Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Istri Baru
Walau awalnya melangkah bersama, kesibukan Ardhan dengan ponsel, membuat Arini melangkah lebih depan. Ardhan masih di anak tangga terakhir sementara Arini sudah sampai di tengah-tengah ruang keluarga selaku ruang pertama setelah tangga yang menghubungkan lantai bawah dan lantai atas. Di subuh ini, keduanya sengaja keluar dari kamar untuk shalat subuh bersama keluarga besar di masjid keluarga Ardhan.
Suasana rumah masih gelap dan hanya beberapa lampu kecil di sudut saja yang menyala. Tanda-tanda adanya orang lain di sana selain mereka, juga tidak ada. Tepat di pendopo perbatasan ruang keluarga dan ruang tamu, Arini berhenti. Arini yang belum terbiasa dengan suasana luas kediaman orang tua Ardhan, ragu. Arini takut tersesat. Karena sekadar keberadaan pintu saja, Arini lupa. Itu juga yang membuatnya menyadari, sang suami tertinggal jauh darinya.
Arini mengedarkan tatapannya hingga membuatnya menemukan sosok berkoko lengan panjang warna putih dan menjadikan sarung sebagai bawahannya. Koko putih lengan panjang yang Ardhan pakai tampak menyala, tak kalah terang dari layar ponselnya yang menyala dan menjadi alasan sang suami sibuk.
Selain berniat menunggu Ardhan di sana, Arini juga hendak mengajaknya berbicara. Arini hendak menanyakan keberadaan pintu.
“Pak Suami, ini aku enggak tersesat, kan? Pintunya ada di sebelah kiri aku, kan?” lembut Arini masih mendekap dua sajadah miliknya maupun milik Ardhan.
Meski sudah berada di lingkungan sana selama nyaris tiga minggu lamanya. Kini menjadi kali pertama Arini di rumah orang tua Ardhan dalam waktu lama dan bahkan sampai menginap. Andai sekadar ke rumah sana pun, itu sangat jarang dan bisa dihitung.
“Iya, sebelah kiri. Bentar ya, pesan-pesan yang belum aku baca banyak banget,” balas Ardhan tetap fokus ke layar ponselnya. Tanpa tahu, ada sosok kepala yang melongok di ruang tamu yang akan sang istri lalui.
Arini yang refleks menjerit histeris, sengaja me nghan tam penampakan kepala tersebut sekuat tenaga. Sebelum ia juga buru-buru lari dan mendekap Ardhan sangat erat. Otak Arini dengan refleks memerintahkan tubuh apalagi kedua tangannya untuk memeluk sekaligus mencari perlindungan kepada Ardhan. Karena selain pria tersebut merupakan suaminya, fakta bahwa Ardhan sangat mengayominya memang menjadi kenyamanan khusus yang membuat Arini percaya. Bahwa dirinya akan aman jika berlindung kepada suaminya. Terlebih walau awalnya sibuk dengan ponsel, Ardhan juga langsung sigap memeluk istrinya erat. Tak kalah erat dari dekapan yang Arini lakukan dan itu sangat mendadak. Hingga yang ada, bukan hanya jantung Arini yang berdetak sangat cepat. Karena jantung Ardhan yang awalnya sedang santai, juga.
“Ada apa, Rin?” lembut suara ibu Sundari terdengar dari sebelah anak tangga.
Sementara pak Azzam yang melangkah di sebelah ibu Sundari, sengaja menekan sakelar di sana. Suasana yang awalnya cenderung gelap gulita seketika menjadi terang benderang.
”Ada penampakan kepala, Ma! Terus wajahnya j e l e k banget!” cerita Arini di tengah napasnya yang masih ngos-ngosan. Ketakutan yang begitu besar setelah ia syok, juga membuatnya tetap menempel ke tubuh Ardhan yang ia peluk sangat erat. Tak peduli meski di sana sudah ada kedua mertuanya.
“Kayaknya di dunia dan jagad kehidupan ini, wajah yang paling j e l e k cuma wajahnya Ojan, deh,” ucap pak Azzam.
Ucapan terdengar menge j e k pak Azzam barusan, membuat Arini refleks menahan tawa. Entah mengapa, setiap yang berkaitan dengan pak Ojan selalu membuat papa mertuanya itu berbakat meng h i n a. Padahal andai pak Ojan bermanja ke pak Azzam. Dari gelendotan bahkan gendong. Atau malah naik motor tapi kakek Ojan yang dibonceng di depan, pak Azzam oke-oke saja memanjakannya. Dengan kata lain, walau kesannya julid tingkat akut, sebenarnya pak Azzam juga sangat sayang ke kakek Ojan.
“Aduuuuh ....” Suara kesakitan yang terdengar dari depan, itu suara pria tua dan sudah langsung membuat pak Azzam tertawa.
Arini dan ketiga orang di sana mengenalinya sebagai suara kakek Ojan.
“Jan ... hahahaha ... ternyata itu beneran kamu? Ternyata dugaanku benar lagi kan. Karena wajah paling j e l ek di jagad ini memang hanya wajah kamu! Hahahahahah arrrrrggghhh!” heboh pak Azzam yang menertawakan kakek Ojan.
Di lantai ruang tamu, sosok kurus itu masih meringkuk dengan wajah masih tertutup sebagian sajadah Arini dan Ardhan. Tadi, Arini menggunakan sajadah itu untuk menghantam wajah kakek Ojan sekuat tenaga.
“Arini bilang, wajah kamu j e l e k banget, Jan! Berarti Arini beneran menantuku! Kami satu penilaian terhadap kamu, Jan! Kamu pasti sudah kagetin menantuku, ya?” lanjut pak Azzam menolak uluran kedua tangan kakek Ojan.
“Salahnya tadi Kak Ojan ngagetin banget. Masa teriak ‘HAH!’ Sambil meled-meled, terus matanya melotot-melotot,” ucap Arini menjelaskan dan berniat membantu kakek Ojan.
“Nah, Jam. Dengar kan, mantumu tetap memanggillku kak! Nah, kebukti kan. Mantumu ngepenz ke aku? Hahahaha!” heboh kakek Ojan. Ia yang awalnya manja-manja minta dibangunkan ke pak Azzam, seketika langsung bisa loncat mirip pasukan ninja warior.
Arini dan ibu Sundari refleks istighfar karena kaget. Lain dengan Ardhan yang walau tidak banyak berkomentar, tapi tetap sibuk menahan tawa.
“Makanya Jan, lain kali kamu enggak usah nakut-nakutin karena tanpa begitu, wajahmu asli sudah serem!” lembut pak Azzam sambil merangkul punggung kakek Ojan.
“Seserem-seremnya wajahku, bakalan lebih serem dari belum pertengahan bulan, sisa gaji sudah tinggal belasan ribuan, Jam!” yakin kakek Ojan.
Hanya pak Azzam yang tidak cekikikan gara-gara ucapan barusan. Selanjutnya, kakek Ojan langsung sibuk meng cie-ciein pengantin baru di sana.
“Kamu pasti sudah sibuk nyari janda karena pulang ke sini enggak bawa istri!” tuding pak Azzam sambil mendekap erat sang istri dan sengaja pamer kemesraan. Sebelum itu terjadi, ia juga menyuruh Ardhan untuk memeluk erat Arini. Agar kakek Ojan iri.
“Aku setia, Jam. Semenjak merit!” ucap kakek Ojan yang sebenarnya belum beres.
“Enggak usah sok inggris-inggrisan. Baru mangap saja kamu sudah salah!” sergah pak Azzam yang meski terdengar keji, tapi nyatanya tetap peduli kepada yang di b u l ly.
“Seheboh ini. Ini baru shalat subuh. Lah kok, Killa merasa kurang, kesepian. Ah emang dasar Killa yang kela inan ke gatelan!” batin Arini, meski ia juga tak memungkiri. Kenyataan Killa yang tak bersyukur menyia-nyiakan Ardhan sekeluarga, justru menjadi rezeki mulia untuknya.
Paling lucu di subuh kali ini, tentu adegan mbah Septi nga mu k ke Ojan gara-gara sendal bulu warna pink miliknya dipakai kakek Ojan.
“Masjid kan tempat tukar tambah sandal apa alas kaki lain Mbak Septi. Berangkat enggak pakai sendal. Apa berangkat bawa sandal brekele. Pulang-pulang bawa yang baru.” Kakek Ojan tetap tidak mau mengembalikan sandal milik mbak Septi. Ia tetap kabur dan masuk ke dalam masjid untuk shalat subuh. Cerdiknya ia dalam mengamankan sandal incarannya, ia sengaja mengantonginya kemudian menyembunyikannya.
“Ojaaaaaaaannnn!” teriak mbah Septi.
Teriakan yang sangat khas dan sudah Arini hafal. Karena teriakan seperti itu juga kerap Arini dengar di setiap kakek Ojan yang statusnya artis fenomenal, membuat vlog bersama mbah Septi.
Selanjutnya, Arini yang dibuat tertawa sampai menangis karena kebersamaan di subuh ini sengaja pamit. Arini akan menyusul sang ibu untuk ikut serta shalat subuh bersama keluarga Ardhan. Namun Ardhan ikut serta dan memang sengaja agar kebersamaan mereka jauh lebih bermakna.
“Kamu tahu aku sangat sibuk. Jadi ke depannya, bareng-bareng gini juga hanya di waktu-waktu tertentu.” Maksud Ardhan itu menjelaskan agar Arini bisa menerima keadaannya. Namun berbeda dengan Killa yang banyak penawaran, Arini sudah langsung paham. Yang Ardhan suka dari Arini, selain Arini langsung bisa menyesuaikan dengan kondisi, istri barunya itu juga akan melakukannya dengan sentuhan yang di daratkan di punggung atau lengannya.
“Nanti urusan pembangunan rumah, aku serahin ke kamu. Kalau bukan para mbah, ya papa mama yang bakalan nemenin kamu kontrol ke sana.” Kabar yang baru Ardhan sampaikan itu membuat sang istri kebingungan menatapnya. Namun kemudian, Ardhan juga memberi Arini pengertian. Bahwa rumah yang sebelumnya Ardhan siapkan untuk Killa dan itu murni hasil kerja kerasnya, otomatis juga menjadi milik istri barunya.
“Wah ... rumah baru dan masih proses pembangunan? Padahal di sini saja walau masih ngontrak, aku sudah betah banget loh. Enggak ada alarm r u s a k lagi!” jujur Arini serius, tapi Ardhan yang sempat terkejut dan tampangnya justru jadi menggemaskan untuknya, perlahan tersipu. Alasan tersebut pula yang membuat Arini mencubit gemas bibir suaminya. Walau itu hanya berlangsung sebentar lantaran pintu kontrakan mereka terjaga, baru saja dibuka. Ibu Yati yang mereka tunggu keluar dan memang sempat memergoki keromantisan Ardhan Arini. Hingga pengantin baru itu celingukan salah tingkah.
(Ramaikan ya. Kalau sudah rame aku up lagi ❤️ ayok.semangat ya)
ayo up lagi
batal nikah wweeiii...
orang keq mereka tak perlu d'tangisi... kuy lah kalean menikah.. 🤭🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣