Alya, seorang sekretaris dengan kepribadian "ngegas" dan penuh percaya diri, melamar pekerjaan sebagai sekretaris pribadi di "Albert & Co.", perusahaan permata terbesar di kota. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan David Albert, CEO tampan namun dingin yang menyimpan luka masa lalu. Kehadiran Alya yang ceria dan konyol secara tak terduga mencairkan hati David, yang akhirnya jatuh cinta pada sekretarisnya yang unik dan penuh semangat. Kisah mereka berlanjut dari kantor hingga ke pelaminan, diwarnai oleh momen-momen lucu, romantis, dan dramatis, termasuk masa kehamilan Alya yang penuh kejutan.
[REVISI]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaraaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Strategi Ngegas
Minggu siang itu, suasana terasa agak canggung saat David mengajak Alya ke rumah ibunya. Meski mereka sudah melewati berbagai tantangan, kali ini Alya merasa sedikit gugup. Bagaimanapun juga, bertemu dengan ibu David, yang dikenal sangat tegas dan memiliki standar tinggi untuk menantunya, adalah hal yang besar.
"Jadi, kamu serius dengan strategi ngegas ini?" tanya Alya sambil menyeringai, mencoba mengurangi kecemasannya.
David mengangguk, meski wajahnya tampak sedikit cemas. "Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi ibu memang tidak suka basa-basi. Jadi, kita harus langsung saja, memperkenalkan diri kita sebagai pasangan yang serius."
Alya tertawa kecil. "Strategi ngegas… Saya rasa ini akan jadi pengalaman yang menarik."
Setelah beberapa saat, mereka tiba di rumah ibu David. Rumah itu tampak sangat elegan dengan perabotan yang rapi dan teratur. Pintu dibuka oleh seorang pelayan, dan mereka langsung diantarkan ke ruang tamu yang luas. Ibu David sedang duduk di sofa, dengan ekspresi tenang dan penuh wibawa. Saat melihat kedatangan mereka, ibu David sedikit terkejut, tapi tidak menunjukkannya terlalu jelas.
"Ibu," kata David, mencoba terdengar lebih santai meski suaranya sedikit gemetar, "Ini Alya, pacarku."
Ibu David menatap Alya dengan tatapan tajam, seolah sedang mengamati setiap detail dari sosok Alya. Alya merasakan ketegangan di udara, tapi ia berusaha untuk tetap tenang.
"Selamat siang, Bu," sapa Alya dengan senyum hangat, mencoba mencairkan suasana.
Ibu David hanya mengangguk dengan mata yang masih mengamati Alya. "Selamat siang," jawabnya datar. Suasana di ruang tamu terasa hening, dan Alya bisa merasakan ketegangan di antara mereka.
David, yang menyadari suasana tersebut, mencoba untuk mengatasi ketegangan itu dengan sedikit berbicara. "Ibu, Alya bekerja sebagai manajer di perusahaan besar. Dia sangat cerdas dan berdedikasi. Selain itu, dia juga suka seni dan sangat peduli dengan lingkungan."
Alya merasa sedikit lebih nyaman mendengar David berbicara seperti itu, tetapi ia tahu ini adalah ujian untuknya. "Ibu, saya sangat senang bisa bertemu dengan Anda. David banyak bercerita tentang Anda," katanya dengan ramah.
Ibu David menatapnya lebih lama, seolah ingin melihat seberapa tulus Alya. "David memang tidak banyak berbicara tentang kehidupan pribadinya. Ia selalu sibuk dengan pekerjaannya," katanya, suara ibu David lebih tegas. "Jadi, saya ingin tahu, apa kamu benar-benar mencintai anak saya?"
Alya terdiam sesaat. Ini adalah pertanyaan langsung yang tidak mudah dijawab. Tapi ia tahu ini adalah saat yang tepat untuk menunjukkan keseriusannya. "Ya, Bu," jawab Alya dengan mantap. "Saya sangat mencintai David. Saya ingin menghabiskan sisa hidup saya bersamanya."
Ibu David terdiam beberapa saat, menatap Alya dengan intens. Suasana menjadi hening, dan Alya bisa merasakan ketegangan di antara mereka. Namun, tak lama kemudian, wajah ibu David sedikit melunak.
"Baiklah," katanya akhirnya, dengan suara lebih lembut. "Aku menerima kamu sebagai menantuku."
Alya merasa sangat lega mendengarnya. Ia melemparkan pandangan ke arah David, yang tampak tersenyum lebar. Mereka berdua tidak menyangka bahwa proses ini akan berjalan lebih lancar dari yang mereka bayangkan.
Setelah perkenalan singkat itu, ibu David mulai berbicara lebih santai. "Alya, kamu tahu, David jarang sekali membawa wanita ke rumah," katanya dengan senyum kecil. "Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya untuk memikirkan hubungan. Jadi, jika dia memilih kamu, itu berarti kamu memang sangat istimewa."
Alya tersenyum. "Terima kasih, Bu. Saya sangat senang mendengarnya."
Ibu David mengangguk dan melanjutkan, "David selalu fokus pada pekerjaannya. Dia tidak mudah membuka hati untuk orang lain. Tapi sepertinya kamu telah berhasil membuatnya jatuh cinta."
Alya tertawa kecil. "Saya juga tidak menyangka akan secepat ini, Bu. Tapi saya sangat bahagia bisa bersama David."
"Untung kamu bisa mengisi hatinya," kata ibu David dengan nada bercanda. "David memang tidak mudah terbuka. Jadi, jika dia sudah memilih kamu, itu berarti kamu luar biasa."
Alya merasa terharu mendengar pujian itu. Ia merasa sangat diterima oleh ibu David, yang tadinya ia anggap sebagai sosok yang sulit didekati. "Saya hanya berusaha menjadi diri saya sendiri, Bu," jawabnya, tersenyum.
Makan siang pun dimulai dengan suasana yang lebih hangat. Ibu David bercerita tentang berbagai hal, mulai dari pekerjaan hingga kehidupan pribadinya. Mereka tertawa bersama, dan Alya merasa semakin nyaman di sana. Ibu David tidak hanya berbicara tentang David, tetapi juga tentang masa muda dan pengalaman hidupnya.
"David dulu sangat pemalu," kata ibu David, tersenyum penuh kenangan. "Dia selalu memilih bekerja daripada pergi keluar bersama teman-temannya. Tidak seperti pria seusianya yang suka berkeliling, dia lebih suka berdiam diri di kantor atau di rumah."
"Benarkah?" tanya Alya, merasa terkejut. "David pemalu?"
"Ya, dia memang tidak mudah terbuka kepada orang lain," jawab ibu David. "Tapi setelah bertemu denganmu, dia mulai berubah. Aku bisa melihat dia lebih bahagia."
Alya merasa sedikit bangga. "Itu sangat menyenangkan untuk didengar, Bu."
Mereka berbicara lebih lama, dan Alya semakin merasa nyaman. Ibu David bercerita tentang hobinya, yang ternyata sangat mirip dengan Alya. Keduanya suka berkebun dan mengoleksi tanaman langka. Mereka pun berbicara panjang lebar tentang hal tersebut, dan suasana semakin hangat.
Setelah makan siang selesai, Alya dan David pamit untuk pulang. Ibu David bangkit dari tempat duduk dan menghampiri mereka berdua.
"Alya," kata ibu David dengan nada lebih serius, tetapi kali ini dengan senyum di wajahnya. "Terima kasih sudah datang."
"Sama-sama, Bu," jawab Alya dengan senyum hangat. "Senang bertemu dengan Anda."
Ibu David memeluk Alya dengan lembut. "Aku harap kamu akan menjadi menantu yang baik untuk David," katanya dengan penuh harapan.
"Tentu saja, Bu," jawab Alya dengan penuh keyakinan. "Saya akan berusaha menjadi menantu yang baik dan membuat David bahagia."
David tersenyum lebar mendengar jawabannya. "Terima kasih, Bu," katanya dengan suara penuh rasa syukur.
Setelah itu, mereka mengucapkan selamat tinggal dan meninggalkan rumah ibu David. Meskipun mereka sempat merasa gugup, pertemuan itu berakhir dengan sangat baik, dan mereka merasa hubungan mereka semakin kuat setelah melewati ujian ini.