampai aku mendapat gaji pertamaku sebagai sekertarismu!"
"Aku akan menggajimu meskipun kamu tidak bekerja Anna."
"Aku tau! Tapi,-"
"Tapi apa lagi? Hmm!" Dimas menatapku intens, tangannya terulur dan mengusap pipiku. Aku sangat paham, jika Dimas pria yang tidak bisa di bantah.
"Aku cemburu jika ada wanita lain yang memperbaiki penampilanmu." kataku, dengan suara pelan dan ku tundukkan kepalaku.
Dasar Dimas tidak peka. Aku mengumpatnya di dalam hati.
"Hahaha! Jadi itulah masalahnya. Kalau begitu Carikan sekertaris pria untukku Leo. Aku tidak ingin wanita ini cemburu. Aku kapok membuatnya marah, tak ingin dia pergi lagi meninggalkanku!" Kata Dimas pada Leo. Aku melirik Leo mengulum senyumnya dan menutupi bibirnya dengan tangan.
"Baik tuan!" jawab Leo patuh.
Sementara aku merasa sebal karena Dimas terus meledekku.
Saat lift terbuka, Dimas menggandeng tanganku dan kami keluar bersama meninggalkan asisten Leo di belakang.
"Sayang, setelah itu keruanganku ya." kata Dimas, lalu masuk ke dalam ruangannya. Asisten leo juga masuk ke dalam ruangannya.
Aku mengangguk dan mengambil buku agenda di dalam tasku. Kemudian masuk ke dalam ruangannya.
Dimas menggantungkan jasnya di gantungan biasanya. Dan duduk di balik meja, aku menghidupkan komputer di mejanya. Lalu mengambil pengharum ruangan dan menyemprotkannya. Mengisi air minum ke dalam gelasnya, lalu menutupnya agar tidak kemasukan debu.
"Hari ini, jam 10 nanti ada rapat bulanan dengan para kepala divisi. Lalu jam 1 ada makan siang bersama Nona Lisa dan keluarganya di restoran Flour untuk membahas rencana pernikahan kalian." aku berhenti sejenak membaca agenda itu. Hatiku kembali sakit ketika mengetahui Dimas akan menikah dengan sahabatku Lisa. Aku menelan ludah dengan susah payah agar bisa melanjutkan perkataanku.
"Sayang,-" Dimas akan mengatakan sesuatu, tapi aku melanjutkan kembali.
"Lalu nanti malam jam 8 ada undangan makan malam dari tuan River, di hotel Golden Rose. Acara ulang tahun pernikahannya yang ke 10 tahun." lanjutku. Dengan suara gemetar. Lalu menutup buku agenda di tanganku. Aku tidak bisa menutupi rasa sakitku ketika mengetahui Dimas akan menikah dengan Lisa.
"Sudah tuan! Saya permisi." Karena kecewa dengan Dimas. Aku merubah kembali panggilanku.
"Sayang! tolong jangan keluar dulu!" Dimas menahanku dengan suara permintaanya, saat aku akan keluar dari ruangannya. Tubuhku membeku menatap pintu di depanku.
Aku menghela nafas kasar dan menutup mataku untuk meredam emosiku. Airmataku kembali terjatuh tanpa komando.
Aku merasakan tangan Dimas melingkar di perutku. Ia mengecup leherku dan memutar tubuhku, hingga menghadapnya.
"Duduk sini. Aku akan jelaskan semuanya. Jangan biarkan kesalah pahaman kembali menghancurkan hubungan kita." kata Dimas. Ia menuntunku dan mendudukan ku di atas sofa. Aku seperti manekin hanya mengikuti bimbingannya.
"Tatap mataku Anna."
Aku menatap matanya dengan mata basah. Ia mengusap airmataku dengan jemarinya dan mengecup keningku.
"Aku bersalah padamu dan Yessa, tega menceraikanmu karena kesalah pahaman, di saat kondisi mu sedang hamil. Selama ini aku selalu mencari keberadaan mu Anna. Saat ini aku sudah menemukan kalian, dan tidak akan pernah membiarkan kalian pergi lagi dari hidupku."
Aku diam. Sengaja membiarkan Dimas menyelesaikan ucapannya, tanpa mau menyela.
"Anna! Nanti kamu ikut denganku untuk bertemu Lisa dan orang tuanya. Aku akan mengatakan pada mereka, jika aku akan membatalkan rencana pernikahan kami."
Aku masih diam. Otakku tidak bisa berpikir saat ini. Aku masih bertanya-tanya, kenapa Dimas akan menikah dengan Lisa.
"Kenapa kalian memutuskan untuk menikah?" akhirnya pertanyaan itu terucap dari lisanku.
"Aku terpaksa!"
"Kenapa?"
"Lisa mengatakan jika dia hamil anakku."
JEDER!!!
Pengakuan Dimas seperti petir menyambar di siang bolong. Hal itu kembali mengikis kepercayaan ku. Cintaku kembali di uji, hatiku sangat sakit mendengarnya.
Lagi-lagi airmataku keluar tanpa komando, aku meremas dadaku yang sesak.
"Sayang, percaya padaku. Aku melakukan ini karena terpaksa!"
Aku menggelengkan kepalaku! Rasanya tak sanggup jika aku harus berbagi Dimas dengan wanita lain meskipun dia sahabatku.
Aku menangis meraung karena tak sanggup lagi menahannya. Hatiku benar-benar sakit.
Haaaa
Haaaa
Aku berteriak sekencang-kencangnya berharap sesak di dadaku menghilang.
Dimas memelukku, tapi aku memberontak. Sepertinya aku tidak bisa membersamai Dimas lagi.
Tenagaku kalah dengan tenaga Dimas, hingga aku membiarkannya memelukku. Aku meluapkan semua tangisanku di dalam pelukannya. Dimas memelukku juga ikut menangis. Dia hanya diam tak mengatakan apapun, membiarkan tubuhnya jadi sasaran amukanku.
Aku menangis histeris di dalam pelukannya memukul, dan mencakar tubuhnya. Tapi dia menerimanya.
Ya Tuhan! Ini sangat sakit rasanya. Kataku dalam hati.
Setelah beberapa saat, aku sudah sedikit lebih tenang. Hanya menyisakan sesenggukan, Dimas mulai meregangkan pelukannya dan menghapus airmataku.
"Dengarkan dulu penjelasan ku sayang! Aku belum selesai bicara!" kata Dimas, dengan nada lembut.
"Aku terpaksa melakukan hal ini, karena aku merasa tidak pernah tidur dengannya. Beberapa bulan lalu, dia mengajakku pergi ke pesta ulang tahun temannya. Entah bagaimana ceritanya, pagi hari aku bangun sudah berada di apartemennya dalam keadaan telanjang, dan di sebelahku Lissa juga telanjang. Tapi sumpah, aku tidak mengingat melakukan hubungan badan dengannya. Kau tau aku kan, meskipun dalam keadaan mabuk parah, aku selalu bisa mengingat apa yang aku lakukan semalaman. Bahkan dulu, berkali-kali kita bercinta dalam kondisi aku mabuk berat. Tapi paginya aku selalu bisa mengingat bagaimana permainan kita semalam." jelas Dimas. Aku mulai bisa mencerna apa yang akan Dimas katakan.
Dan itu benar. Dimas memiliki ingatan yang kuat meskipun sedang mabuk.
"Maksudmu, Lisa menjebakmu?" tanyaku.
Dimas mengangguk. "Aku tidak pernah menidurinya. Aku yakin jika anak yang Lisa kandung bukanlah anakku. Aku hanya akan melakukannya bersamamu sayang."
"Sudah berapa bulan kandungannya?" tanyaku penasaran.
"4 bulan!" jawab Dimas.
"Lalu kapan kalian tidur bersama?" tanyaku lagi.
"Sayang, aku sudah katakan tidak melakukannya."
"Iya, maksudku. Kapan peristiwa itu terjadi?"
"Sekitar beberapa bulan lalu!"
"Yang jelas mas, kapan dan bulan apa?"
"Bulan july tanggal 29!"
Aku mengangguk paham. "Sekarang baru tanggal 11 Oktober, bagaimana bisa dia hamil 4 bulan jika kalian melakukannya bulan July."
"Aku juga merasakan kejanggalan. Aku tau karena aku waktu itu memaksa ikut saat dia akan memeriksakan kandungannya." jawab Dimas.
"Jadi, kenapa mas Dimas mau menikahinya?"
"Itu bukan pernikahan sungguhan. Aku sudah meminta Leo untuk mengaturnya. Leo akan berpura-pura mendaftarkan berkas pernikahan kami ke pengadilan agama."
"Lalu jika dia menuntut malam pertama?"
"Aku tidak akan melakukannya."
"Janji!" aku mengulurkan jari kelingkingku dan Dimas mengaitkan jari kelingkingnya.
"Janji sayang!"