"Tidak semudah itu kamu akan menang, Mas! Kau dan selingkuhanmu akan ku hancurkan sebelum kutinggalkan!"
~Varissa
_____________________
Varissa tak pernah menyangka bahwa suami yang selama ini terlihat begitu mencintainya ternyata mampu mendua dengan perempuan lain. Sakit yang tak tertahankan membawa Varissa melarikan diri usai melihat sang suami bercinta dengan begitu bergairah bersama seorang perempuan yang lebih pantas disebut perempuan jalang. Ditengah rasa sakit hati itu, Varissa akhirnya terlibat dalam sebuah kecelakaan yang membuat dirinya harus koma dirumah sakit.
Dan, begitu wanita itu kembali tersadar, hanya ada satu tekad dalam hatinya yaitu menghancurkan Erik, sang suami beserta seluruh keluarganya.
"Aku tahu kau selingkuh, Mas!" gumam Varissa dalam hati dengan tersenyum sinis.
Pembalasan pun akhirnya dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman
Pandangan orang-orang tertuju kepada seorang wanita seksi yang berjalan tidak seperti biasanya. Langkahnya sedikit pincang. Tidak setegap dan semantap biasanya.
"Apa liat-liat?" dengus Mauren sinis.
Delina, orang yang dia rebut posisinya di perusahaan melengos. Mencolek bahu dua temannya untuk segera menghindar dari perempuan pelakor yang hanya bisa mengandalkan tubuhnya untuk memperoleh tahta dan harta.
"Sana pergi! Dasar orang-orang rendah!" hina Mauren lagi.
Tiga orang karyawati bagian marketing tersebut hanya bisa memendam segala hinaan dalam hati. Tak ada gunanya mencari masalah dengan Mauren karena pada akhirnya mereka yang akan menanggung segala kesalahan.
"Diemin aja!" bisik Delina sambil terus menarik kedua temannya agar segera hilang dari pandangan mata Mauren.
"Kamu nggak ada niat buat sekali-kali ngelawan pelakor itu, Del?" Santi, berucap protes karena kesal.
"Iya, Del! Ngapain juga sih, kamu nggak laporan sama Ibu Varissa aja? Dia kan teman kamu." Dira ikut menyahut.
"Kalian kan tahu, gimana percayanya Bu Varissa sama Pak Erik. Nanti kalau aku ngadu, yang ada malah aku yang kena masalah. Ingat 'kan, apa ancaman Pak Erik ke dulu?" Delina menatap kedua temannya. "Berani buka mulut, berarti siap menghadapi maut."
"Laporin ke Polisi aja. Itu udah termasuk ancaman pembunuhan loh, Del!" Dira mendengus.
"Buktinya mana? Ngelapor juga harus pakai bukti, Dira! Apalagi, yang di lawan itu petinggi perusahaan. Orang banyak uang. Aku yang hanya butiran debu ini, bisa apa?"
Bahu Dira dan Santi kompak merosot. Terdengar helaan putus asa dari keduanya. Delina hanya tertawa. Menggelengkan kepala sambil menuntun dua teman yang selama ini selalu bersamanya saat mengalami kejatuhan karir menuju ke kubikal masing-masing.
"Nggak usah dipikirin! Kan, kata Pak Beni, doa orang teraniaya akan selalu di dengar. Jadi, kita sabar aja. Biarkan karma yang bekerja untuk menghukum si wanita pemuja kasta."
"Wih.... Ucapanmu udah kayak pujangga cinta, Del!" ledek Santi yang lebih dulu sampai di kubikalnya.
"Mungkin aku ketularan sama Pak Beni," jawab Delina.
"Semoga, penyelamat dari kezaliman Pak Erik dan Mauren cepat datang, ya! Ketimbang Delina, Pak Beni jauh lebih kasihan. Beliau nggak diterima kerja dimana-mana setelah dipecat karena faktor usia. Padahal, kerja beliau bagus," harap Santi dengan tampang prihatin.
Delina tersenyum. Mengusap punggung Santi sebelum dia dan Dira berjalan menuju kubikal masing-masing.
Ya, andai tidak memiliki tanggungan seorang Ibu yang harus dia rawat sendirian, mungkin Delina lebih memilih keluar dari perusahaan ketika dia yang saat itu masih menjabat sebagai Sekretaris Erik di turunkan jabatan secara tidak hormat karena dituduh telah mencuri perhiasan Mauren. Tepat dua hari setelah kejadian itu, Mauren mendadak diangkat sebagai Sekretaris baru yang tentu saja membuat hati Delina terluka karena Erik tidak berusaha mencari tahu kebenaran terlebih dahulu. Belakangan, dia dan pegawai yang lain akhirnya tahu kalau ternyata Mauren dan Erik menjalin hubungan terlarang. Dan, segala duduk permasalahan yang menimpanya pun akhirnya mendapat jawaban.
"Kamu kenapa?" tanya Erik kepada Mauren yang tiba-tiba saja menerobos masuk kedalam ruangan dengan tampang yang kacau.
Mauren menatap kesal Erik. Dilemparnya tas mahal miliknya ke atas meja kerja Erik lalu duduk dihadapan pria itu sambil bernafas cepat.
"Kenapa, Sayang?" tanya Erik sekali lagi.
"Aku kecelakaan. Mobilku tabrakan," jawab Mauren.
"Terus, mobilnya gimana?"
Dahi Mauren mendadak terlipat. Matanya melotot ke arah Erik.
"Mas, kok kamu malah cemas sama mobilnya? Kamu nggak khawatir sama aku?" protes Mauren.
Erik menghela nafas. "Aku kan udah lihat kondisi kamu. Setidaknya, kamu masih bisa ngantor, kan? Berarti nggak apa-apa dong!"
Mauren berdiri. Berjalan memutari meja kerja Erik untuk kemudian beralih tempat duduk tepat diatas pangkuan lelaki itu.
"Mas, kaki aku terkilir. Apa kamu nggak khawatir?" tanyanya manja.
Erik mengelus kaki Mauren. "Udah di obatin, kan?"
Mauren mengangguk. "Tapi masih sakit," imbuhnya dengan nada yang terdengar semakin manja.
"Terus, mobilnya gimana?" Erik mengulang pertanyaannya lagi.
"Udah di bengkel. Nanti, biayanya kamu yang bayarin, ya!" bujuk Mauren sambil mengelus wajah sang kekasih.
"Aku lagi nggak punya uang, Sayang! Pakai uang kamu dulu, ya!"
Wajah Mauren merengut. Segera, ia turun kembali dari pangkuan Erik dengan tatapan kesal.
"Lama-lama, uangku juga bakalan habis kalau dipakai terus, Mas. Kenapa sih, kamu nggak minta aja sama istri bodoh kamu itu? Atau, kamu curi aja lagi credit card-nya kayak dulu."
"Kamu pikir semudah itu? Varissa itu lagi marah banget sekarang."
"Marah kenapa? Sejak kapan perempuan bodoh itu bisa marah juga, Mas?" Mauren bersedekap dengan bibir mencebik meremehkan.
"Papa jual restoran yang dikasih sama Varissa. Dan, ternyata orang yang membeli restoran Papa itu udah nipu Papa."
"Kok Papamu bodoh banget, sih?"
Erik terperanjat. Ditatapnya Mauren dengan tajam yang seketika membuat Mauren segera menutup mulut sambil menunduk.
"Maaf, Mas. Aku kelepasan."
Erik mendengus. Sebisa mungkin kekesalan ia redam kembali. Ia tidak ingin memulai pertengkaran dengan Mauren. Cukup dengan Varissa saja dia berselisih saat ini.
TRING!
Satu pesan anonim masuk ke ponsel Mauren.
[Yang tadi hanya peringatan. Jika belum menjauhi Erik juga, maka selanjutnya kamu akan benar-benar mati.]
Setelah membaca pesan itu, Mauren menjatuhkan ponselnya tanpa sadar. Seluruh bulu kuduknya meremang. Kedua tangannya mulai bergetar hebat saat mengingat kembali detail kejadian tadi pagi.
Saat itu, Mauren berkendara seperti biasa menuju kantor. Namun, ditengah perjalanan, remnya tiba-tiba tidak berfungsi yang mengakibatkan kecepatan mobil tidak bisa ia kurangi. Lalu, mendadak sebuah mobil truk dari arah berlawanan datang. Dan, kecelakaan itu akhirnya tak dapat dihindari. Mobil Mauren bertabrakan dengan sebuah minibus saat ia mencoba menghindar dari truk tersebut. Beruntung, ia tak kenapa-kenapa. Hanya terkilir dan luka ringan di bagian kaki.
"Mauren, ada apa?" tanya Erik dengan mata memicing.
Wanita yang ditanya masih berdiri mematung. Erik memutuskan memungut ponsel yang dijatuhkan Mauren. Mencoba mencari tahu apa penyebab sang kekasih tampak begitu syok.
"Ren, ini...,"
"Kamu sekarang percaya aku kan, Mas? Istri bodoh kamu itu benar-benar ingin melenyapkan aku."
Mendengar ucapan Mauren, Erik masih merasa ada sesuatu yang aneh. Jelas-jelas dia sudah memeriksa ponsel Varissa beberapa waktu lalu. Tak ada yang mencurigakan. Namun, pesan yang masuk ke ponsel Mauren juga tampaknya bukan berasal dari orang jauh.
Mencoba menghubungi nomor itu kembali, Erik tak mendapat apa-apa. Nomor itu sekarang tiba-tiba tidak dapat dihubungi.
"Kamu sering dapat pesan ancaman kayak gini?" tanya Erik memastikan.
Mauren menggeleng. "Baru hari ini dan hari ketika aku tabrakan didepan klub."
"Kamu masih ingat wajah orang yang ngancam kamu dihari tabrakan itu?"
Mauren menggeleng. Mustahil dia mampu mengingat ketika saat itu dia sedang dalam kondisi panik dan ketakutan yang luar biasa.
Dan itu hanya kepadamu Dikta,,,,🤭🥰