Unblessed Story
Suara seruling terdengar sangat merdu dari sebuah ponsel yang tergeletak tak berdaya di karpet merah, menemani seorang gadis yang sedang tidak melakukan apa-apa di malam hari.
Gadis itu hanya duduk di depan jendela sambil mendengar suara suling dengan mata yang terpejam, bahkan ia mengabaikan kacamata bulat yang merosot dari hidungnya. Kedua kakinya lurus di atas meja, sedangkan tangannya bersedekap dengan kepala menunduk hingga tak sedikit rambutnya yang tidak tersanggul berjatuhan menutupi wajahnya.
Sementara itu laptopnya menyala di atas meja menampilkan potret tiga orang manusia yang berteduh di bawah halte, seorang perempuan yang memegang payung berdiri di belakang kedua pemuda yang tersenyum padanya.
Tiba-tiba saja terdengar suara 'brak' yang sangat kencang dan pintu kamar yang tertutup rapat itu secara tiba-tiba terbuka hingga membuat gadis itu tersentak bangun dari tidurnya dan jatuh dari kursi.
"Apa? Kenapa? Ada apa? Sialan pintuku!"
Gadis itu berteriak kesal saat melihat pintu kamarnya terbaring di lantai, ia langsung berdiri dan melemparkan kotak pensil yang berada di sampingnya ke arah pelaku.
"Kecelakaan kecil, aku tidak sengaja."
Pemuda yang menjadi penyebab utama runtuhnya pintu itu menjawab dengan santai sambil menangkap kotak pensil yang melayang kearahnya, seakan tidak melakukan sesuatu sebelumnya.
Tanpa permisi, pemuda itu menyankan tubuhnya di atas kasur, memindai kamar yang terlihat sangat berantakan. Baju yang berhamburan tidak tau mana yang bersih dan yang kotor, bungkus makanan yang tersebar di seluruh penjuru kamar, belum lagi kotak-kotak besar yang tersimpan di tengah-tengah ruangan, hanya menyisakan meja belajar dan kasur yang sedikit terlihat layak.
"Omong-omong, Alin apa kau tidak membersihkan kamarmu lagi?"
"Aku tinggal sendiri, tidak perlu merepotkan diri untuk bersih-bersih."
Alin menjawab asal sambil mematikan musik yang ia putar di ponselnya setelah itu ia merenggangkan tubuh dan menjatuhkan tubuhnya di kursi menghadap pemuda itu.
"Omong-omong untuk apa kau kemari, Seka? Tidak sepatutnya seorang remaja lelaki masuk ke rumah seorang gadis." Sarkas Alin.
"Berdisko! Ya sudah pasti untuk mengantarkanmu makan malam. Bunda tadi sempat pulang dan memasak banyak makanan, membangunkanku yang sedang sibuk kencan dengan pacarku untuk mengatarkan makanan padamu. Aku sudah menyiapkan makanannya di meja, bangunkan aku jika kau sudah selesai makan, aku harus membawa tempat makan yang kosong sebagai bukti. Padahal sedikit lagi aku melihat wajah pacarku, kalian harus bertanggung jawab."
Setelah mengatakan itu, Seka menutup tubuhnya menggunakan jaket yang ia pakai, masih terdengar suara dumalannya lalu berganti hening, Alin hanya bisa menggelengkan kepala melihatnya.
"Dikiranya apart-ku ini tempat penginapan."
Suasana menjadi hening, Alin mendekat untuk memastikan jika Seka tidur dengan nyenyak, ia membenarkan jaket Seka yang menutupi setengah wajahnya itu lalu bergegas mendirikan pintunya yang masih tergeletak tak berdaya.
Sepanjang jalan ke dapur, Alin asik bergumam, kadang kala ia melompat kecil dan meringis kala kakinya menendang sebuah balok kayu yang dengan iseng ia tempelkan.
"Aku mencintai hidupku, aku mencintai diriku, aku menyayangi semua yang aku kenal namun jika Xie Lian ge datang untuk memintaku menjadi pengantin untuk menangkap general Xuan Ji aku akan pergi! jika Xie Lian ge datang dan memintaku untuk merenovasi kuil-nya aku akan ikut dengannya! ji-"
"Jika Wei Wuxian memintamu untuk menjadi jendral hantu keduanya, kau akan pergi. Jika Wei Wei Wuxian datang dan memintamu untuk memakan makanan buatannya kau akan makan. Hei sadar diri, mereka tidak akan mendatangimu mereka hanya tokoh fiksi. berhenti bicara dan makan saja, aku ingin tidur dengan tenang." Potong Seka sambil melempar sendok ke kepala Alin yang entah darimana datangnya.
Alin kembali menggerutu kesal sambil memegang sendok yang mendarat dengan mulus di kepalanya.
"Lihat dia, ini rumahku, kediamanku, namun dia yang berkuasa ini tidak adil, kan. Aries." gumamnya lagi sambil melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.
Sesampainya di ruang makan, Alin mendudukkan dirinya di salah satu bangku. Kedua tangannya terangkat dan menopang wajahnya, menatap makanan dengan malas, tidak ada niat baginya untuk menyentuh makanan yang masih hangat itu, asap yang keluar seakan memanggilnya namun ia abai.
Kembali melamun, mengidarkan tatapannya ke sekitar yang terlihat gelap, mata Alin yang sensitif menjadi sebab dari kegelapan itu, makanya ia hanya menyalakan lampu-lampu kecil yang berada di tiap pojok ruangan untuk membuat matanya nyaman meski apartemennya terlihat temaram dan cukup dingin.
Apartemen yang terlihat luas itu menjadi semakin luas karena sedikitnya barang yang bisa masuk kedalamnya, ruang tamu yang hanya diisi oleh sebuah meja yang diatasnya ada sebuah pot bunga, sofa dan juga tv yang menggantung di tembok.
Tidak jauh beda dengan dapurnya, hanya tempati kulkas dan meja makan, satu kompor, satu panci dan satu dispenser, peralatan makan hanya ada satu set.
Alin tertawa kecil, "ah, malangnya."
Setelah itu, ia memaksakan dirinya untuk memakan makanan yang sudah dibuat oleh bundanya Seka. Alin makan dalam diam, sangat tenang dan pelan.
Sekitar lima belas menit kemudian, Seka datang dari kamar sambil membawa jaketnya, mukanya tertekuk masam, terlihat sangat mengantuk namun harus pulang ke rumah secepatnya.
"Kamu lama banget makannya."
Seka menelungkupkan wajahnya diatas meja makan, menatap Alin yang asik memakan tempura.
"Makanan yang enak harus dinikmati, untuk apa buru-buru." Jawab Alin.
"Supaya aku cepat pulang!"
Seka menyerobot kesal, tangannya dengan cepat mengambil salah satu tempura yang ada di depannya.
"Oh iya juga."
"Kakakmu menitipkan pesan padaku, 'selamat ulang tahun, semoga hari-harimu dipenuhi kebahagiaan, semoga tahun ini kamu tersenyum lebih banyak, semoga tahun ini kamu masih ingin menyusahkanku, dan jika aku boleh egois semoga tahun ini kamu mau pulang, sekali saja aku mohon tolong bolehkan aku melihatmu. tolong kirimkan pesan padaku, aku rindu' Begitu katanya, dia juga membawa sebuah kado, tadi aku buru-buru jadi tidak sempat membawanya."
Pesan yang dibawakan Seka membuat Alin mematung, gerakan mengangguk ia jadikan jawaban, sambil mendengar ocehan Seka tentang ini dan itu, yang sama sekali tidak di indahkan Alin.
Sudah satu jam setelah kepergian Seka, Alin masih duduk di tempat yang sama, menatap tv yang ia setel saat bersama Seka tadi. Wajahnya yang terlihat datar tanpa emosi itu menampilkan sedikit rasa putus asa, membendung lautan rasa sakit yang sampai sekarang belum juga mendapatkan sedikit pelampiasan.
Alin memijat keningnya, berusaha mengenyahkan pening yang tiba-tiba mendera, sambil menidurkan kepalanya di senderan sofa, Alin menghela nafas sangat panjang dan berat, kembali mengingat masa lalu yang sampai sekarang masih ia usahakan untuk melupakannya.
"Ah sudahlah, apa yang ku pikirkan ini." omelnya pada diri sendiri saat menyadari keadaannya yang kembali kacau.
ia membuka kopi kaleng dan beberapa cemilan yang ada di atas meja, semua makanan itu sebenarnya milik Seka, pemuda itu selalu membawa sesuatu saat berkunjung, entah itu makanan, komik, maupun nendoroid yang sampai saat ini menjadi penghuni di lemari.
"Sebenarnya apa motivasi mereka menayangkan film-film seperti ini? bukankah lebih baik menyiarkan anime atau vtuber daripada tentang perceraian dan orang ketiga yang entah apa maksudnya, membosankan."
Film berganti-ganti menuruti sinyal yang dipancarkan remote, potongan suara dari adegan-adegan memenuhi ruangan.
"Argh bagaimana aku akan melanjutkan hidupku jika seperti ini."
Alin merengek sambil berguling di sofa, merasa bosan karena tidak ada tontonan yang berhasil membuatnya terhibur. Ia terus berguling-guling hingga tanpa sadar ia sudah berada di ujung sofa, tak lama kemudian terdengar suara yang cukup kencang diiringi dengan suara ringisan.
Alin mengelus pinggangnya yang terasa ngilu karena terhantuk meja, dengan pelan ia duduk ke sofa dan lanjut menonton sampai akhirnya suara berisik dari ponselnya membuat Alin kesal.
Dirinya terus berguling-guling hingga tidak menyadari jika dirinya sudah berada di ujung sofa, tidak lama setelahnya terdengar suara 'bruk' yang sangat kencang.
Ya, dirinya terjatuh dari sofa dan pinggangnya terhantuk meja. Itu sakit, atau mungkin sangat sakit bahkan setelah di lihat terdapat lebam di pinggangnya.
"Hiks... Sial sekali." gerutunya sambil menidurkan kepalanya di sofa, membiarkan TV tersebut menyala tanpa ada yang menonton.
☯
"Alin!"
Seorang pemuda yang sedari tadi menjadi pusat perhatian sejak turun dari podium memanggil Alin lumayan kencang, membuat Seka yang berdiri di samping Alin langsung menarik kerah Alin hingga gadis itu menjerit marah.
"Bajingan, jika aku mati kehabisan nafas aku bersumpah akan- Rayyan! Selamat tidur, dunia hahaha ayo sarapan bersamaku."
Raut mendung Alin berubah cerah saat melihat pemuda yang baru saja masuk ke aula, dengan gesit gadis itu melepaskan tangan Seka dan merangkul pemuda sedikit lebih pendek darinya, total mengabaikan rengekan pemuda yang ia rangkul maupun dua pemuda yang memanggilnya di belakang.
Meski kesenangannya terhenti karena Rayyan memaksa berhenti dan menampilkan raut wajahnya yang kesal.
"Semalam aku mengetik terbalik karena sudah mengantuk, kak. Maaf aku sudah sarapan bersama bunda, aku masih kenyang. Aku kesini ada perlu sama Kak Ala untuk mengurus beberapa berkas."
Meski Rayyan terlihat marah, gadis yang menatapnya masih menampilkan raut wajah yang riang, tidak merasa terganggu sedikitpun karena ia tau jika Rayyan hanya main-main.
"Yah padahal aku berniat untuk mentraktirmu karena ini hari terakhirku disini." Ucap Alin dramatis.
"Kemana? Emang kakak mau kemana? Kakak tidak mungkin pindah, tahun pelajaran kan baru mulai, aku ingat sekali jika pendaftaran sekolah lain sudah ditutup, kakak juga tidak punya riwayat penyakit yang membuatmu harus tidak masuk dalam waktu yang lama." Raut wajah yang tadinya main-main menjadi sedikit serius.
"Apa yang kamu bicarakan? kan angkatanku camping. jadi benar dong hari ini hari terakhirku menjahilimu sampai kita ketemu lagi minggu depan." Alin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa bingung dengan ucapan Rayyan yang menurutnya ngaco.
"Kenapa tidak bilang dari tadi, Kak Alin bodoh, aku marah besar!"
Dengan wajah yang memerah, Rayyan pergi begitu saja menarik tangan Ala yang baru saja sampai di belakang Alin, menghiraukan panggilan Alin yang merasa putus asa, dramatis.
"Kau mendadak tuli atau gimana, huh?" Seka yang kesal memukul kepala Alin main-main. "Aku-"
"Hei Alin, kau sudah memiliki teman regu untuk camping? Jika belum, maukah kau bergabung bersama kami?"
Seorang gadis memotong ucapan Seka, membuat pemuda itu memutarkan matanya malas.
"Oke. Omong-omong siapa namamu? Apakah kita saling kenal?"
Mata Alin memindai gadis itu, dari wajah ke rambut hingga ke kaki, mencoba mencari kesan pada gadis itu karena ia tidak ingat jika pernah berbicara dengan gadis itu atau bisa dibilang ia hanya berbicara pada Seka dan Rayyan, menjadikan dirinya dicap sebagai ansos dan murid transparat yang tidak dikenal dan tidak kenal banyak orang.
"Kau lupa padaku? ekhem baiklah kenalkan aku Grace." ucap Grace sambil tersenyum, Alin hanya menganggukkan kepala dan berusaha mengingat gadis bernama Grace itu.
Belum sempat membalas, tangan Alin ditarik paksa oleh Seka, mengundang decakan kesal.
"Entah mengapa aku merasa jika perempuan itu tidak sebaik tampilannya." Bisikan Seka membuat Alin menyernyitkan dahi, bisa-bisanya pemuda ini mengomentari orang yang mirip dengan orang yang ia rangkul paksa.
"Ingat umur, kau masih saja ingin diperbudak oleh makhluk yang lebih muda darimu. Jangan lupa beri pelajaran jika gadis tadi membuatmu kesusahan, aku tidak bisa mengawasimu karena aku harus menjalani tugasku sebagai OSIS." Lanjut Seka.
"Itu tidak pernah terjadi, lagi pula jika kau mencemaskanku sebaiknya kau lepaskan tanganmu dulu sebelum aku mati kehabisan nafas." kesal Alin sambil berusaha melepaskan tangan Seka dari lehernya.
"Oh iya, kau jadi ikut tidak?" Tanya Seka sambil memainkan hiasan rambut Alin, Alin kembali memikirkan pertanyaan yang Seka ajukan.
"ikut kemana?" Tanya Alin saat tak kunjung mengingat pertanyaannya semalam, sebelum pulang kerumah.
"Meminta dewi sinta untuk membalas cinta rahwana! Ya tentu saja daftar ke klub yang ingin aku masuki."
"Akan kupikirkan."
"Hari ini hari terakhir pendaftaran, cepat putuskan ikut atau tidak?"
"Baiklah aku ikut." Ucap Alin final sambil menyingkirkan tangannya dari hiasan rambut Alin.
Setelah lama berdiri, akhirnya guru itu menghentikan dirinya untuk tidak melanjutkan pidato tentang kebersihan dan kedisiplinan sebelum masuk kelas yang 99% tidak didengarkan oleh murid.
"Apakah kita pernah bertemu dengannya? Wajahnya terlihat sangat familiar."
Alin menunjuk kearah pemuda yang memakai hoodie hitam membuat keningnya mengkerut dalam. Rambut pemuda itu menutupi mata yang hanya terlihat sedikit, berwarna biru muda, dan wajahnya tertutupi masker.
"Tidak tahu, sepertinya tidak pernah" Jawab Seka sambil menarik tas Alin.
"Aku baru tahu jika kita dibolehkan memakai hoodie, tahu begitu aku memakai hoodie saja."
"Memang tidak boleh, dapat informasi dari mana jika sekolah kita dibolehkan memakai pakaian bebas, kamu ngaco sekali."
Keduanya kembali berjalan menuju ruang club, menaiki tangga untuk pergi ke lantai dua. Setelah sampai di tempat klub, di pintu depan terdapat sebuah kertas yang tertempel di pintu.
'... Dikarenakan banyak nya pendaftar dan para senior terlalu malas untuk mendata, maka pendaftaran akan dilakukan menggunakan aplikasi xxx, terimakasih...'
"Jangan mengomel, kan kau sendiri yang ingin masuk, ikuti saja perintahnya" Ucap Alin saat melihat Seka ingin protes.
Keduanya dengan malas-malasan akhirnya mendaftarkan diri dan pulang kerumah masing-masing, tentu saja mereka berdua membolos. tidak ada sekolah yang bubar jam 8 pagi, kalian tahu itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments