Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Haliza Mengurung Diri
Setelah menghubungi Ardian, tubuh Haliza merosot ke bawah, dia menangis sejadi-jadinya. Dia marah dan kecewa dengan Ardian yang tiba-tiba saja menghubungi disaat hubungannya dengan Aldian baru saja menghangat.
"Hiks, hiks, hiks."
Tangisannya tidak bisa dikontrol lagi, Haliza sungguh sangat sakit hati dengan Ardian, ditambah lagi sikap Aldian yang kini semakin dingin bagai es di kutub utara.
Bi Kenoh yang sejak tadi mendengar pembicaraan Haliza di telpon, dan kini melihat Haliza menangis, merasa iba dengan keadaan Haliza yang terlihat sedih. Entah ada masalah apa sebenarnya dengan majikan perempuannya ini. Bi Kenoh hanya bisa menyimpulkan kalau saat ini hubungan kedua majikannya sedang tidak baik-baik saja.
Kata-kata umpatan yang meluncur di bibir Haliza untuk Ardian keluar begitu saja, mungkin imbas dari rasa kecewa yang diberikan Ardian.
Tangis Haliza mulai mereda, setelah satu jam menangis meratapi nasibnya yang nelangsa. Ia mulai bangkit dari lantai. Haliza meraih Hp Bi Kenoh yang tadi dipinjam. Ia merasa tidak enak pada Bi Kenoh karena terlalu lama meminjam Hp nya. Dengan segera, Haliza membuka kartu SIM Card miliknya dan melepasnya dari Hp Bi Kenoh.
Haliza berdiri dan bergegas mencari Bi Kenoh untuk mengembalikan Hp nya.
"Non Liza, mau saya bikinkan teh hangat?" tanya Bi Kenoh saat melihat Haliza menuju dapur. Haliza menggeleng, ia menyodorkan Hp itu ke tangan Bi Kenoh lalu segera pergi.
"Terimakasih, Bi," ucapnya sebelum berlalu. Bi Kenoh merasa prihatin dengan keadaan majikan perempuannya ini, meskipun ia tidak pernah melihat kedua majikannya bertengkar secara langsung, tapi dengan melihat perang dingin antara keduanya, Bi Kenoh yakin bahwa Haliza dan Aldian saat ini sedang bertengkar.
"Semoga saja Non Haliza, dan Den Aldian cepat baikan dan kembali ceria seperti semula," harap Bi Kenoh seraya berlalu menuju dapur untuk melanjutkan kembali pekerjaannya.
Haliza kini menaiki tangga, dia langsung menuju kamar kosong yang kini terpaksa dia tempati lagi. Kali ini sungguh hatinya sangat sakit dan sedih. Sakit oleh perlakuan Ardian dan sedih oleh sikap Aldian.
"Hiks, hiks, hiks." Tangisan itu kembali pecah, Haliza benar-benar belum puas menumpahkan tangisan tadi yang sudah pecah. Sebelum menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, ia mengunci kamar itu supaya siapapun tidak ada yang masuk ke kamar itu termasuk Aldian.
Haliza menghempas tubuhnya ke ranjang, masih menumpahkan segala kesedihan hatinya di sana. Bantal yang menjadi tumpuannya sudah basah oleh air mata yang sejak tadi meleleh dari sudut matanya. Tidak terasa, mungkin lelah karena menangis, Haliza tertidur disertai isak tangis yang kerap terdengar.
Jam 19.00 malam, Aldian baru saja pulang. Bi Kenoh menyambutnya dengan wajah terlihat panik. Aldian merasa heran, sebelum ia bertanya duluan pada Bi Kenoh, Bi Kenoh sudah lebih dulu memberitahu.
"Den, Non Liza sejak tadi pagi, belum keluar kamar dan belum makan apa-apa. Bibi sudah coba mengetuk pintunya, tapi tetap tidak dibuka. Bibi khawatir ada apa-apa dengan Non Liza, sebab sebelum Non Haliza mengurung diri dalam kamar, Non Liza sempat meminjam Hp bibi dan menghubungi seseorang," lapor Bi Kenoh terlihat sangat khawatir.
Aldian terkejut dan penasaran siapa yang dihubungi Haliza sebelum dia mengurung diri di kamar. "Menghubungi seseorang, siapa kira-kira yang dihubungi istri saya, Bi?" tanya Aldian penasaran.
"Siapa, ya? Namanya itu mirip dengan Den Aldian. Tadi Non Haliza sempat merutuk dan mengumpat lawan bicaranya dengan berteriak, dan mengatakan kata-kata yang kasar juga. Mungkin orang itu yang membuat Non Haliza marah," terang Bi Kenoh lagi.
Mendengar laporan dari Bi Kenoh seperti itu, Aldian langsung merenung mencerna cerita Bi Kenoh lebih dalam. Aldian menduga bahwa yang dihubungi Haliza adalah Ardian.
Untuk beberapa saat Aldian masih termenung, bunyi telpon tadi malam itu biang kerok dari keadaan ini. Dan sekarang Haliza mengurung diri di kamar buntut dari sikap Aldian yang kembali kecewa dengan Haliza yang masih belum menghapus atau memblokir nomer mantan kekasihnya.
"Kenapa pula kamu masih belum menghapus nomer mantanmu itu. Dan lagi kok bisa sampai lupa tidak kepikiran menghapus nomer itu padahal ada waktu sebulan untuk menghapusnya."
Walaupun kesal, tapi Aldian merasa khawatir dengan keadaan Haliza yang menurut cerita Bi Kenoh, Haliza dari sejak pagi belum makan apa-apa.
Tiba di depan pintu kamar yang kini ditempati Haliza, Aldian segera mengetuk pintu beberapa kali. "Liza, buka pintunya. Kamu keluarlah, kamu sejak pagi belum makan apa-apa kata Bi Kenoh. Ayolah buka pintunya," bujuk Aldian berharap Haliza membuka pintu itu. Akan tetapi, Haliza sama sekali tidak merespon bujukan Aldian.
"Liza, tolong buka pintunya, aku mau ngomong tentang masalah kita. Kalau kamu mau hubungan kita membaik, kamu harus buka pintunya dan kita bicara. Kamu harus katakan apa maumu dan mau bagaimana hubungan kita ini," teriak Aldian untuk yang kedua kalinya. Namun, tetap saja teriakan Aldian tiada respon membuat Aldian dilanda khawatir.
Akhirnya, Aldian memutuskan untuk mendobrak pintu itu, karena merasa tidak ada respon sama sekali dari dalam.
Baru saja kaki Aldian akan menendang pintu, pintu itu sudah terbuka secara perlahan. Haliza muncul di tengah-tengah mulut pintu, menatap sedih dan penuh harap terhadap Aldian.
"Kenapa, Mas?" lirihnya bertanya. Perasaan sedih jelas terlihat di sana.
Aldian menatap dari atas hinggap bawah sekujur tubuh Haliza, tidak ada hal yang mengkhawatirkan, sehingga Aldian merasa lega.
"Kata Bi Kenoh kamu sejak pagi belum makan apapun, apakah kamu sedang puasa atau diet sehingga tidak ada sesuatu yang kamu makan?"
Haliza menggeleng, ia sedih dengan kalimat Aldian barusan yang seakan tidak berempati padanya yang sedih.
"Mas, tunggu," tahan Haliza sembari memegangi lengan Aldian, berharap Aldian bisa memahaminya.
"Kenapa? Kalau kamu lapar kamu tinggal ke bawah saja makan. Aku pikir kamu kenapa-napa, sampai aku susul kemari," ujar Aldian terdengar merutuk. Aldian masih kesal dengan Haliza karena masih belum menghapus nomer mantannya itu. Padahal jarak dari pertemuan sampai tadi malam cukup lama, yakni sebulan. Jadi, jika Haliza bilang lupa, itu hal yang tidak masuk akal bagi Aldian.
Aldian pergi dari hadapan Haliza, merasa tidak ada lagi hal lain yang mau dibicarakan. Dengan melihat Haliza dalam keadaan baik-baik saja, Aldian merasa lega. Dia masih akan membiarkan Haliza menerima balasannya dengan sikap dinginnya, supaya Haliza tahu rasa dan lebih menghargai pasangan.
Kesannya memang kejam. Namun hal ini Aldian lakukan demi kebaikan Haliza dan juga mengukur sedalam apa atau sejauh mana Haliza mulai mencintainya. Aldian pun ingin dicintai meskipun pada awalnya iapun tidak mencintai Haliza.
Saya Kasih dulu Bunga Kembang Sepatu Biar Semangat Si Author Manis ini Nulis nya ya 😁😁