Veltika Chiara Andung tak pernah membayangkan hidupnya akan jungkir balik dalam sekejap. Di usia senja, ayahnya memutuskan menikah lagi dengan seorang perempuan misterius yang memiliki anak lelaki bernama Denis Irwin Jatmiko. Namun, tak ada yang lebih mengejutkan dibanding fakta bahwa Denis adalah pria yang pernah mengisi malam-malam rahasia Veltika.
Kini, Veltika harus menghadapi kenyataan menjadi saudara tiri Denis, sambil menyembunyikan kebenaran di balik hubungan mereka. Di tengah konflik keluarga yang rumit, masa lalu mereka perlahan kembali menyeruak, mengguncang hati Veltika.
Akankah hubungan terlarang ini menjadi bumerang, atau malah membawa mereka pada takdir yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Sebenarnya
Mawar duduk di tepi ranjangnya, menatap jendela kamar yang terbuka lebar. Angin malam menyusup masuk, membawa kenangan yang begitu menyakitkan. Ia masih ingat betapa cintanya kepada Andung begitu dalam, seolah dunia ini milik mereka berdua. Namun, cinta mereka bukanlah kisah yang sederhana. Keluarga Andung, terutama orang tuanya, tidak pernah merestui hubungan mereka.
Mawar hanyalah seorang gadis sederhana dari keluarga biasa, sementara Andung adalah pewaris tunggal keluarga Bramanta, keluarga terpandang dengan kekayaan melimpah. Perbedaan latar belakang itu menjadi tembok besar yang memisahkan mereka. Meskipun mereka mencoba bertahan, tekanan dari keluarga Andung semakin kuat.
"Aku tidak akan pernah setuju jika kamu menikahi gadis itu!" teriak ayah Andung suatu malam, suaranya menggema di seluruh ruang tamu megah. "Dia bukan dari kalangan kita! Kamu harus menikah dengan wanita yang pantas, bukan dia!"
Andung hanya diam, genggamannya pada tangan Mawar mengerat. "Tapi aku mencintainya, Ayah," jawab Andung dengan suara bergetar. "Aku tidak peduli dengan status atau kekayaan."
Namun, cinta mereka tidak cukup kuat menghadapi tekanan itu. Malam itu menjadi akhir dari segalanya. Andung dipaksa untuk meninggalkan Mawar, demi kehormatan keluarganya. Mawar, yang kala itu sedang mengandung anak mereka, harus menerima kenyataan pahit.
Dalam diam, Mawar meninggalkan kota itu, membawa bayi dalam kandungannya tanpa sepengetahuan keluarga Andung. Ia menyerahkan Veltika kepada keluarga Bramanta melalui perjanjian rahasia, dengan satu harapan: agar anaknya mendapatkan kehidupan yang lebih baik, meskipun tanpa dirinya.
Sejak saat itu, Mawar menghilang dari kehidupan Andung, menyimpan luka yang tak pernah sembuh. Namun, setiap kali ia menatap langit malam, ia tahu ada bagian dari dirinya yang masih hidup di dunia ini, meski terpisah oleh takdir dan rahasia yang tak boleh terungkap.
***
Beberapa tahun berlalu sejak Mawar menghilang dari kehidupan Andung. Luka di hati Andung perlahan terpendam, meski tidak pernah benar-benar hilang. Atas desakan keluarga, ia akhirnya menikah dengan Nadin, seorang wanita dari keluarga terpandang yang sepadan dengan keluarga Bramanta. Pernikahan itu bukanlah karena cinta, melainkan demi memenuhi ekspektasi sosial dan menjaga nama baik keluarga.
Nadin, yang dikenal Veltika sebagai ibu kandungnya, adalah sosok wanita anggun dan berkelas. Ia mencintai Andung dengan tulus, meski dalam hati kecilnya, ia tahu bahwa hati suaminya pernah dimiliki wanita lain. Namun, Nadin menerima takdirnya dengan lapang dada, berusaha menjadi istri dan ibu yang baik dalam keluarga Bramanta.
Sejak kecil, Veltika tumbuh dalam bayang-bayang kasih sayang Nadin. Ia tak pernah merasakan ada yang kurang dalam hidupnya, meski sering bertanya-tanya mengapa ia merasa ada jarak yang tak kasatmata antara dirinya dan ayahnya. Andung mencintai Veltika, tetapi di setiap pandangan lembutnya, ada rasa bersalah yang tak pernah terungkap.
Di sisi lain, Caroline, adik Mawar yang kini menjadi ibu tiri Veltika, menyimpan rahasia besar yang hanya ia dan Mawar ketahui. Caroline tahu bahwa Veltika adalah anak kandung Mawar, namun ia memilih bungkam. Ia merasa bahwa kebenaran itu terlalu rumit untuk diungkapkan, apalagi kini dirinya adalah istri dari Andung.
"Takdir memang lucu," gumam Caroline suatu malam sambil menatap foto keluarga di ruang tamu. "Bagaimana seorang anak bisa tumbuh tanpa mengetahui siapa ibunya yang sebenarnya."
Bagi Caroline, menjaga rahasia ini adalah sebuah beban. Ia ingin melindungi semua orang, termasuk Veltika, dari luka masa lalu yang bisa menghancurkan kebahagiaan mereka saat ini. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai merasa bahwa rahasia ini akan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Sore itu, di sebuah taman kota yang tak jauh dari rumah keluarga Bramanta, Veltika kecil berlari-lari dengan riang, menikmati udara segar. Di sudut taman, Nadin, ibu Veltika, duduk bersama Andung, mengawasi putri kecil mereka bermain. Senyum Nadin mengembang melihat keceriaan Veltika. Namun, senyum itu perlahan memudar ketika matanya menangkap sosok yang tak asing berjalan mendekat.
Seorang wanita, anggun meski sederhana, tengah menggendong bayi mungil di pelukannya. Di sampingnya, seorang lelaki berdiri, tinggi dengan aura yang karismatik—ayah Denis. Mereka berjalan beriringan, berhenti di dekat bangku taman tempat Nadin dan Andung duduk.
Veltika yang tengah bermain, tiba-tiba berhenti berlari dan menatap wanita itu. Ada sesuatu yang familiar dalam senyum dan tatapan wanita tersebut. Seolah, naluri seorang anak mengenali sesuatu yang tak terjangkau logikanya.
"Veltika!" panggil Nadin lembut, mengisyaratkan agar putrinya kembali.
Namun, Veltika kecil justru berlari mendekati wanita itu. "Bayi siapa itu?" tanya Veltika polos, menatap bayi yang ada di gendongan Mawar.
Wanita itu—Mawar—tersenyum lembut. "Ini adik kecilku," jawabnya dengan nada yang penuh kasih.
Nadin, yang melihat adegan itu dari kejauhan, merasa ada sesuatu yang ganjil. Mata Nadin menelusuri wajah wanita itu, dan mendadak hatinya mencelos. Mawar. Nama itu terngiang di kepalanya. Mawar, teman dekatnya semasa kuliah. Wanita yang dulu tiba-tiba menghilang dari kehidupannya tanpa kabar.
Nadin berdiri, berjalan perlahan mendekati mereka. Tatapannya terhenti di wajah Mawar, yang kini tampak dewasa, berbeda dari sosok yang ia ingat saat kuliah. Mawar pun akhirnya menyadari kehadiran Nadin. Wajah mereka bertemu dalam pandangan yang penuh kenangan dan pertanyaan.
"Mawar?" Nadin menyebut nama itu dengan suara bergetar.
Mawar terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Nadin," jawabnya lirih, seperti bertemu dengan bayangan masa lalu yang selama ini ingin ia hindari.
Andung yang berdiri di belakang Nadin membeku. Ia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Mawar, wanita yang dulu mengisi kehidupannya sebelum pernikahannya dengan Nadin. Mawar, ibu kandung Veltika.
Di tengah suasana yang penuh ketegangan itu, Nadin merasakan kebenaran yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan. Mawar, teman kuliahnya, adalah ibu kandung Veltika. Seluruh potongan cerita masa lalu yang selama ini ia abaikan kini terangkai menjadi satu kenyataan yang mengejutkan.
Mawar menatap Nadin, seolah ingin menjelaskan sesuatu. Namun, Nadin menahan diri. Ia tahu, ini bukan saatnya untuk berbicara. Dengan tatapan dingin, Nadin menarik tangan Veltika.
"Kita pulang," ucap Nadin tegas, tanpa melihat ke arah Mawar lagi.
Mawar hanya bisa menatap punggung Nadin yang menjauh bersama Veltika dan Andung. Hatinya pedih. Ia tahu, pertemuan ini hanya akan membawa luka lama kembali terbuka. Lelaki di sampingnya, ayah Denis, menggenggam tangannya erat, seolah memberikan kekuatan di tengah badai emosi yang sedang mereka hadapi.
Mawar tidak bisa menahan gejolak di hatinya saat melihat Andung menggendong Veltika dengan penuh kasih sayang. Bayangan masa lalu seolah menyerbu pikirannya tanpa ampun. Air mata mulai mengalir di pipinya, membawa kenangan yang selama ini ia pendam dalam-dalam.
Bayi itu.
Bayi yang pernah ia dekap dalam pelukannya, yang ia lahirkan dengan segala cinta, tapi harus ia lepaskan karena keadaan. Mawar ingat jelas malam itu—malam yang penuh dengan air mata dan keputusan yang menghancurkan hatinya. Ia masih bisa merasakan tangisan pertama Veltika di telinganya, suara yang tak pernah bisa ia lupakan.
Andung, lelaki yang pernah ia cintai, kini berdiri di depannya, membawa Veltika, putri mereka. Tapi sekarang, Veltika bukan lagi miliknya. Gadis kecil itu tumbuh dalam keluarga yang bukan ia dampingi, menciptakan jarak yang tak pernah bisa ia jembatani.
Mawar menggenggam erat bayi yang ada di pelukannya—Denis, buah cinta dari pernikahannya yang baru. Tapi di lubuk hatinya, Mawar tahu, ada ruang kosong yang selalu diisi oleh Veltika. Melihat Veltika yang begitu akrab dan dekat dengan Andung membuat hati Mawar berkecamuk antara kebahagiaan dan rasa bersalah yang mendalam.
“Mawar…” Lelaki di sampingnya, ayah Denis, menyadari perubahan ekspresi di wajah Mawar. Ia meremas lembut bahunya, berusaha menenangkan. “Kau baik-baik saja?”
Mawar mengangguk, meski hatinya terasa pecah berkeping-keping. Apakah Veltika masih mengingatku? Apakah dia tahu bahwa aku adalah ibunya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, membuatnya semakin terpuruk dalam perasaan bersalah yang tak berujung.
Dari kejauhan, Andung menyadari tatapan Mawar yang penuh emosi. Ia tahu persis arti tatapan itu. Mereka pernah berbagi cinta, harapan, dan juga kesakitan. Dan kini, meski waktu telah berlalu, luka itu masih terasa segar.
"Veltika, ayo pulang," ucap Andung lembut sambil menatap Mawar untuk terakhir kalinya. Namun, dalam tatapan itu, ada sesuatu yang tidak terucap, sebuah perasaan yang sama-sama mereka simpan rapat dalam kenangan masa lalu.
Saat Andung melangkah pergi membawa Veltika, Mawar hanya bisa berdiri terpaku. Air mata yang mengalir di pipinya menjadi saksi bisu dari kisah cinta yang berakhir dengan perpisahan. Namun, di dalam hatinya, Mawar tahu satu hal yang pasti cintanya pada Veltika tidak pernah berubah.