FOLLOW IG @thalindalena
Dia hanya sebagai istri pengganti, tapi dia berharap merasakan bulan madu impian seperti pasangan suami istri pada umumnya. Tapi, bagaimana jika ekspetasi tidak sesuai dengan realita. Justru ia merasakan neraka pernikahan yang diciptakan oleh suaminya sendiri, hingga membuatnya depresi dan hilang ingatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lena linol, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makanan ini milikku!
Sebenarnya Lio merasa bersalah kepada Lara. Hanya saja, karena gengsinya setinggi menara, dia enggan minta maaf ataupun mengakui kesalahannya kepada Lara.
Masih di ruang makan.
Leo menghabiskan makanan malamnya sampai tidak tersisa. Masakan Lara memang lezat, dan sangat pas di lidahnya.
"Kau tidak mau makan? Sini buat aku saja." Leo ingin menarik makan malam Lio yang masih utuh, tapi pria itu langsung menggebrak meja, hingga membuatnya berjingkat kaget.
BRAK!!!
"Makanan ini milikku!" ucap Lio dengan nada marah, sembari menatap tajam temannya itu. Seolah menegaskan kalau tidak ada yang boleh mengambil miliknya, termasuk Lara.
"Tidak perlu marah seperti itu! Tinggal bilang 'jangan'." Leo menekan nada bicaranya, sambil beranjak berdiri. "Sepertinya kau sudah mulai gila karena kehilangan kekasih yang selalu kau agungkan itu!" sindir Leo sebelum berlalu dari sana.
Lio mengepalkan kedua tangannya, menatap tajam punggung Leo.
Visual LIO yak🥰
Sedangkan Leo membuang nafas kasar seraya menghentikan langkahnya sejenak, ketika merasakan tatapan tajam Lio seolah menusuk punggungnya seperti pisau tajam.
*
*
*
"Maafkan aku. Aku sudah ke hotel itu untuk menanyakan perihal tasmu dan seisinya. Pihak hotel juga sudah mencarinya, tapi tidak berhasil di temukan," ucap Danna kepada Lara. Mereka berdua duduk di kursi halaman belakang, sembari menikmati keindahan langit malam Kota London. Meskipun tidak ada bintang bertaburan di langit, tapi masih sedap untuk di pandang.
"Tidak apa-apa, Danna. Terima kasih banyak karena sudah membantuku sejauh ini," ucap Lara tulus. "Kedutaan Besar New York sudah membalas email-ku. Semoga saja aku bisa segera mendapatkan identitas, pasport dan visa baru," lanjut Lara.
Danna mengaminkan ucapan Lara. "Semoga kau betah dan kuat berada di sini," ucap Danna mengusap punggung Lara dengan lembut.
"Kalian sedang membicarakan apa?" Suara Leo mengejutkan dua wanita itu.
Lara dan Dana dengan kompak menoleh pada Leo yang berdiri di dekat lampu taman. Berjalan mendekat sambil menyimpan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Danna mesam-mesem, salah tingkah saat melihat sosok idolanya secara langsung. Membenarkan poni yang sedikit berantakan karena tertiup angin.
Berbeda dengan Lara yang memasang wajah datar, terkesan dingin, sama sekali tidak tertarik pada Leo.
Leo tersenyum menyapa dua wanita cantik itu bergantian.
Danna sudah sesak nafas sambil memegang dada, namun bibirnya terus melengkung ke atas ketika di sapa dan di senyumi oleh idolanya.
"Lara cubit aku ... cubit aku!" bisik Danna sangat rewel.
"AWW!" Danna memekik keras ketika tangannya di cubit Lara. "Arghhh! Berarti ini bukan mimpi!" Danna heboh sendiri jadinya. Lalu berlari ke pavilliun untuk mengambil ponselnya agar bisa berfoto ria dengan Leo.
Lara menghela nafas panjang ketika melihat reaksi Danna yang berlebihan.
Leo menahan tawa.
"Dia memang agak ..." Lara menghentikan ucapannya sambil menunjuk kepalanya sendiri, mengisyaratkan kalau Danna memang sedikit eror.
"Aku paham. Kebanyakan wanita yang melihatku langsung histeris." Leo membanggakan diri sendiri.
"Cih!" Lara berdecih sebal mendengarnya.
"Tapi, kau berbeda. Kau sangat acuh padaku. Dan itu sangat menarik," lanjut Leo seraya mengerlingkan sebelah matanya dengan nakal.
"Bagiku kau sama saja seperti 'teman dekatmu'." Lara menyahut dengan nada sedikit menekan.
"Aku memang berteman dengannya, tapi bukan berarti sifatku sama." Leo berkata dengan penuh percaya diri. Lalu duduk di samping Lara, tanpa sungkan.
"Tadi aku tidak sengaja mendengar obrolanmu dengan Danna. Kau kehilangan kartu identitas, visa dan pasport?"
"Kau menguping?!" Lara menatap sebal pada Leo.
"Hei, tolong bedakan, antara menguping dan tidak sengaja mendengar!"
"Sama saja!!!"
"Terserah! Tapi, aku bisa membantumu mendapatkan semua itu dengan cepat." Leo menatap Lara serius.
"Aku tidak membutuhkan bantuanmu. Kedutaan Besar New York sudah ..." ucapan Lara terhenti ketika Leo menyela.
"Ini London, Lara! Kau tetap akan kesulitan mendapatkan ketiga benda itu. Paling tidak kau harus menunggu berbulan-bulan," sela Leo, tidak berbohong.
Lara bergeming, memikirkan kata-kata Leo.
"Aku bisa membantumu, asalkan ..."
logan Aston😏