Misteri Rumah Kosong.
Kisah seorang ibu dan putrinya yang mendapat teror makhluk halus saat pindah ke rumah nenek di desa. Sukma menyadari bahwa teror yang menimpa dia dan sang putri selama ini bukanlah kebetulan semata, ada rahasia besar yang terpendam di baliknya. Rahasia yang berhubungan dengan kejadian di masa lalu. Bagaimana usaha Sukma melindungi putrinya dari makhluk yang menyimpan dendam bertahun-tahun lamanya itu? Simak kisahnya disini.
Kisah ini adalah spin off dari kisah sebelumnya yang berjudul, "Keturunan Terakhir."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MRK 23
Sebuah lukisan kuda dengan frame berwarna emas tergantung indah di dinding, guci-guci keramik bertebaran di sudut rumah menampilkan betapa elegannya rumah besar dua lantai itu.
Ya, rumah itu adalah rumah seorang kaya raya di desanya, tak heran jika semua yang ada di dalamnya adalah benda-benda mewah dan berharga.
Seorang lelaki berkumis tebal memegang cerutu, duduk di sebuah sofa besar dengan ukiran meliuk-liuk yang juga dibalut warna emas, seolah ia adalah raja yang tengah duduk di singgasananya. Di hadapan lelaki itu sebuah televisi besar yang tengah menampilkan sebuah acara lawak.
Meski lawak menjadi tontonan, tapi suasana rumah tak menjadi senang. Lelaki bernama Dasuki itu menahan amarah hingga wajahnya memerah, di tangan kirinya memegang tongkat dengan ujung berbentuk kepala naga. Suara kaki tongkat memukul lantai beberapa kali menggema dalam ruangan besar itu.
Sementara di sampingnya duduk seorang wanita paruh baya yang tampak anggun dengan pakaian kebaya dan sanggul di kepala, wanita bernama Ningsih yang sudah 25 tahun menjadi istrinya itu menatap nanar seorang gadis yang terisak di atas lantai.
“Katakan pada Bapak Memey, siapa lelaki yang telah menodaimu? siapa ayah dari bayi itu!”
Kali ini tongkat di tangan melayang, hampir menghantam layar kaca televisi di depan mereka. Putrinya Memey menjerit kuat, menutup wajah dengan kedua tangan. Kemarahan bapaknya begitu mengerikan, tapi itu tak lantas membuatnya bersedia mengatakan segalanya.
“Bapak sudah, jangan keras-keras. Malu didengar tetangga Pak.” Nasehat istrinya.
“Dia sudah bikin malu keluarga kita Buk, dia sudah mencoreng nama baik keluarga Atmaja. Apalagi yang lebih memalukan dari hal ini? jadi, jangan cegah bapak. Biarkan bapak yang selesaikan semua!” Dasuki beralih menatap putrinya yang masih terisak, bahu gadis 18 tahun itu terguncang hebat.
“Bapak dengar kamu ikut Lena manggung kan? sudah bapak katakan, kamu boleh belajar menari dan menyanyi, tapi tampil di sebuah acara? kamu gila?! entah dengan siapa kamu tidur di sana.”
“Tidak! aku tidak semurah itu Pak! bapak dari anakku bukan lelaki sembarangan!” Memey membentak orang tuanya demi membela bapak janin dalam kandungannya.
“Mangkane to Nduk, katakan pada kami siapa lelaki itu? kamu begitu membelanya, kalau dia memang orang baik sudah seharusnya dia tanggung jawab kan, Nak?” Ningsih berjalan mendekati sang putri, mengusap pelan pundak gadis itu.
“Maaf Bu, untuk saat ini Memey tidak bisa katakan siapa dia, ini salah Memey Bu, bukan salahnya.”
Pak Dasuki menggebrak meja, dua wanita di depannya ketakutan melihat hal itu. Ibu Ningsih segera memeluk putri semata wayangnya. Menenangkan gadis itu yang terus terisak.
“Baiklah, kalau kamu terus seperti ini maka jangan salahkan bapak jika janin itu harus mati!” teriak pak Dasuki murka, “Darsih, kemari kau!” teriaknya lagi memanggil salah seorang pelayan.
Wanita muda seumuran putrinya memakai jarik dan kebaya kumal datang mendekat, rambutnya yang digelung asal tampak awut-awutan. Sedangkan kedua tangannya membawa sapu lantai. “I-iya Tuan besar,” ucapnya gagap.
“Panggilkan dukun Jono, aku harus memaksanya bicara dengan cara seperti ini.”
“Astaghfirullah, Bapak! sing eling to Pak. Memey putri kita satu-satunya bagaimana jika terjadi hal buruk pada dia?” teriak ibu Ningsih mendekati suaminya. Tapi lelaki itu justru berpaling, menatap jendela kaca sebab enggan memandang wajah sang putri.
“Baiklah, Pak. Lakukan apa saja, dan bapak tidak akan pernah mendapatkan apa yang Bapak inginkan, aku akan tetap melindunginya, seperti halnya aku melindungi janin ini.”
Pak Dasuki semakin murka, ia tak mampu lagi duduk tenang. Kalimat yang terlontar dari bibir gadis cantik itu mengoyak luka hatinya semakin dalam. “Baik, jadi kamu lebih memilih lelaki itu ketimbang bapak dan ibumu ini?”
“Ya, Memey pilih dia!”
PLAK…. Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi Meylani, gadis itu reflek menyentuh pipinya yang terasa pias. Namun, saat itu juga ia tersadar jika bapaknya jatuh dengan memegang dada. Ibunya menjerit kuat, sang suami berada dalam pangkuannya sedang kesakitan.
Rupanya penyakit jantung lelaki itu kambuh, akibat terlalu emosi pada putri semata wayang yang amat dicintainya selama ini.
“Bapak, sadar Pak. Meylani cepat telepon dokter Hudi, cepat!”
Meylani diam membatu, gadis ini terlalu terkejut melihat mata bapaknya yang terus membelalak ke atas. Perasaan takut, bersalah, dan khawatir bercampur menjadi satu. Hingga ia benar-benar tak sadar jika ibunya terus memukul dan mendorongnya untuk segera menghubungi dokter keluarga.
“Begitulah awalnya, Meylani tak menduga jika pertengkaran itu menjadi kali terakhir ia bisa berbincang dengan bapaknya. Pak Dasuki meninggal, dan mbak Ningsih sangat terpukul karena hal itu. Ia yang sangat mencintai suaminya tak sanggup menahan kesedihan, dan menyusul sang suami beberapa hari kemudian.”
Nenek Ratih terdiam sejenak, wanita tua itu memainkan botol minyak kayu putih di tangannya, sama sekali tak memiliki keberanian menatap wajah cucu dan menantunya, juga keponakannya yang kini sedang menunggu kelanjutan cerita beliau.
“Jadi, mbak Meylani ini pada akhirnya hidup sendiri?” tanya kyai Usman yang segera mendapatkan anggukan kepala nenek Ratih.
“Meylani hidup sendirian, ia tak berani keluar rumah karena para tetangga mengetahui semua. Tetangga selalu menggunjingnya terang-terangan Kyai. Tapi tidak heran, karena kami mendengar sendiri pertengkaran mereka, selain itu Darsih pembantu keluarganya juga menjadi tumbak cucukan saat itu.”
“Maksud Bude?” Wijaya tak mengerti maksud istilah yang diucapkan budenya.
“Ya, intinya dia menyebar berita dengan dilebih-lebihkan. Yang melihat Memey berzina lah, gonta ganti lelaki lah, dan masih banyak lagi cerita bohong yang dikarang Darsih saat itu.
Masyarakat semakin menggila, mereka datang menemui bapak mertuamu, Sukma. Meminta agar kami mengusir Mey dari desa, jika tidak mereka tak segan membunuhnya, karena dianggap membawa sial.”
"Astaghfirullah." Kyai Usman mengusap dada.
“Tapi, bapaknya Bagas tak melakukan hal ini, Kyai. Beliau yang berdiri di depan masyarakat untuk mengingatkan sisi kemanusiaan yang tersisa di hati mereka. Dan dengan kesepakatan bersama, warga akan membiarkan Memey, dengan syarat dilarang keluar rumah.”
"Kejam sekali. Jadi, terus bagaimana Mbah? sama siapa Memey di rumahnya?”
“Sendirian Kyai, semua pekerja mengundurkan diri. Dan benar ucapanmu kala itu Sukma, ibu yang iba memilih merawatnya, setiap hari mengantar makanan dan mencuci pakaiannya. Bagaimanapun juga, dari kecil Memey sudah seperti putriku sendiri, jadi tentu ibu tidak tega melihatnya seperti itu.”
Sukma menitikkan air mata, meski Memey salah, tapi kisahnya sungguh menyakitkan. Kehilangan orang tua setelah pertengkaran hebat, ia tak membayangkan betapa menyesalnya Memey kala itu.
“Terus Bude, bagaimana mbak Memey pada akhirnya bisa meninggal?” tanya Wijaya.
“I-itu… saat kami pergi ke kota untuk pernikahan Sukma dan Bagas. Hari itu, Memey… gantung diri.”
.
Tbc
Kenapa ya kira-kira Meylani memutuskan gantung diri? Apa yang terjadi padanya saat nenek Ratih pergi ke kota untuk pernikahan Bagas dan Sukma? Nantikan kisah selanjutnya yeorobun... Like komen vote dan bintangnya jangan lupa. 🤗🙏