Seorang gadis yang selalu mengeluh tentang hidupnya yang membosankan tiba-tiba saja di transmigrasi ke sebuah dunia antah berantah, menguak rahasia besar yang selama ini ia lupakan.
Penyerangan yang tiba-tiba membuat dirinya mau tidak mau harus meninggalkan seseorang yang menarik perhatiannya saat ia tiba.
Akankah gadis itu berhasil menguak identitas yang ia lupakan? Bisakah takdir mereka menyatu kembali? Apakah benang merah mereka mengkhianati mereka?
⚠️Perubahan pov akan terjadi untuk mendukung cerita, harap teliti agar tidak terlewat dan bingung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iyan al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Baru
Sore hari ini Alin sudah berniat menyibukkan diri dengan memperbaiki rumah reyot yang ia tinggali. Namun, lagi-lagi dewi Fortuna sedang tidak berada di pihaknya karena hujan turun dengan tiba-tiba, membuat dirinya terjebak kedinginan di salah satu gua batu bersama dengan pemuda tadi.
Matanya memindai gua batu yang dengan teliti, batuan di gua sangatlah padat namun bagaimana bisa seorang manusia menggalinya? Tangannya meraba permukaan gua dengan hati-hati seakan takut membuat gua itu roboh.
Tiba-tiba saja Alin teringat dengan pemuda bersamanya sedari-tadi, pemuda itu duduk meringkuk sambil memeluk dirinya sendiri, tubuhnya gemetar menahan kedinginan membuat Alin merasa sedikit kasihan juga khawatir.
"Kemari, duduk disini." Perintah Alin sambil menepuk batu yang berukuran sepinggangnya, pemuda itu menuruti perintah gadis itu dan berusaha naik keatas batu.
Alin menyuruh pemuda itu untuk melepaskan bajunya dan memberikan jubah luarnya itu untuk menutupi tubuhnya, dengan cekatan Alin mengeluarkan api dari tangannya untuk menghangatkan tubuh pemuda itu.
"Ada tulisan di batu ini." Ucap pemuda itu setelah api menyala, pemuda itu pun turun dari batu dan berusaha membaca tulisan di batu tersebut.
"Wah ini cerita tentang sang Putri legenda, apakah aku boleh membawanya?" Tanya pemuda dengan antusias, binar matanya dan nada bicaranya tidak berbohong membuat Alin merasa gemas.
"Tidak boleh, bagaimana jika pemilik batu ini mencarinya nanti? Omong-omong aku tidak tahu siapa nama mu."
"Maafkan kelancanganku, perkenalkan namaku Chyou tapi.. eum aku tidak.. tahu namamu."
"Haha kau benar, baiklah kau bisa panggil aku-"
Ucapan Alin terputus saat melihat kalimat yang terukir dibatu tersebut, matanya terbelalak dengan mulut terbuka karena tidak menduga dirinya akan diberi kejutan seperti ini.
"Baobei, ya panggil aku Baobei." Ucapnya setelah menetralkan rasa terkejutnya, pemuda itu tidak kalah terkejut saat Alin menyebutkan nama samarannya.
"Baobei? ti-tidakkah itu... anu."
Pemuda itu menunduk guna menyembunyikan wajahnya yang sudah dipenuhi warna merah merona, malu dengan perkataan Alin.
"Aku hanya bercanda, panggil aku Lian, baiklah karena hujan sudah berhenti kita harus bergegas kembali karena mentari sudah terbenam, akan ada banyak makhluk buas jika kita masih mengulur waktu."
Alin membantu pemuda itu untuk turun dari batu lalu berjalan mendahului Chyou guna membuka jalan untuk Chyou. Sebenarnya itu tidak diperlukan karena makhluk buas yang dibicarakan oleh Alin tidak akan berani bahkan untuk menunjukkan ujung kukunya.
"Kau masuklah, aku ada urusan sebentar."
Chyou yang penurut selalu melaksanakan perintah dari Alin tanpa membantah meskipun gurat kekhawatiran tergurat jelas di wajahnya, Chyou masuk kedalam rumah dan menutup pintu sesuai dengan rapat.
Setelah memastikan Chyou aman, Alin kembali masuk ke dalam hutan untuk mengambil daun yang dibutuhkan untuk membuat atap, dirinya bahkan mengumpulkan begitu banyak tanaman langka di sepanjang jalan.
"Sistem, bisa kau jelaskan apa maksud dari semua ini?"
Hologram berwarna biru kembali muncul disampingnya.
"Itu kesalahanku karena memanggilmu kembali, aku akan mengirimmu kembali jika kau ingin."
"Tidak perlu, aku tertarik dengan pemuda itu. Tapi kenapa orang semanis dirinya ada di hutan ini? Ceritakan tentang dia."
"Seperti yang kau tahu nama pemuda itu adalah Chyou."
14 tahun yang lalu, tepatnya saat malam hari ada sepasang pasangan kultivator membawa bayinya di tengah badai, keduanya terlihat sangat lemah dengan pakaian lusuh yang menempel di badannya. Keduanya berusaha keras untuk melindungi seorang bayi lemah yang berada di pelukan sang istri.
Setelah lama berjalan keduanya pun melihat sebuah perkampungan, binar mata sepasang kultivator itu kembali, secercah harapan muncul di hati keduanya saat melihat ada asap yang membumbung dari corong asap. Dengan penuh harap keduanya berjalan dengan semangat kesalah satu rumah penduduk.
Kedatangan sepasang kultivator berserta bayi itu diterima dengan baik oleh sang pemilik rumah, ketiganya tinggal di desa sampai sang anak berumur 5 tahun. Sang anak tumbuh dengan ceria dan juga periang, pribadinya yang ramah membuat warga desa merasa gemas dengan tingkahnya.
Ditahun ke-6 ada bandit-bandit pegunungan yang datang ke desa, membantai seluruh warga desa, darah mengalir bagai sungai yang berada di gunung, mayat bergelimpangan dimana-mana disertai erangan dan bau anyir yang amat menyengat.
Erangan lirih terdengar diantara tumpukan mayat itu, mata mungil itu mengerjap dan meneteskan air matanya saat melihat sang ibu dan ayahnya terbaring tak sadarkan diri sambil memeluk tubuhnya.
Anak kecil yang mungil itu bangkit dan berjalan dengan lemah, mencari orang-orang yang mungkin saja masih bisa terselamatkan. Rumah-rumah penduduk banyak yang hancur, api yang menjalar membakar habis setengah desa.
Binar mata anak kecil itu terlihat padam, bahunya meluruh tanpa tenaga, bibir pucatnya berusaha untuk tersenyum setipis yang ia bisa. Namun itu semua tidak bertahan lama, air mata yang sudah lama ia tahan akhirnya meluruh membasahi wajahnya.
Pundak mungilnya bergetar menahan tangis, masa mudanya terhias kisah tragis yang membutuhkan waktu lama untuk menenangkan jiwanya yang terguncang. Kaki mungilnya melangkah dengan terseok-seok keluar desa.
Perjalanan panjang yang tak menentu ditempuh oleh anak kecil yang bernama Chyou, diusiannya yang masih sangat belia, Chyou harus meninggalkan desa yang sudah terbakar dan ortuanya, pergi seorang diri ketempat yang lebih aman.
Berhari-hari mengembara tanpa tujuan Chyou akhirnya sampai di ibukota, namun dirinya tidak sadarkan diri saat berjalan ke gerbang masuk membuat prajurit yang bertugas menjaga gerbang membantunya dan mengirimnya tinggal di sebuah panti sosial.
Hidup di tempat asing yang dipenuhi orang asing membuat Chyou yang riang dan ceria menjadi pendiam dan suka mengurung diri, terlebih sang pemilik panti kadang kala berbuat kekerasan pada anak-anak yang hidup di bawah naungannya.
Suatu hari setelah kunjungan rutin walikota ke panti, Chyou mencuri dengar percakapan antara pemilik panti dengan beberapa orang asing, dirinya tidak banyak mengerti namun ia paham jika ia akan di jual ke orang asing itu.
Malamnya Chyou melarikan diri dari panti dan pergi mengembara seorang diri kearah hutan. Hutan itu sangat indah, ada banyak daun dengan ragam warna menghiasi pandangannya, buah-buahan yang segar melimpah dihutan tersebut.
Chyou terus berjalan menapaki jalur setapak yang sepertinya biasa di lewati, di sepanjang perjalanan binar matanya yang meredup perlahan kembali, senyuman yang biasanya tidak hadir kembali terukir.
Tidak lama setelahnya Chyou sampai rumah yang berada di tengah-tengah hutan, rumah itu dikelilingi oleh tanaman bunga yang sangat cantik. Di depan rumah itu ada pohon cendana dengan bunga yang bermekaran.
Chyou memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah untuk meminta pertolongan dan tempat singgah namun belum sempat tangannya mengetuk pintu, pintu itu terbuka sendiri menampilkan ruangan yang luas dengan sedikit barang didalamnya.
Baru saja kakinya hendak melangkah, namun sekumpulan bandit tiba-tiba datang membuat Chyou kecil masuk dengan tergesa dan menyembunyikan diri belakang tempat tidur. Para bandit itu masuk kedalam rumah dan mengobrak-abrik rumah tersebut hingga rumah yang rapi itu menjadi sangat berantakan.
Beruntung saja pemimpin bandit itu menyuruh anak buahnya untuk segera mengambil barang berharga yang tersisa di rumahmu. Pada detik berikutnya para bandit itu sudah pergi dan Chyou menghela nafas lega karena merasa aman.
"Selama itu pula Chyou tinggal dirumahmu, membersihkan rumah dan menunggumu kembali." Ucap sistem yang setelahnya terdengar seperti kehabisan napas.
"Sungguh pemuda yang malang baiklah sudah aku putuskan untuk membantunya. Tolong atur data palsuku dan untuk hutang akan segeraku lunaskan." Ucap Alin sambil memasukan kayu ke kantongnya, sedangkan sisanya ia bawa menggunakan tangannya.
Alin sudah kembali ke rumah, kedua tangannya penuh dengan kayu cendana dan daun dari pohon rumbia yang ia temui di sepanjang perjalanan, dengan peralatan yang ada Alin mulai merakit ulang rumahnya.
"Nona Lian sudah kembali.. Bi-biarkan aku membantu."
Chyou dengan riang berjalan mendekat kearah tumpukan daun rumbia dan duduk di salah satu batu tinggi yang ada di belakang Alin, dengan lihai tangannya mengatur daun-daun itu untuk dijadikan atap.
Berbeda dengan Chyou, Alin hanya terdiam mematung sambil melihat ke arah rumahnya yang sudah terlihat sangat jelek. Dengan sentilan jarinya rumah itu langsung rata dengan tanah membuat bunyi "brak" yang sangat kencang, hingga burung-burung pergi menjauh ratusan meter darinya.
Angin topan kecil dengan cepat mengambil kayu-kayu rapuh yang sudah lapuk itu dan menyimpannya tidak jauh dari tempat Alin. Alin memejamkan matanya dan membayangkan model rumah yang ia sukai.
"Chyou kau suka rumah yang seperti apa? Memiliki teras yang luas atau memiliki danau?" Tanya Alin sambil menyerahkan dua lembar kertas yang entah bagaimana sudah tergambar model rumah yang ia inginkan.
"Eum.. Aku suka keduanya, tidak bisa memilih."
Chyou mengatakannya sambil menunduk malu, tidak berani menatap mata Alin.
"Baiklah."
Setelah mengatakan hal itu, Alin memejamkan matanya dan memerintahkan sistem untuk membangun rumah yang disukai Chyou.
Pada menit pertama tidak terjadi apa-apa, namun pada menit ke sepuluh tanah disekitarnya mulai membentuk cekungan yang lumayan dalam. Alin memeluk pinggang Chyou dan terbang ke atas salah satu dahan pohon cendana.
Chyou memperhatikan proses pembuatan rumah yang unik nyaris mustahil itu dengan antusias, matanya membinar dengan sangat indah dengan kata 'wah' 'menakjubkan' yang tidak pernah berhenti keluar dari bibirnya.
Danau sudah terisi dengan air jernih bahkan beberapa teratai mulai bermunculan dengan bunga yang sudah mekar, wangi segar nan harum langsung saja tercium ditempat mereka berdiri.
Kayu-kayu yang awalnya masih berserakan mulai bergerak dan menempel dengan kuat satu sama lain, saling melengkapi tanpa perlu bantuan tangan manusia. Ukiran yang sangat indah terukir di dekat atap sebagai hiasan rumah.
Dengan sentuhan terakhir, atap yang sudah dibuat oleh Chyou terpasang dengan rapih menutup lubang terakhir dengan sempurna. Alin kembali memeluk pinggang Chyou dan membawanya untuk turun ke teras rumah lantas membiarkan Chyou berjalan dan mengagumi rumah barunya.
Rasa bangga tiba-tiba saja muncul di dada Alin, senang karena bisa membuat pemuda manis itu tersenyum bahagia. Alin memetik biji teratai bersama tangkainya dan duduk di pembatas jembatan dengan santai.
"Peringatan! Hutang bertambah! Hutang bertambah menjadi delapan juta delapan ratus delapan puluh sembilan miliyar daun emas! tidak bisa dibayar dengan poin ultimate!"
Tangannya dengan lihai mengupas biji-biji itu dan memakannya tak lupa juga ia menyisakan untuk Chyou- Total mengabaikan peringatan dari sistem.
"Bagaimana? Kau suka rumahnya?" Tanya Alin saat melihat Chyou berlarian dengan gembira di depan rumah. Setelah menyadari jika ada orang lain yang bersamanya, Chyou terdiam membeku dan menoleh kearah Alin dengan canggung.
Chyou berjalan mendekat kearah Alin dan mengelus tangannya sendiri dengan canggung, lalu duduk di hadapan Alin dengan sopan.
"Kau suka rumahnya? Makan ini, rasanya manis kau pasti akan suka." Ulang Alin sambil memberi biji teratai yang sudah ia kupas untuk Chyou.
"...Eum." Chyou mengangguk dan menyuapkan biji teratai itu ke mulutnya, matanya terbelalak dan senyuman terukir diwajahnya.
"Aku menyukainya, rumah ini terasa sangat luas dan indah, dan aku menyukai kolamnya, airnya sangat dingin Alin kau harus mencoba untuk merendam kakimu ke danau, itu bisa membantumu untuk merasa santai, Oh ini sangat manis, aku sangat suka!" Lanjutnya sambil melanjutkan makanannya. Alin tersenyum puas dan menganggukkan kepalanya.
"Benar, sangat manis." Ucapnya sambil menatap Chyou.
Matahari sudah pamit meninggalkan singgasananya, menghias langit dengan cahaya orange yang memantul di air danau, seakan senang atas apa yang terjadi hari ini.
mampir dinovelku Mati Rasa ya gaess, sukses trs thor 😍
alin itu ian kan? aduh.. gk salah inget kan akunya