'Gagak pembawa bencana' itulah julukan pemimpin klan mafia Killer Crow, Galileo Fernandez, yang terkenal kejam dan tidak pandang bulu dalam membunuh.
Hidupnya dari saat dia kecil dilatih menjadi pembunuh berdarah dingin oleh ayahnya, sehingga menciptakan seorang Leo yang tidak berperasaan.
Suatu hari dia di jebak oleh musuh bebuyutan dari klan mafianya dan tewas tertembak dikepalanya. Tetapi bukannya pergi ke alam baka, dia justru terbangun kembali di tubuh seorang anak laki-laki berusia 5 tahun.
Siapakah anak laki-laki itu?, Apakah Leo mampu menjalani hidupnya dan kembali menjadi mafia kejam dan membalaskan dendamnya?
Inilah Kisah tentang Galileo seorang mafia kejam yang bereinkarnasi ke tubuh seorang bocah yang ternyata menyimpan banyak misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ADhistY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Malam harinya Max bersiap untuk untuk pergi ke mansion nya.
"Hannah jika ibuku menelpon rumah, bilang saja jika aku sedang istirahat," ujar Max hendak keluar dari rumahnya, karena biasanya Zivanna selalu memantau max melalui pelayan di rumah.
"Baik tuan muda," ucapnya dengan menunduk tidak berani bertanya dan membantah Max.
Saat keluar rumah Max merasakan hawa keberadaan yang sepertinya tengah memantaunya, dia merasa perasaan ini bukan seperti aura milik para shadow Crow, tetapi entitas musuh yang belum di kenalnya, mungkin para shadow Crow juga sudah mengetahui nya, tetapi karena max tidak memberikan sinyal perintah mereka tetap diam. Max seakan seperti mengabaikan musuh yang memantau nya dan terus berjalan lalu memasuki mobilnya.
Max mengendarai mobilnya membelah kegelapan malam belum menemukan gangguan apapun, tetapi saat tengah melewati jalan yang sepi segerombolan para preman menghentikan nya dengan mobil mereka yang menghalangi sisi jalan yang di lewati Max.
Ckitttt
Suara gesekkan ban mobil Max yang berhenti tiba tiba.
"Ck menyebalkan, pada akhirnya aku harus tetap berurusan dengan para cecunguk ini," gumam Max sedikit malas berurusan dengan kelompok kecil sok jagoan di luar mobilnya.
"Hei keluar kau," ucap mereka mengetuk kaca mobil Max dengan keras.
Max dengan wajah malas keluar mobilnya tanpa rasa takut. Jangankan hanya sekelompok para preman sok keras seperti ini, ratusan anggota mafia terlatih saja ia bantai tanpa kesulitan sama sekali.
"Wahh ternyata dia punya nyali juga," ujar salah satu preman tertawa meremehkan.
Wajah datar Max tidak berubah menatap jengah para preman di depannya.
Salah satu preman yang di duga ketua dari mereka berdecak kesal dengan tatapan Max yang seolah meremehkan mereka semua.
"Ck, tatapan mu membuat ku kesal," ucapnya hendak memukul wajah Max, tetapi Max dengan cepat menghentikan tangannya lalu dengan mudah mematahkan tulang lengannya.
Krakkk
"Arghhh," teriak preman itu ketika tangannya sudah membengkok oleh Max.
"SIALAN, KALIAN SEMUA SERANG DIA," Ujarnya pada para anak buahnya.
Hiattt
Dorrr
Saat hendak menyerang Max, langkah mereka terhenti karena max menembakan senjata api ke arah langit.
"Melangkah sekali lagi, peluru pistol ini akan menembus kepala Kalian," ucapnya dengan memainkan pistol di tangannya. Max saat ini sangat tidak dalam suasana hati yang baik untuk bertarung, jadi dia mengeluarkan senjata api miliknya yang selalu di bawanya kemana mana seperti Leo di kehidupan nya yang dulu.
Mereka semua menatap takut pada Max dan pelan pelan berjalan mundur dengan mengangkat kedua tangannya masing masing.
"A-ampun tuan jangan bunuh kami, k-kami hanya orang suruhan," ujar sang ketua dari mereka dengan berlutut pada Max. Dia tidak menyangka jika targetnya yang katanya seorang siswa SMA memiliki senjata api di tangannya. Dia mengira jika pemuda di depannya ini pasti bukan dari kalangan biasa, tiba tiba dia merasa menyesal karena telah mengambil tugas ini dengan bayaran yang kecil, dengan nyawa mereka sebagai taruhannya.
"Siapa yang menyuruh kalian," tanya Max dengan nada dinginnya.
Sang preman itu menatap ragu pada Max, karena identitas dari orang yang menyuruh nya cukup berpengaruh di kota ini.
Melihat keterdiaman mereka, max menembak paha sang ketua dari para preman itu.
"Arghhh, ampun tuan," ujarnya memegang pahanya yang bercucuran darah akibat peluru yang ditembakkan Max.
"Jawab atau mati," ujar Max singkat yang membuat mereka semua bergidik ngeri.
Max kembali mengangkat senjata nya hendak menembak kembali, tetapi ketua pereman itu segera berbicara dengan cepat sebelum nyawa mereka melayang.
"Baikk, akan ku jawab, tolong jangan bunuh kami," ujarnya dengan cepat.
"Yang menyuruh kami adalah seorang pemuda, dia meminta kami untuk mencegat mu dan memukuli mu hingga habis, lalu mengancam mu untuk tidak mendekati seorang wanita bernama viona tuan," ujarnya dengan menunduk takut.
Mendengar preman itu berbicara membuat wajah Max mendingin. Berani beraninya menyuruh para preman lemah ini menyerang seorang Galileo? Benar benar mencoreng harga dirinya.
"Siapa?," tanya Max dengan suara dalamnya.
"Stevan anggara t-tuan," ucapnya dengan terbata bata.
Max terdiam menaikkan satu alisnya, merasa tidak pernah dengar marga anggara itu.
Melihat keterdiaman Max para preman itu kembali bersimpuh di kaki Max.
"Maafkan saya tuan, tolong biarkan kami pergi," ujar mereka pada Max
Max menatap mereka semua, mengangkat sudut bibirnya tersenyum miring, lalu menembakkan pistolnya tanpa ragu menembus kepala mereka.
Dor
Dor
Dor
Dor
Brukk
Suara nyaring tembakkan senjata api milik Max menewaskan mereka semua.
"Terlambat, salah kalian sendiri berani mengincarku," ucapnya lalu berbalik masuk ke mobilnya meninggalkan mayat para preman tergeletak di jalanan.
Tak lama muncul empat orang seperti bayangan hitam mengambil semua mayat itu untuk disingkirkan, bisa dipastikan itu adalah anggota elit Shadow Crow yang selalu mengikuti Max kemanapun.
.
.
.
.
.
.
.