Bayangkan terbangun dan mendapati dirimu dalam tubuh yang bukan milikmu. Itulah yang terjadi padaku setiap kali matahari terbit. Dan kali ini, aku terperangkap dalam tubuh seorang pria asing bernama Arya Pradipta. Tidak ada petunjuk tentang bagaimana aku bisa ada di sini, atau apakah ini hanya sementara. Hanya ada kebingungan, ketakutan, dan kebutuhan untuk berpura-pura menjalani hidup sebagai seseorang yang tak kukenali.
Namun, Arya bukan orang biasa. Setiap hari aku menggali lebih dalam kehidupannya, menemui teka-teki yang membuat kisah ini semakin rumit. Dari panggilan misterius, kenangan yang menghantui, hingga hubungan Arya dengan seorang gadis yang menyimpan rahasia. Di setiap sudut hidup Arya, aku merasakan ada sesuatu yang menunggu untuk ditemukan, sesuatu yang lebih besar dari sekadar tubuh yang kumiliki sementara.
Dalam perjalanan ini, aku menyadari bahwa kehadiranku dalam tubuh Arya bukanlah kebetulan. Ada kekuatan yang menyeret
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Sebuah Keputusan Besar
Setelah berhasil menemukan kedamaian dalam pertemuannya dengan masa lalu dan orang-orang penting dalam hidupnya, Arya merasa lebih ringan. Namun, perasaan tenang itu tak berlangsung lama. Hanya beberapa minggu setelah pemakaman ayah kandungnya, sebuah tawaran datang kepadanya, yang mengubah arah hidupnya kembali. Tawaran itu datang dari sebuah perusahaan arsitektur terkenal di luar negeri, sebuah kesempatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Tawaran itu sangat menggiurkan. Selain prestise, pekerjaan ini akan memberinya kesempatan untuk membuktikan diri di tingkat internasional. Namun, keputusan ini bukan hanya tentang kariernya; ini juga tentang meninggalkan semua orang yang berarti baginya, termasuk aku.
---
Di malam yang hening, Arya dan aku berbicara panjang lebar tentang tawaran ini. Aku bisa merasakan kekhawatirannya. Walaupun dia terlihat antusias, ada keraguan yang terpancar dalam suaranya.
“Aku tidak tahu, harus bagaimana. Ini adalah kesempatan besar, tapi… aku takut meninggalkan semua ini. Kamu, ayah, dan semua yang sudah aku bangun di sini. Aku takut, begitu aku pergi, aku tidak akan pernah bisa kembali seperti semula.”
Aku tersenyum lembut, mencoba memberinya kepercayaan diri yang ia butuhkan. “Arya, kesempatan ini mungkin hanya datang sekali. Aku tahu ini bukan keputusan yang mudah, tapi kalau ini memang yang terbaik untukmu, aku yakin kita akan baik-baik saja.”
Arya terdiam sejenak, menatap jauh ke luar jendela. Di malam itu, hanya suara angin yang menemani kami. Aku bisa melihat betapa sulitnya baginya untuk mengambil keputusan ini. Namun, aku tahu, di dalam hatinya, ia ingin menerima tawaran itu. Tantangan baru ini adalah bagian dari pertumbuhan dirinya, bagian dari perjalanan hidup yang sudah ia mulai dengan penuh keberanian.
---
Beberapa hari kemudian, Arya memberitahukan keputusannya. Ia memutuskan untuk menerima tawaran itu. Malam itu, kami menghabiskan waktu bersama lebih lama dari biasanya, seolah-olah berusaha menyimpan setiap momen agar tetap ada dalam ingatan.
Mendengar keputusannya, aku merasa campur aduk. Di satu sisi, aku bangga padanya, karena ia berani mengambil langkah besar ini demi masa depannya. Di sisi lain, aku merasa sedih, karena ini berarti kami harus berpisah. Namun, aku menyadari bahwa cinta sejati adalah tentang mendukung satu sama lain untuk menjadi yang terbaik, meskipun itu berarti harus berpisah sementara.
---
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan waktu kepergian Arya semakin dekat. Ia sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang ia butuhkan untuk perjalanan ini. Meski berat, ia mencoba menyelesaikan semuanya dengan tegar. Ia berpamitan dengan ayah angkatnya, yang meskipun awalnya terlihat enggan melepas, akhirnya merestui keputusannya.
Di malam terakhir sebelum keberangkatannya, Arya mengajakku ke tempat di mana semua ini bermula—taman yang selalu menjadi tempat kami berbagi cerita, harapan, dan impian.
“Aku tidak tahu bagaimana harus mengucapkan selamat tinggal,” katanya pelan, suaranya terdengar bergetar.
Aku tersenyum, meskipun hatiku terasa berat. “Ini bukan selamat tinggal, Arya. Kamu hanya akan pergi untuk sementara. Dan siapa tahu, mungkin kita akan bertemu lagi di waktu yang lebih baik, saat kita sudah lebih kuat dan lebih bijaksana.”
Kami berdua terdiam, menikmati momen itu. Malam itu, bintang-bintang bersinar terang di langit, seolah-olah ingin memberikan harapan bagi kami berdua. Aku merasakan genggaman tangannya yang erat, seakan-akan tidak ingin melepas, tapi aku tahu, ini adalah langkah yang harus ia ambil.
---
Hari keberangkatan Arya tiba. Di bandara, kami saling berpandangan untuk terakhir kalinya sebelum ia melangkah pergi. “Jaga dirimu baik-baik, Arya. Aku akan selalu ada di sini, menunggumu,” ucapku dengan senyum yang aku paksakan.
Arya menatapku dengan mata berkaca-kaca, namun ia tetap tersenyum. “Terima kasih untuk semuanya. Aku tidak akan melupakan semua yang telah kamu berikan padaku. Sampai jumpa.”
Dengan langkah mantap, ia pergi, membawa semua mimpi dan harapan yang telah ia bangun selama ini. Aku menatap punggungnya yang semakin menjauh, hingga akhirnya hilang di kerumunan. Meski berat, aku merasa bangga, karena aku tahu ia sedang menuju masa depan yang cerah.
---
Kehidupan tanpanya terasa hampa pada awalnya. Hari-hari yang biasanya diisi dengan kebersamaan kami, kini harus aku lalui sendiri. Meski begitu, aku berusaha untuk tetap tegar dan menjalani hari-hariku dengan penuh harapan. Aku tahu, keputusan ini adalah yang terbaik untuk Arya, dan aku ingin mendukungnya sepenuh hati.
Waktu berlalu, dan komunikasi kami tetap terjaga meski dari kejauhan. Ia sering mengirim pesan atau menelepon untuk berbagi cerita tentang kehidupannya di tempat baru. Aku bisa merasakan semangatnya, betapa ia menikmati tantangan-tantangan yang ada. Namun, di setiap percakapan kami, selalu ada kerinduan yang tak terungkapkan.
---
Di suatu hari, Arya memberitahuku bahwa ia berhasil menyelesaikan proyek besar pertamanya. Suaranya penuh dengan kegembiraan, dan aku merasa bahagia untuknya. Ia bercerita tentang teman-teman baru, tentang tempat-tempat yang ia kunjungi, dan tentang betapa ia merasa menemukan dirinya lebih dalam lagi.
“Aku merasa seperti akhirnya aku menemukan tempatku, tapi aku juga merasa ada yang kurang,” ujarnya suatu malam.
Aku tahu, meskipun ia mendapatkan banyak pengalaman baru, perasaan kosong itu mungkin karena jarak yang memisahkan kami. Namun, aku memilih untuk menyemangatinya dan berharap ia bisa menemukan kebahagiaannya, di mana pun itu.
“Teruslah berjuang, Arya. Aku selalu di sini untukmu, meski dari kejauhan,” jawabku dengan penuh ketulusan.
---
Meski waktu terus berlalu, rasa cinta dan dukungan kami tidak pernah pudar. Aku merasa bahwa jarak di antara kami bukanlah penghalang, melainkan tantangan yang semakin memperkuat perasaan kami. Aku mulai memahami bahwa cinta sejati tidak selalu harus bersama secara fisik; kadang, cinta itu justru tumbuh lebih kuat ketika harus menghadapi berbagai rintangan.
Aku belajar untuk hidup mandiri dan mengejar impian-impian kecilku sendiri. Selama ini, aku selalu berada di sisinya, mendukungnya tanpa henti. Namun, sekarang aku menyadari bahwa aku juga harus menemukan jalanku sendiri. Dengan semangat yang baru, aku mulai meraih hal-hal yang dulu aku abaikan.
---
Beberapa bulan kemudian, Arya mengumumkan bahwa ia akan pulang untuk berlibur sebentar. Kabar itu membuat hatiku melompat kegirangan. Akhirnya, setelah sekian lama, aku akan bertemu lagi dengannya. Persiapan demi persiapan aku lakukan untuk menyambut kepulangannya, meski aku tahu bahwa pertemuan ini hanya sementara.
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Saat Arya muncul di depan pintu, aku merasa semua kerinduan yang tertahan selama ini akhirnya terbayar. Kami berpelukan erat, seolah-olah tak ingin melepaskan satu sama lain.
“Kamu tampak lebih dewasa,” ujarku sambil tersenyum.
Arya tertawa kecil. “Begitu juga kamu. Sepertinya, kita sama-sama tumbuh selama waktu yang berlalu.”
Pertemuan kami diisi dengan cerita-cerita hangat, berbagi pengalaman, dan mengenang momen-momen yang dulu. Meski pertemuan ini singkat, kami merasa lebih dekat dari sebelumnya. Kami tahu bahwa perjalanan hidup ini telah membuat kami semakin kuat, dan cinta kami semakin dalam.
---
Di akhir liburannya, Arya harus kembali ke pekerjaannya di luar negeri. Meski perpisahan kali ini tak lagi terasa seberat yang dulu, tetap saja ada sedikit kesedihan yang menyelinap di hati kami. Namun, kami tahu bahwa setiap perpisahan adalah bagian dari perjalanan kami, dan bahwa cinta kami akan tetap kuat, meski dipisahkan oleh jarak.
Dengan langkah yang mantap, kami saling berpamitan, berjanji untuk saling mendukung dan menjaga perasaan ini, apa pun yang terjadi. Di titik ini, aku menyadari bahwa cinta kami bukan lagi sekadar tentang bersama, tapi tentang bagaimana kami saling mendukung untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Arya kembali melangkah pergi, namun kali ini dengan rasa damai di hatiku. Aku tahu, bahwa ke mana pun hidup membawa kami, cinta ini akan tetap ada, menunggu hingga kami bisa bersatu kembali di waktu yang tepat.