NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Dosen Killer

Istri Rahasia Dosen Killer

Status: tamat
Genre:Tamat / Dosen / Nikahmuda / Aliansi Pernikahan / Pernikahan Kilat / Beda Usia
Popularitas:23.9M
Nilai: 4.8
Nama Author: Desy Puspita

Niat hati mengejar nilai A, Nadine Halwatunissa nekat mendatangi kediaman dosennya. Sama sekali tidak dia duga jika malam itu akan menjadi awal dari segala malapetaka dalam hidupnya.

Cita-cita yang telah dia tata dan janjikan pada orang tuanya terancam patah. Alih-alih mendapatkan nilai A, Nadin harus menjadi menjadi istri rahasia dosen killer yang telah merenggut kesuciannya secara paksa, Zain Abraham.

......

"Hamil atau tidak hamil, kamu tetap tanggung jawabku, Nadin." - Zain Abraham

----

Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 07 - Virtual

"Jangan menolak kewajibanku ya, nanti dosaku makin banyak."

Orangnya sudah lama pergi, tapi kalimat terakhir yang dia ucapkan tadi siang pamit masih terngiang dalam benak Nadin. Bahkan hingga hari mulai malam, tepatnya ba'da Isya Nadin seakan tak fokus.

Dia terus berpikir, Zain memang merasa bertanggung jawab atau hanya takut dengan namanya dosa. Dadanya berdebar tak karu-karuan bukan karena sesuatu yang mungkin disebut cinta seperti kata Jihan, tapi bingung dan berusaha memahami sikap sang suami.

Sebenarnya kartu itu bukan barang pertama yang Zain berikan. Malam dimana mereka resmi menikah, Zain juga memberikan sebuah ponsel selain mahar untuknya.

Alasannya sama, dia ingin bertanggung jawab, termasuk atas hal yang telah dia rusak. Jika dihitung-hitung, belum 24 jam menjadi istri dia sudah menerima lebih dari 50 juta karena cincin yang Zain berikan sebagai mahar juga Nadin yakini tidaklah murah.

"Apa dia tidak rugi? Gaji dosen berapa memangnya sebulan?" Setelah tadi sempat fokus memikirkan Zain bertanggung jawab atau hanya takut dosa, kali ini dia beralih memikirkan finansial Zain.

Secara personal, Nadin tidak begitu mengenal siapa Zain, apalagi keluarganya. Bukan karena Nadin kurang update, tapi memang pria itu sangat tertutup perihal kehidupan pribadi. Bahkan ketika berkenalan dengan para mahasiswa di pertemuan pertama dia hanya menyebutkan nama lengkapnya, itu saja.

"Ck, kenapa aku jadi mikirin itu?"

Nadin menggeleng, sebisa mungkin dia berusaha untuk fokus dengan buku cetak yang ada di hadapannya. Sejak awal Nadin sudah bertekad, dia tidak ingin hancur karena yang terjadi kemarin.

Cukup hari ini dia bolos, besok tidak lagi. Beruntung saja jadwal ujian tengah semester itu telah usai kemarin, jadi malam ini tidak masalah jika hanya baca-baca sekilas. Bukan seperti teman-temannya, Nadin memang tidak ada waktu libur untuk belajar.

Ujian atau tidak, rutinitas malam harinya tetap sama. Hanya saja, jika ujian ya dia akan berusaha lebih keras dari biasanya. Dan, terkhusus malam ini dia memang hanya menyiapkan diri untuk menghadapi esok hari.

Nadin masih Nadin yang sama, ambisinya tetap sebesar itu. Tidak heran, sejak dahulu yang Nadin andalkan hanya otak dan keberaniannya di kelas untuk bicara. Dia bersaing secara sehat dan dari awal masuk niatnya memang hanya fokus untuk belajar, tidak ada niat nikah muda seperti yang kini dia jalani.

Sial, mengingat hal itu Nadin kembali tak fokus lagi. Dia merenung seraya menghela napas panjang, selama bertahun-tahun menempuh pendidikan, baru kali ini otak Nadin seolah menolak untuk fokus pada tulisan di buku-buku yang dia baca.

Tepat di saat otak tengah berperang dengan pikiran tentang Zain, ponselnya bergetar dan Nadin tidak tergerak untuk sedikit lebih cepat sebagaimana Zain bertindak. Sekali Nadin biarkan, tapi ternyata panggilan itu masuk kembali hingga mau tak mau Nadin harus menerimanya.

Nadin tahu siapa yang menghubungi tanpa perlu diperiksa lebih dulu. Bukan tanpa alasan, karena memang satu-satunya nomor telepon di ponsel barunya hanyalah Zain dan Nadin belum tergerak untuk menghubungi temannya yang lain.

.

.

"Kenapa lama sekali?"

"Assalamualaikum, Mas."

Sama-sama berbicara, cara mereka bicara amat berbeda. Zain mengalah, dia menjawab salam Nadin walau sebenarnya mungkin kesal, terdengar sekali cara Zain bicara agak sedikit meninggi di awal.

"Maaf lama, aku belajar tadi." Sedikit berbohong, Nadin menggigit bibir usai mendengar suara Zain yang meninggi.

Tak bisa dipungkiri, dia menyesal tidak bergerak cepat, tapi untuk mengaku jika sengaja ditunda-tunda, besar kemungkinan Zain akan semakin marah. "Sudah makan?"

Jauh dari dugaan Nadin, pria pemarah itu tidak memperpanjang masalah. Alih-alih menuduh Nadin yang macam-macam, pria itu justru memastikan Nadin sudah makan atau belum. "Sudah, tadi aku makan."

"Tadi apa? Tadi siang?"

Nadin tersenyum simpul, pertanyaan Zain terdengar sedikit lucu di telinganya. "Bukan, barusan aku makan," jawabnya menatap nasi kotak yang bahkan belum berkurang setengah.

Sejak dahulu makannya memang sangat sedikit, perut Nadin menolak makan nasi, tidak naffsu kalau katanya. Itu juga dia beli karena Zain sempat mengingatkan agar dirinya tidak melupakan makan malam tadi sore, dan detik ini agaknya dia sengaja menghubungi hanya demi memastikan sang istri ikut perintah atau tidaknya.

"Makan nasi?"

"Tentu saja, kan tadi aku sudah kirim fotonya."

"Habis?"

"Ehm tidak sih, ada sisanya sedikit."

Nadin pikir, hanya karena itu dia sudah berada di titik aman. Nyatanya, pria itu justru mengalihkan panggilan suara ke video hingga Nadin gelagapan, jarinya bergetar, tapi tidak ada keberanian untuk menolak hingga memutuskan untuk pasrah dan menerima panggilan video dari sang suami.

Wajah tampan Zain dengan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya terlihat di sana. Jantung Nadin berdegub tak karu-karuan, melebihi tegangnya suasana ujian bahkan dia tak memiliki keberanian untuk menatap balik mata Zain.

"Coba lihat, sebanyak apa sisanya."

Hendak bagaimana Nadin sekarang, tidak mungkin dia harus membuang sebagian sisa makananya lebih dulu, terlambat tentu saja. Ingin berbohong juga tak bisa, di hadapan Zain tidak memiliki keberanian untuk berbohong, sungguh.

Perlahan, Nadin memperlihatkan sisa makanan yang tersisa di atas meja. Entah akan semarah apa kemarahan Zain, dia sudah siap menerimanya. "Wah, hampir habis ternyata?"

"Heum?" Nadin mengerjap, rasanya masih sangat jauh dari kata hampir habis. Sesaat Nadin berpikir mungkin efek rabun, Nadin tidak peduli, yang jelas dia bahagia andai memang Zain salah lihat.

"Bawang gorengnya maksudku," sambung Zain yang kemudian membuat Nadin menggigit bibir. Tidak ingin pembahasan tentang nasi itu berkelanjutan, Nadin kembali mengarahkan kamera ke arahnya.

"Aku tidak lapar, kalau dipaksain mau muntah."

"Oh iya? Masa secepat itu? Setahuku sekitar tiga mingguan baru terasa mual-mualnya," celetuk Zain yang membuat Nadin seketika menarik kembali kotak nasi yang tadi sempat dia habiskan.

"Aku habiskan sekarang."

Bisa-bisa pembicaraan Zain menjalar jauh sekali, tidak ingin disangka yang tidak-tidak, Nadin memaksakan diri untuk makan di depan Zain. "Lauknya juga, kalau cuma nasi apa enaknya."

Nadin mendelik dengan mulut penuh itu, dari wajahnya terlihat marah, tapi ucapan Zain dia ikuti saat itu juga. Tanpa sadar dia benar-benar menjadi tontonan dan disaksikan sang suami hingga selesai, makanan yang tadi susah sekali masuk ke perutnya bersih, bahkan lalapannya juga masuk perut lantaran sebal dituduh mual-mualnya akibat hal lain.

Baru kali ini Nadin makan selahap itu, perutnya kenyang maksimal hingga ketika ditambah air satu gelas semakin penuh dan kini mendadak bersendawa tanpa sengaja. "Maaf, tidak sengaja, Mas," ucap Nadin menutup mulutnya, malu sekali jika boleh jujur.

"Tidak apa-apa, santai saja." Zain terlihat menunduk, entah tertawa atau kenapa Nadin tak tahu juga.

Hendak bertanya juga malas, dia tidak seakrab itu. "Ehm, aku tutup teleponnya ... masih ada kerjaan."

Dia menghubungi benar-benar hanya untuk memastikan Nadin makan dengan benar, setelahnya dia pamit. "Iya, aku juga mau lanjut belajar," jawab Nadin yang lagi-lagi menyesal lantaran merasa sok akrab.

"Aku tidak memintamu lanjut belajar ... istirahat, jangan terlalu berlebihan, kamu sudah cukup pintar, Nadin."

"Tapi aku tidak mungkin bisa tidur sekarang," tolak Nadin mentah-mentah, jadi istri patuh mungkin memang harus, tapi untuk yang satu ini mana bisa.

"Jadi belum mau tidur?"

"Hm, belum, Mas."

"Ya sudah, jangan matikan teleponnya kalau belum mau tidur."

"Apa?"

.

.

- To Be Continued -

Hii everyone, buat Vote besok lempar saja di Zain ya, Kama udah habis masanya❣️ Maaf belum bisa up rutin 3 kali sehari, tapi aku usahain, babay💃

1
Nuraini Nuraini
Luar biasa
Rosita
Buruk
Laili Lyli
Luar biasa
bhunshin
aku dah pernah baca cerita ini,waktu hp aku sebelum keriset hilang semua folder yg ada dihp alias diriset ulng😭
bhunshin
jin 🤣🤣🤣iya itu jinya manusia berbentuk jin Zain🤣🤣
bhunshin
wah dia nyembur didipam celananya si Nadin 😅
bhunshin
terpesonaaaaaaa Zain terpesonaaaa memandang wajahmuuuuu....
kirei ardilla
ini mah mw ngejebak, mlh kejebak sendiri/Facepalm/
Icha Veronica
Luar biasa
Rhenii RA
Aku padamu Zain🤗
Icha Veronica
Luar biasa
Icha Veronica
Lumayan
JANE ARDIANA
Luar biasa
Eva Puspa Dewi
/Drool//Awkward//Awkward/
Eva Puspa Dewi
asik novelnya /Joyful//Joyful//Joyful/
JANE ARDIANA
Hah! apa pak kebelet nikah?!
Siti Rufiatun
Luar biasa
Siti Rufiatun
Lumayan
Wiedya Stuti
Luar biasa
☠☀💦Adnda🌽💫
pijit +++ itu see pasti y pa dosen ...nggak jauh pokoknya 🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!