Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Brem brem..
Tama sedikit menggeberkan motornya setelah sampai di parkiran hotel.
Setelah mencabut kunci motor dan melepaskan Helmnya, Tama langsung melangkahkan kakinya ke dalam hotel.
Dia langsung menghampiri resepsionis hotel yang memang Bu Yeni bilang paket bucket nya di simpan di sana.
"Selamat sore Kak, ada yang bisa saya bantu?" Tanya resepsionis itu sambil tersenyum ramah terhadap Tama.
"Iya selamat sore Mbak, em saya ini Tama anaknya Bu Yeni. Saya disuruh ambil bucket sama beliau katanya di simpan di sini ya?" Jawab Tama yang langsung menjelaskan maksud kedatangannya.
"Oh ini Mas Tama, maaf maaf ya saya nggak tahu. Iya ada disimpan di sini bucket nya sebentar ya saya ambilkan dulu." Resepsionis itu sedikit kaget karena remaja tampan yang datang ini adalah anak Bosnya Karena sebelumnya dia mengira Tama adalah customer yang datang untuk check-in di sini.
Bucket itu pun langsung di ambil dari arah bawah meja resepsionis kemudian di simpan di atas meja.
"Ini saja mbak bucket nya?" Tanya Tama sambil memegang bucket mewah terbungkus kardus yang di dalamnya terdapat kue dan beberapa cokelat.
"Iya itu saja mas Tama, kata bu Yeni sih tadi orangnya salah kirim harusnya dikirim ke kantornya Bu Yeni eh malah dikirim ke sini." Jawab resepsionis itu sambil menatap Tama sedikit segan.
"Iya sih tadi mama juga bilangnya gitu. Yaudah lah kalau begitu saya langsung pamit saja ya Mbak, makasih sebelumnya nanti saya sampaikan sama mama kalau bucket nya sudah saya ambil."
Sambil berpamitan dan mengucapkan terimakasih Tama pun bersiap untuk membawa bucket itu pulang.
"Iya sama-sama mas Tama, hati-hati di jalan ya!" Sahut resepsionis dengan ramah kepada Tama sambil memberi sedikit perhatian.
"Iya mbak makasih, ya sudah saya duluan ya!"
Dengan membalas senyuman ramah resepsionis itu, Tama pun langsung membalikan badannya untuk bergegas menuju ke area parkiran.
Ketika di parkiran dan hendak mengikat bucket tersebut di jok belakangnya, tiba-tiba ada sebuah mobil sedan hitam datang dan memarkirkan mobilnya di samping motor Tama.
Tama yang tak peduli hanya menunduk fokus untuk mengikat bucket itu.
Blug, Blug!
Suara pintu mobil tertutup setelah dua orang di dalam mobil tersebut turun.
"Kakak mau apa ajak aku ke sini? Jangan ya kak lebih baik kita pulang lagi!" Suara perempuan terdengar dari arah depan mobil seperti panik ketika sampai di parkiran hotel.
Tama yang mendengar itu langsung menatap ke arah mereka yang badannya berada tepat di belakang Tama.
Saat perempuan itu menatap ke arah belakang karena merasa ketakutan, dia langsung melihat Tama karena cuma sosok Tama yang kini ada dibelakangnya.
"Wulan?" Desis Tama pelan dengan perasaan kaget karena perempuan yang ada didepannya itu adalah teman sekelasnya bersama pria bertopi yang belum Tama lihat wajahnya.
"Tama!" Wulan yang senang karena ada orang yang dia kenal di tempat itu dia langsung berlari menghampiri Tama seolah ingin meminta perlindungan.
Setelah berlari Wulan pun langsung berdiri di belakang Tama sambil memegang lengan Tama dengan pegangan tangan yang bergetar sangat ketakutan.
Pria bertopi itu pun sontak langsung membalikan wajahnya karena Wulan pergi begitu saja.
"Hah pak Frian?" Sambil mengerutkan dahinya Tama berdesis karena sangat kaget bahwa pria bertopi itu ternyata adalah Frian guru di sekolahnya yang selalu berselisih dengannya akhir-akhir ini.
Frian pun langsung memasang wajah panik sambil menghela nafas berat karena mengapa tiba-tiba ada sosok Tama di sini. Dia langsung salah tingkah karena tak mungkin menjelaskan kenapa dia dan Wulan bisa berada di sini.
"Argh sialan! Awas ya kau Tama!" Ucap Frian kesal sambil menunjuk ke arah Tama kemudian dia langsung terburu-buru masuk ke dalam mobilnya karena tak mungkin harus menjelaskan kepada Tama.
Setelah masuk ke dalam mobil Frian pun langsung pergi melajukan mobilnya dengan kecepatan terburu-buru.
Wulan yang sangat ketakutan sambil memegang lengan Tama dia hanya bisa diam dengan perasaan sedikit tenang karena saat ini dia sudah berada dengan orang yang tepat.
"Wulan, kamu kenapa bisa ada di sini sama pak Frian?" Tama langsung bertanya kepada Wulan mengapa dia bisa berada di sebuah hotel bersama seorang laki-laki yang jelas dia adalah gurunya sendiri.
"Em aku, aku. Aku nggak tahu Tama harus mulai darimana ceritanya." Dengan sedikit terbata-bata Wulan yang kelabakan bingung harus menjawab apa kepada Tama. Yang jelas saat ini dirinya sangatlah panik.
"Ya sudah ikut aku sekarang! Sepertinya memang semua sedang tidak baik-baik saja. Aku harus tahu semuanya."
Tama langsung mengajak Wulan pergi dari hotel itu sambil menyerahkan bucket mamanya agar Wulan pegang. Kemudian Tama langsung membonceng Wulan pergi dari hotel itu dan berencana mengajak Wulan ke suatu tempat agar dia mau bercerita kejadian yang sebenarnya.
Sebenarnya Wulan tak mau di ajak kemanapun, tapi karena Tama sudah menolongnya mau tak mau Wulan harus menuruti kemauan Tama saat ini.
Sampai akhirnya Tama mengajak Wulan ke sebuah Taman yang lumayan sepi dan Tama kira mereka sangat cocok bila mengobrol di sini.
Tama yang memang sangat marah dan penasaran, dia langsung menyeret Wulan kemudian duduk berdampingan di sebuah bangku Taman.
"Ayo sekarang cerita sama aku sebenarnya apa yang sudah terjadi Wulan terhadapmu?"
Tama langsung bertanya tegas padahal di sini Wulan langsung menangis ketika Tama menanyakan hal itu.
"A aku ,aku takut Tama, a aku selama ini sudah dijebak oleh dia." Ucap Wulan dengan nada bergetar sambil menangis tersedu-sedu.
Karena merasa jadi kasihan terhadap Wulan, Tama pun coba sedikit menenangkannya membiarkan Wulan menangis sampai keadaan sedikit tenang.
Setelah beberapa saat, Wulan yang sudah tenang langsung bercerita dari awal tentang kejadian yang sebenarnya.
Flashback satu Minggu yang lalu.
Siang itu saat jam istirahat, Wulan tiba-tiba di panggil oleh Frian ke ruangan BP yang memang saat itu hanya mereka berdua di sana.
"Harusnya Kamu sudah tahu kenapa saya panggil kamu ke sini." Ucap Frian sambil berjalan ke arah pintu dan langsung memutar kunci pintu ruangan itu kemudian memasukan kuncinya ke dalam saku kemeja.
"Ih Kak, jangan ya Kak aku nggak mau!" Wulan yang langsung panik karena pintu tiba-tiba terkunci dia berdiri kemudian berjalan menuju ke arah pintu yang sudah terkunci.
"Hust hust hust, Jangan takut sayang nggak akan lama ko paling cuma beberapa menit." Ucap Frian sambil meletakkan jari telunjuk di mulutnya seolah menyuruh Wulan untuk diam dan menuruti kemauannya saat ini.
"Kak jangan! Aku nggak mau." Wulan yang coba berontak berusaha mendorong Frian sekuat tenaganya karena kini Frian semakin merapatkan tubuhnya dengan Wulan.
Tapi di sini tenaganya kalah oleh Frian yang lebih kuat hingga Wulan akhirnya tersandar di dinding ruangan itu.
"Hust hust sudah jangan berontak ya sayang, kalau kamu berontak apalagi sampai teriak yang malu kamu sendiri loh nanti. Apalagi aku sudah punya bukti video kenangan kita di ruangan ini sebelumnya." Ucap Frian dengan nada lembut menyuruh Wulan agar pasrah sambil mengancam dengan bukti yang dia punya saat ini.
Di sini Wulan langsung menangis dan tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa pasrah menerima perlakuan Frian saat ini.
"Kak, jangan!" Wulan berbicara semakin lemas karena sudah tak bisa melawan. Bibir Frian mulai merambah menciumi Wulan dari mulai leher sampai bagian dada. Tangan Frian juga mulai menjamah ke seluruh area sensitif dari tubuh Wulan sambil membuka seluruh pakaian seragamnya.
Dengan birahi yang makin memuncak, sampai-sampai Frian melakukan semuanya di ruangan itu bersama Wulan.
Wulan hanya bisa menangis berulang kali mengusap air matanya, beribu perasaan sesal dia rasakan saat ini karena tak menyangka bahwa Frian akan Melakukannya berulang-ulang kali.
Awalnya Wulan sangat percaya terhadap Frian karena tipu daya yang Frian berikan sangatlah membuat beberapa siswi tergoda selain dengan ketampanannya itu.
Wulan awalnya ditawari bahwa dia adalah satu-satunya perempuan yang Frian cintai dan menganggap Husna adalah pelampiasannya saja, padahal kejadian sebenarnya terbalik Husna lah yang selalu selamat tak pernah sedikitpun menerima perlakuan seperti itu.
Tapi setelah mendapatkan tubuh Wulan, Frian malah makin memanfaatkannya untuk pelampiasan birahi ketika Frian gagal mendapatkan Husna.
Wulan ini memanglah cantik walaupun lebih cantik Husna darinya. Tapi Wulan memiliki tubuh yang sedikit berisi daripada Husna dan membuat Frian selalu tergoda dengan bentuk tubuh Wulan apalagi dia masih remaja yang tak pernah tersentuh oleh seorang laki-laki.
Memang bisa dibilang ini semua ulah Wulan sendiri karena walau bagaimanapun dia sudah mencoba mengkhianati sahabatnya sendiri yaitu Husna walaupun Husna tak pernah menganggap Frian seorang kekasih selama ini.
Flashback off.
"Jadi selama ini kalian?" Ucap Tama yang sangat kaget karena Wulan bercerita yang tak pernah Tama duga sebelumnya.
"Aku dijebak Tama, aku menyesal aku benar-benar sangat menyesal." Sahut Wulan sedikit teriak di depan Tama karena dia sangatlah menyesal sudah masuk ke dalam perangkap itu.
Tama hanya bisa menggelengkan kepalanya karena sungguh tak menyangka ternyata Frian lebih ganas dari yang dia pikirkan selama ini.
"Yaudah sekarang kamu ikut aku! Kita laporkan orang seperti itu ke polisi." Tama langsung berdiri dan mengajak Wulan untuk melaporkan semuanya kepada pihak yang berwajib.
"Jangan Tama, aku malu! Mau dibilang apa nanti aku sama semua orang bila semuanya sudah tahu kejadian ini." Wulan langsung menolak karena dia merasa malu bila semua orang sampai tahu apalagi dengan teman-temannya di sekolah.
"Jadi kamu mau terus seperti ini? Sudah banyak Wulan laporan terhadapku tentang kasus guru brengsek itu. Kenapa sih semua orang di sini takut sekali sama dia?"
Tama semakin marah bahkan membentak Wulan, karena dia sudah sangat-sangat muak dengan semua ini.
"Aku tak punya cukup bukti Tama lagian kejadiannya juga sudah seminggu yang lalu." Wulan yang memang ragu mencoba memberikan alasan kepada Tama.
"Biarkanlah polisi bekerja dengan keahliannya sendiri, yang penting kesaksian dan laporanmu kuat ketika berada di sana. Lagian aku bakal punya bukti cctv ko ketika kalian di hotel tadi. Sekarang tinggal niatmu saja untuk melaporkan dia. Ayo ikut aku sekarang!"
Tama yang sangat sudah tak tahan kembali mengajak Wulan untuk melaporkan ini semua kepada polisi.
"Jangan Tama jangan sekarang, besok saja ya saat ini aku masih trauma aku takut tak bisa menjelaskan semuanya ketika di sana."
Wulan yang memang masih dalam keadaan menangis kembali melarang Tama karena sore ini dirinya benar-benar tidak siap.
"Ah kamu ini, mumpung masih ada waktu Wulan ayo!" Ucap Tama sambil mencoba mengangkat tangan Wulan untuk berdiri.
"Besok saja ya Tam aku masih takut, tolong kamu ngertiin perasaan aku saat ini." Wulan kembali memohon dengan tangisannya yang semakin pilu.
"Hmm, yaudah lah terserah tapi besok setelah pulang sekolah kamu ikut aku untuk melaporkan semua kejadian ini."
Tama pun mencoba luluh tapi dengan syarat besok harus segera melaporkan kejadian ini bersama Wulan.
"Iya Tama besok aku akan ikut kamu. Sekarang kamu tolong antar aku pulang ya!" Wulan yang mulai tenang mencoba meyakinkan Tama bahwa besok dia sudah siap dengan segalanya.
"Hmm ya sudah kalau gitu, ayo kita pulang sekarang!" Karena sudah mengerti dengan keadaan Wulan saat ini, Tama akhirnya mau menuruti dan akan mengantarnya pulang setelah ini.
Tama pun akhirnya mengantarkan Wulan pulang ke rumahnya walaupun dalam hatinya sudah tak sabar ingin sesegera mungkin melaporkan Frian yang sudah sangat keterlaluan.
Hatinya sangat marah ketika mengingat wajah Frian dalam benaknya, rasanya Tama ingin menghabisi Frian dengan dirinya sendiri karena rasa dendam yang begitu kuat dalam dirinya.
setoran bab