KAK, KUBALASKAN DENDAMMU

Marchioness Sandra yang ingin kembali melontarkan ucapan pedas karena mengira jika Catharine lah yang memarahi adiknya segera bungkam begitu dia melihat kepala pelayan Roger tampak berdiri disamping Catharine.

“Bukankah Raja Dexter mengabaikannya wanita idiot ini? Lalu, ini apa?”, batinnya sedikit binggung.

Bukan hanya melihat kehadiran kepala pelayan Roger saja disana, Marchioness Sandra juga melihat ada kurang lebih dua puluh prajurit mengantar kepulangan anak tirinya hari ini.

Belum lagi beberapa barang yang dia yakini sebagai buah tangan kedatangan Catharine hari ini membuat hati wanita itu menjadi geram.

Dia sama sekali tak menyangka jika Raja Dexter akan memberi Catharine muka dengan menyuruh kepala pelayan Roger untuk menemani Catharine pulang sehingga diapun segera merubah mimic wajahnya menjadi lebih lembut.

“Catty, adikmu masih kecil jadi maklumilah”, ujar Marchioness Sandra dengan sorot mata penuh teguran.

Catharine yang merasa tak melakukan apapun menaikkan satu alisnya merasa heran hingga suara berat kepala pelayan Roger membuat atensi semua orang teralih kepadanya.

“Bukan Putri yang menegur nona muda, tetapi saya”, ujar Roger menjelaskan.

“Sekarang, nona tertua Wilson telah menjadi Putri Benedict. Untuk kedepannya semua orang harus memanggilnya Putri dan diwajibkan memberi salam. Mengabaikan Putri berarti sama dengan menghina keluarga kerajaan dan hukuman cambuk akan diberlakukan ”, ucap Roger penuh ketegasan.

Roger yang sudah mengetahui jika posisi sang Putri dihati Raja Dexter sangat tinggi maka diapun bertindak sebagai pelindung dengan harapan hubungannya dengan Catharine akan lebih baik dari sebelumnya sehingga nyonya mudanya itu akan memberi kepercayaan lebih kepadanya dimasa depan.

Mendapat teguran dari seorang pelayan, membuat hati Marchioness Sandra tak senang, namun hal tersebut dapat dia sembunyikan dengan rapi melalui senyuman diwajahnya.

“Sialan! Bagaimana bisa aku memberi penghormatan kepada gadis busuk ini!”, batin Marchioness Sandra penuh emosi.

Tak ingin mendapat hukuman, Marchioness Sandra pun dengan terpaksa melakukan apa yang Roger perintahkan.

“Maafkan kelalaian kami dan untuk kedepannya kecerobohan seperti ini tak akan lagi terjadi. Salam kepada Putri Benedict, semoga kemulyaan selalu menyertai Anda”, ujar Marchioness Sandra melakukan curtsy ala bangsawan sambil menekan kemarahan yang mulai menggerogoti hatinya.

Meski enggan, dua saudara tiri Catharine juga ikut melakukan curtsy setelah mendapatkan pelototan tajam dari Marchioness Sandra.

“Salam kepada Putri Benedict, semoga kemulyaan selalu menyertai Anda”, ujar kedua saudara tiri Catharine kompak.

Melihat ibu dan kedua saudara tirinya menyapanya dengan benar, ada satu kepuasan dalam diri Catharine karena berhasil mempermalukan mereka diawal perjumpaan.

“Ternyata ada gunanya juga lelaki tua ini ikut bersamaku”, batin Catharine puas.

Roger yang mendapatkan tatapan penuh kepuasan dari sang Putri segera membusungkan dada dan merasa senang karena tindakannya tepat.

Karena semua orang telah memainkan perannya dengan sangat baik maka Catharine pun harus berlakon dengan baik juga, sebagai Putri Benedict yang ramah dan baik hati.

“Ibu...adik....Bangunlah....”, ujar Catharine dengan suara yang lembut.

Setelah ibu dan kedua saudara tirinya kembali berdiri tegak, kini giliran para pelayan yang melakukan salam penghormat kepadanya.

Bibi Amirah yang merasa enggan membungkuk dihadapan Catharine, merasa takut ketika kepala Roger menatap tajam dirinya.

Tak ingin mendapatkan hukuman cambuk maka bibi Amirah pun terpaksa membungkuk dengan hormat sambil terus mengumpat dalam hati.

Ini baru permulaan, selanjutnya Catharine akan lebih mempermalukan  Marchioness Sandra sehingga ibu tirinya itu tak akan lagi memiliki muka untuk tampil dimuka umum.

“Ternyata benar apa yang dikatakan oleh bibi Amirah, anak ini sudah berani melawanku secara terang-terangan saat ini”, batin Marchioness Sandra geram.

Melihat kepala pelayan Roger yang merupakan wajah dari istana Benedict ikut serta maka Marchioness Sandra hanya bisa memainkan peran sebagai ibu tiri yang baik dan segera membawa tamunya untuk masuk kedalam rumah.

“Putri...kenapa repot-repot membawa buah tangan segala. Kamu datang saja ibu sudah merasa senang”, ujar Marchioness Sandra terlihat ramah.

Melihat betapa banyak dan mahalnya buah tangan yang anak tirinya bawa, Marchioness Sandra pun segera menyuruh bibi Amirah untuk segera membawa masuk dan menyimpannya kedalam.

Kepala pelayan Roger sedikit mengkerutkan keningnya melihat sosok bibi Amirah yang tak asing baginya hingga dia pun ingat jika wanita tua itu merupakan pelayan yang ikut masuk kedalam istana bersama Lili untuk melayani sang Putri.

Melihatnya sekarang ada disini dan tampak mengabaikan keberadaan sang Putri, Roger menduga ada sesuatu yang tidak beres sehingga diapun berniat untuk menyelesaikannya.

“Mohon maaf Nyonya jika saya lancang. Apa bibi Amirah sudah tak lagi melayani putri diistana?”, tanya Roger penuh selidik.

Sebelum ibu tirinya menjawab, Catharine lebih dulu angkat bicara karena ini merupakan saat yang tepat untuk mengembalikan wanita tua itu ke kediaman Wilson.

“Karena bibi Amirah tak meminta ijin dan mengabaikan keberadaanku maka akan lebih baik pelayan tak patuh seperti itu tak kembali keistana. Karena bibi Amirah merupakan pelayan ibu maka hari ini aku akan mengembalikannya kepada ibu agar bisa didik sehingga tak akan membuat malu kediaman Wilson dimasa depan”, ujar Catharine tajam.

Mendengar ucapan Catharine, Marchioness Sandra pun tak bisa membantah karena faktanya bibi Amirah memang keluar tanpa ijin dan jika dia kembali, dengan kepala pelayan Roger yang mengetahuinya maka bisa dipastikan hidupnya tak akan nyaman disana.

“Ibu akan mendisplinkannya nanti”, Marchioness Sandra menjawab sambil mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, menahan amarah yang mulai berkobar dalam hatinya.

Arin dan Adelia yang melihat ibunya terus dipojokkan dan tak bisa melawan tak lagi bersuara karena keduanya kini tengah sibuk mengamati kakak tirinya itu dengan seksama, mencoba mencari apa yang berubah dari wanita yang mereka anggap jelek dan bodoh tersebut.

Setelah cukup berbasa-basi, Marchioness Sandra menyuruh semua orang untuk beristirahat sejenak ditempat yang telah disediakan sambil menunggu makan siang siap disajikan.

Catharine yang tak mengetahui dimana letak kamarnya hanya bisa mengikuti langkah kaki Lili yang membawanya ke kamar kakak kembarnya.

“Lili, jaga didepan pintu dan jangan biarkan siapapun masuk kedalam hingga makan siang tiba”, perintah Catharine tegas.

Melihat jika kamar yang kakak kembarnya tempati cukup mewah dan terawat dengan baik, Catharine merasa ada sesuatu yang menganjal sehingga dia berusaha untuk menyelidikinya.

“kak, apa lagi rahasia yang kamu sembunyikan?”, gumannya penasaran.

Catharine berjalan menyusuri setiap sudut kamar sambil membuka laci dan almari yang ada disana, berusaha untuk mencari petunjuk artas kecurigaan yang mendera hatinya.

Semua sudut ruangan telah dia telusuri namun Catharine tak menemukan apapun, membuatnya semakin bertambah penasaran hingga kedua matanya menangkap sesuatu yang aneh disamping kotak obat.

“Apa ini?”, gumannya curiga.

Begitu patung kelinci putih yang menempel ditembok Catharine otak-atik tiba-tiba tembok ada suara benda bergeser dari dalam lemari pakaian sang kakak.

Begitu Catharine buka, kayu yang ada dibelakang almari pakaian mengilang dan ada ruangan yang cukup gelap disana.

“Ruang rahasia?”, gumannya tercengang.

Dengan rasa penasaran yang tinggi, Catharine berjalan masuk kedalam almari setelah membawa lilin sebagai penerangan dan menutup pintunya sebelum dia melangkah masuk kedalam ruangan gelap tersebut untuk mencari tahu isi didalamnya.