Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
“Aku gak usah dirawat juga gak apa-apa, buar aku bisa ketemu anakku di surga!” katanya.
Sejak terjatuh di tangga setahun yang lalu, hingga terpaksa kehilangan bayinya, Shima tidak lagi merasakan semangat dalam menjalani hidupnya. Semangatnya seolah mati padahal dia masih muda.
Tanggapan dingin Shima membuat Regan memalingkan muka untuk menyembunyikan rasa prihatinnya. Temannya itu terlihat bagai raga tanpa nyawa. Jelas sekali dia enggan hidup, tapi mati pun belum waktunya.
Dahulu, Shima dikenal sebagai anak yang ramah dan ceria, pintar, cantik dan juga kaya. Banyak teman laki-laki di sekolah menyukainya. Namun, sekarang dia berubah drastis setelah empat tahun menjalani pernikahannya.
Regan hanya tahu Shima sudah menikah, tapi dia tidak tahu siapa orang yang menjadi suaminya itu. Selama beberapa tahun kabar yang dia dengar tentang Shima, selalu tidak jelas. Di mana keberadaannya, dan bagaimana kehidupannya seolah menjadi misteri.
Namun, terakhir kali dia mulai mengerti mengapa Shima melakukan pernikahan secara diam-diam. Itu karena dia menikah dengan seorang pria, yang tidak bisa sembarangan disebut namanya begitu saja.
Para bangsawan dan para orang kaya itu kebanyakan menyembunyikan pernikahan mereka. Bahkan, banyak yang merahasiakan istrinya di hadapan publik. Semua terkait dengan keamanan dan juga privasi.
Dia sekarang sudah resmi menjadi seorang dokter spesialis penyakit dalam, dan tahu tentang pernikahan dan, siapa suami Shima, tapi tidak mengatakan apa-apa.
“Shima, pikirkan lagi kesehatanmu, Pak Wisra masih membutuhkanmu! Bagaimana kalau sakit kamu tambah parah?” katanya, masih berusaha membujuk Shima.
“Apa yang akan terjadi kalau aku gak mau di rawat?” tanya Shima lagi sambil melihat-lihat hasil biopsi organ pencernaan di tangannya.
“Jangan bertanya begitu, kamu harus di rawat, gak ada pilihan lain! Kamu harus operasi dan aku akan mengatur jadwalnya untukmu,” kata Regan bersikeras, dia tidak ingin Shima mendapatkan masalah lebih besar. Dia belum pantas untuk meninggal dunia sekarang juga.
Mereka baru bertemu kembali setahun yang lalu, saat Shima mengalami keguguran dan dirawat selama beberapa di sana. Regan tidak mau kalau harus berpisah lagi karena kematian. Dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi, mereka adalah teman. Selama masih bisa berusaha, maka Shima harus tetap hidup untuk waktu yang lebih lama.
“Aku bisa bertahan berapa lama kalau aku gak operasi?” Sima mengulang pertanyaannya.
“Paling cepat lima bulan, paling lama satu tahun! Jadi, rawat dirimu mulai besok di sini, agar aku bisa memantau kesehatanmu! Kalau kamu operasi dan kemoterapi, kamu bisa bertahan selama lima tahun lebih atau bisa benar-benar sembuh!”
“Dokter, kita ini manusia, bukan Tuhan! Apalagi kita punya agama, jadi kamu atau siapa pun itu, gak bisa memprediksi umur orang!”
“Aku tahu, ini hanya perkiraan saja berdasarkan penelitian sebelumnya, semuanya sangat ilmiah ... Shima, kita bisa lihat penyebarannya selama beberapa hari, makanya, kamu harus dirawat sekarang!”
Shima mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, sambil memikirkan hidupnya. Keluarganya sudah bangkrut, ayahnya koma dan ibunya sudah tiada, apalagi pernikahannya berada di ujung tanduk. Kalau dia setuju untuk bercerai beberapa waktu yang lalu, maka antara dirinya dan Deril sudah tidak punya hubungan apa pun lagi.
Tidak ada yang bisa dia pertahankan bukan? Jadi, untuk apa operasi, sepertinya akan lebih baik kalau mati.
Sejak kehadiran Karina, dia seperti kehilangan haknya sebagai istri. Shima merasa dikucilkan di keluarga Deril. Seolah-olah menantu keluarga itu hanya Karina seorang.
Bahkan, Deril mengizinkan wanita itu mengambil semua barang Shima. Sepatu, pakaian, perhiasan dan barang-barang lain, yang pernah diberikan Deril, menjadi milik Karina.
Jadi, bisa dibilang Shima sekarang hanyalah seorang gadis miskin yang terbuang dari komunitasnya. Dia harus berhemat dari sisa uang peninggalan ibunya. Ada juga uang hasil penjualan saham perusahaan Wisra. Namun, sekarang uangnya sudah hampir habis.
Deril bersalah atas semuanya, dia penyebabnya. Kalau bukan karena pilih kasih pada Karina, maka Shima masih mau bertahan menjadi istrinya.
Kebahagiaan, kekayaan dan kedudukannya sebagai menantu keluarga Deril, seolah hilang begitu saja. Pria itu juga yang menyebabkan Tuhan mengambil nyawa anaknya.
Kalau bukan karena Deril lebih memilih untuk menuruti permintaan Karina, mungkin anaknya sekarang masih hidup.
“Sepertinya itu gak perlu! Lagian aku gak akan tahan kalau harus kemoterapi!” kata Shima pada akhirnya, keputusan untuk mengakhiri hidup secara perlahan dan sadar, sudah diambilnya.
“Apa maksudmu, Shima? Kamu mau membiarkan hidupmu digerogoti penyakit ini?”
Sima meraba perutnya dan tersenyum miris, kini cinta dan anaknya sudah pergi, dia sudah tidak punya apa-apa lagi. Satu-satunya orang yang dekat dengannya juga dalam keadaan vegetatif. Dia hampir tidak punya harapan lagi.
“Aku gak mau operasi! Jadi, kamu gak usah repot-repot mengatur jadwal untukku, oh ya, tolong, rahasiakan soal penyakitku ini pada siapa pun juga, oke?”
“Shima, apa kamu yakin? Sebaiknya bertahanlah demi orang yang kamu cintai!” Regan bertanya dengan wajah memelas. Dia kasihan pada Shima. Dia tahu bagaimana rasa sakitnya penyakit itu saat menyerang organ tubuh manusia.
Orang yang dia cintai? Deril sudah tidak mencintainya lagi.
“Atau apa karena uang? Kalau siao itu kamu gak usah khawatir aku bisa menanganinya untuk kamu!” kata Regan lagi.
“Bukan! Aku sudah nggak punya harapan untuk tetap bertahan, Regan! Ayahku gak bisa sembuh, lagi pula aku memang ingin mati! Regan, sekarang hidupku sudah seperti ini. Jadi, aku bisa berbuat sesuatu yang terbaik untuk diriku sendiri!”
“Bolehkah aku tahu sesuatu Shima?”
“Apa?”
“Ke mana suamimu?”
Tiba-tiba Regan ingin mengetahui kehidupan rumah tangga Shima, karena dia tidak pernah melihat suami temannya itu datang ke rumah sakit atau menemani istrinya. Dia merasa kasihan sebab ejak pertama kali sakit dan menjalani beberapa tes kesehatan, wanita itu selalu sendiri.
Seandainya Shima tetap tidak mau operasi, maka Regan akan menemaninya dan berbuat yang terbaik sebelum kematiannya.
“Jangan tanyakan soal dia! Suamiku bukan masalah yang harus kita bahas di sini, sekarang aku sudah bercerai darinya,” kata Shima sambil tersenyum tipis dan memainkan ujung jilbabnya.
Regan terperangah dan bertanya, “Apa-apaan kamu ini, kamu sungguh-sungguh mau bercerai dari Deril Pratama? Shima ... apakah kamu bahagia hidup dengan orang seperti dia?”
Shima terdiam sejenak sambil menatap Regan dengan tatapan penuh arti. Saat masih SMA, pria itu pernah menyukainya, bagaimana kalau sekarang?
Rasanya tidak mungkin kalau dia ...
“Maafkan aku, Dokter! Dulu aku bahagia, tapi ada perempuan lain yang sekarang mendampingi dia! Jadi, sekarang aku menyerah!”
Regan terdiam, menurut pengetahuannya, keluarga besar Deril adalah orang yang memiliki prinsip kesetiaan demi martabat keluarga. Namun, yang dikatakan Shima seperti membantah paradigma tersebut.
“Shima, aku bisa membantu meringankan bebanmu kalau kamu percaya padaku!”
Shima bisa saja menceritakan semuanya tentang pernikahannya dengan Deril pada Regan. Pria itu bisa dipercaya. Namun, kisah rumah tangganya biarlah dia saja yang menyimpannya.
Dahulu, saat Shima dan Deril menikah, mereka memang sengaja tidak mengumumkan pernikahannya, karena keinginan itu datang secara tiba-tiba.
Deril secara mendadak melamarnya pada Wisra, setelah kedua orang tuanya setuju, mereka pun langsung melangsungkan pernikahan di kantor urusan agama. Tidak ada pesta tidak ada pemberitahuan apa-apa.
Sementara yang menyaksikan pernikahan itu hanya orang terdekat mereka saja. Selesai menikah, Deril langsung membawa Shima ke luar negeri untuk mengurus perusahaannya.
Mau sekalian bulan madu, katanya. Sebelum pergi, Deril ingin agar wanita yang dia cintai sudah terikat dengan janji suci. Ya, mereka sama-sama saling mencintai.
Sepasang pengantin baru itu pergi selama dua bulan. Begitu kembali, Deril kembali sibuk dengan pekerjaan. Sampai sekarang mereka tidak pernah membicarakan tentang pesta pernikahan.
Selain itu, hal yang mengerikan terjadi, tepat setahun setelah kepulangan Deril. Martha, ibunya Shima, meninggal dunia karena penyakit dan usianya yang telah lanjut.
Setahun kemudian perusahaan keluarga Wisra terbakar hingga hancur. Kejadian demi kejadian dialami Shima secara beruntun hingga yang terakhir keluarganya dinyatakan bangkrut.
Kekayaannya yang tersisa memang banyak, tapi lambat laun habis juga digunakan untuk biaya pengobatan ayahnya. Wisra mengalami syok berat hingga depresi dan sering jatuh pingsan. Oleh karena itu, dia mengalami pendarahan otak dan koma sampai sekarang.
“Maafkan aku, Regan! Kamu sudah punya banyak tugas menyembuhkan orang setiap hari, aku gak layak menambah beban kamu lagi!” kata Shima, sambil memasukkan hasil biopsi ke dalam tasnya.
“Aku gak akan maksa kamu buat cerita, aku hanya mau kamu bahagia, Shima!”
aku cuma bisa 1 bab sehari😭