Because You Are My Wife

"Halah pinjam dulu pelit sekali sih kamu, sebentar saja nanti setelah arisan juga mama kembalikan." Nyonya Kusuma tak mengindahkan anak tirinya tersebut dan berlalu begitu saja dari hadapannya dengan memakai satu set perhiasan milik gadis itu.

Karin hanya bisa menggelengkan kepalanya kemudian berlalu masuk ke dalam kamarnya, rasanya malas sekali ia harus menyiapkan makan malam untuk calon suaminya tersebut. Seandainya pria yang ia cintai mungkin dengan senang hati akan melakukannya.

"Eh jeng, perhiasan baru sepertinya ?" Nyonya Kusuma yang baru datang pun langsung menjadi bahan perhatian para teman-teman arisannya.

"Oh jelas dong jeng, ngomong-ngomong ini kemarin aku beli sebagai persiapan acara lamaran anak tiriku loh. Bagaimana, baguskan? Ini sangat mahal harganya." Pungkas wanita itu seraya duduk di antara mereka.

"Bagus jeng, tapi harganya itu loh dua kali mobil keluaran terbaru." Timpal yang lainnya takjub.

"Ini murah saja kok jeng bagi saya, masa suami-suami kalian tidak mau membelikan sih katanya sayang istri atau jangan-jangan ada yang lebih di sayang." Kelakar nyonya Kusuma sembari terkekeh mengejek, wanita itu memang tak pernah menyaring perkataannya tak peduli itu membuat orang lain merasa sakit hati.

Teman-temannya langsung saling berpandangan bagi mereka sudah biasa menghadapi sikap sombong wanita itu, meskipun sebenarnya mereka merasa muak tapi wanita itu begitu royal jadi rasa sakit hati mereka pun di kesampingkan.

"Jadi perusahaan suami jeng sudah tidak bangkrut lagi ya ?" Celetuk salah satu dari mereka dan itu membuat nyonya Kusuma yang sedang minum sedikit tersedak, lalu wanita itu segera meletakkan minumannya kembali lantas menatap sahabatnya itu satu persatu.

"Memang siapa yang bilang jika perusahaan suamiku bangkrut ?" Ucapnya berapi-api, karena selama ini ia memang tak pernah bercerita apapun pada mereka. Gengsi dong jika mereka tahu ia sedang kesusahan. Lagipula sebentar lagi ia juga akan kembali kaya seperti dulu setelah anak tirinya itu menikah tentu saja.

"Suamiku yang bilang jeng, katanya perusahaan suami jeng sedang kolaps saat ini." Jelas temannya itu lagi dan tentu saja membuat yang lainnya nampak terkejut.

"Benarkah ?" Ucap mereka tak percaya, karena selama ini wanita itu tak kelihatan kesusahan.

"Jangan percaya, itu semua bohong. Buktinya aku bisa membeli perhiasan mahal ini, oh ya minggu depan aku juga ingin mengundang kalian datang ke pesta pernikahan anak tiriku." Sangkal wanita itu lantas mengeluarkan beberapa undangan dari dalam tasnya dan membagikannya pada mereka.

"Wah acaranya di adakan di hotel bintang 5 ya." Ucap salah satu dari mereka setelah membuka undangan tersebut.

"Iya dong, masa punya besan milyuner mengadakan acara dengan menutup jalan tidak level dong." Sahut nyonya Kusuma sambil terkekeh, sepertinya wanita itu selalu berpikir jika hanya dirinya yang paling kaya padahal di luar sana banyak orang kaya yang tak perlu validasi dari orang lain.

"Selamat sore nyonya-nyonya." Tiba-tiba seseorang datang menyapa dan sontak membuat mereka semua langsung menoleh, nampak dua orang pria berpakaian hitam-hitam sudah berdiri tak jauh dari meja mereka.

Mengetahui siapa yang datang menyapanya, nyonya Kusuma pun langsung beranjak. "Oh astaga mereka adalah ajudan calon besanku, begitulah orang kaya selalu membawa ajudan kemana-mana." Ucapnya menyombongkan diri di hadapan teman-temannya tersebut.

"Ngomong-ngomong di mana bos kalian ?" Imbuhnya lagi seraya mengedarkan pandangannya barang kali calon besannya itu juga ada di sana jadi bisa ia pamerkan sekalian pada mereka.

"Kami tidak sedang bersama tuan Suarez, nyonya. Ngomong-ngomong apa anda melupakan peringatan kami sebelumnya ?" Sahut salah satu dari pria itu dengan tatapan tegas menatap wanita tak jauh dari hadapannya tersebut.

"Maksud kamu ?" Nyonya Kusuma pun langsung memicingkan matanya.

"Perhiasan yang anda kenakan bukankah itu milik nona Karin, tapi Kenapa masih anda gunakan ?" Cecar pria itu dan tentu saja itu membuat nyonya Kusuma sontak memegang kalung yang melingkar di lehernya, apalagi kini teman-temannya juga nampak menatapnya dengan pandangan tak percaya sekaligus mengejek.

"Apa kalian lupa jika Karin adalah anakku ?" Tegas nyonya Kusuma mulai berapi-api.

"Jadi milik dia juga milikku, begitu juga sebaliknya."" Jelasnya pada mereka, kedua pria itu benar-benar membuatnya kelimpungan dan tak memiliki muka di hadapan teman-temannya.

"Tetap tidak bisa nyonya, lebih baik segera anda kembalikan pada nona Karin atau kami yang akan menyerahkannya sendiri ?" Kedua pria itu memberikan pilihan dan demi menjaga wibawanya nyonya Kusuma pun nampak patuh.

"Aku yang akan mengembalikannya sendiri." Ucapnya dengan kesal lantas mengambil tas mewahnya yang sebelumnya wanita itu letakkan di atas sofa.

"Ini hanya kesalahpahaman kecil, ku harap kalian tak berpikir macam-macam. Baiklah aku harus segera pergi aku lupa jika calon menantuku yang kaya raya itu akan makan malam di rumah." Imbuhnya seraya menatap teman-temannya itu lantas wanita itu segera meninggalkan tempat tersebut dengan wajah merah padam menahan malu.

Sepanjang jalan nyonya Kusuma nampak menggerutu kesal, kesialannya hari ini itu semua karena kesalahan suaminya yang tak becus bekerja. Coba jika pria itu tak bangkrut hidupnya pasti akan bahagia seperti dulu saat pertama kali mereka bertemu.

Dulu ia begitu di ratukan apapun yang di inginkannya selalu di penuhi, perhiasan semahal apapun pasti akan langsung di belikan. Tapi semakin lama perusahaan suaminya semakin kolaps hingga barang-barang mewahnya hampir habis untuk menutupi kebutuhan mereka, benar-benar sial menikah dengan pria itu pikirnya. Seandainya ia masih muda pasti sudah mencari lelaki lain yang lebih kaya raya, tapi umurnya yang sudah tak muda lagi mau tak mau ia pasrah menerima keadaanya. Kalau mau berpisah pun hidupnya pasti akan lebih menderita mengingat ia berasal dari keluarga yang kurang mampu dan tak punya banyak warisan.

Sesampainya di rumah wanita itu tak melihat keberadaan anak tirinya dan amarahnya pun semakin menjadi, entah kemana anak itu bukannya membantu menyiapkan makan malam justru bermalas-malasan.

"Karin !!"

Teriaknya dengan kencang, tapi gadis itu pun tak kunjung datang.

"Karin !!"

Teriaknya lagi dan kali ini lebih kencang lagi hingga urat lehernya nampak terkeluar, awas saja setelah ini ia akan memarahinya habis-habisan gumamnya. Dasar anak pemalas, entah apa yang di kerjaannya seharian padahal kurang dari dua jam calon menantunya itu datang.

Meskipun ia tak perlu menyambutnya dengan spesial mengingat pria itu hanya seorang montir tapi paling tidak ia harus mencari muka pada tuan Suarez, tapi setelah mereka menikah nanti ia akan menendang mereka dari rumah ini. Karena rumah ini adalah miliknya dan sampai kapan pun akan menjadi miliknya.