Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.33
Di depan gundukan tanah merah bertabur bunga, seorang perempuan tampak sedang tersedu dan meraung, menumpahkan segala kesedihan serta kesesakan di dadanya. Di atas pusara itu, perempuan itu termangu dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Kesedihan dan kehilangan ini sungguh teramat sangat menyesakkan. Dia telah kehilangan surganya, pelitanya, kekuatannya, bahagianya, dan semangat hidupnya. Kini ia hanya seorang diri di sini. Entah dimana bahagia itu. Ia seakan terbang dan melambai seraya tersenyum mengejek.
Ranting asa'nya kini telah patah. Kemana lagi dia ia harus melangkah bila pijakannya saja telah roboh. Ingin rasanya ia berteriak, mengapa Tuhan begitu kejam memberinya cobaan bertubi. Namun kapan waktu ia merenungi, Tuhan takkan memberikan ujian melewati batas kemampuan seorang manusia. Tinggal kitalah bagaimana cara menyikapinya.
Di depan pusara itu, Nazila mengusap pelan perutnya dengan tatapan terfokus ke pembaringan terakhir ibunya. Disekanya air mata yang tampak masih mengalir.
"Bu, doakan Ila agar selalu kuat dan tegar menghadapi ujian ini."
Ya, ujian ... Nazila menganggap segala rintangan dalam hidupnya sebagai ujian yang harus ia lalui demi mencapai kebahagiaan yang hakiki. Angin berhembus membelai wajahnya, seolah mengaminkan apa yang baru saja ia ucapkan.
"La, kita pulang ya! Kamu itu seharusnya masih bedrest lho. Ingat sama kandungan kamu, jangan karena terlalu bersedih kamu sampai lalai pada calon anak kamu." Bi Arum yang berdiri di belakang Nazila menegur keponakannya itu. Ia juga sangat bersedih. Bahkan matanya pun tak kalah sembab dari mata Nazila. Bagaimana pun, ibu Nazila adalah satu-satunya keluarga miliknya. Satu-satunya saudaranya yang tersisa tentu ia pun merasakan kehilangan seperti yang dialami Nazila. Tapi bedanya kini ia memiliki suami yang selalu siap sedia mendampingi dirinya, tidak seperti Nazila yang bahkan sampai saat ini ia tidak tahu dimana keberadaannya. Pun keluarga laki-laki itu. Memang Nazila lah yang telah mewanti-wanti sebelumnya agar tidak menghubungi mereka. Ia tak mau merepotkan apalagi menjadi beban keluarga itu. Biarlah susah, sulit, sedih, pahit, semua ia tanggung sendiri.
Nazila mengangguk samar tanpa berkata-kata.
"Bu, Ila pamit pulang dulu. Lain kali Ila pasti ke sini lagi." pamit Nazila seraya mengusap nisan yang bertuliskan nama sang ibu, Nurhayati.
...***...
"Rin, Ila ada telepon kamu nggak?" tanya Kevin saat baru saja masuk ke dalam kamar Karin.
"Ada sih, tapi lebih tepatnya aku yang telepon. Terus dia cerita katanya Bu Nur sakit, dirawat di rumah sakit. Tadi pas pulang aku telepon mau nanya dimana Bu Nur dirawat tapi ponselnya udah nggak aktif. Kenapa?" tanya Karin.
"Nggak tahu, aku khawatir aja soalnya dua hari ini dia nggak masuk. Nggak bisa dihubungi juga. Kamu tahu nggak apartemen? Aku tahu alamatnya, tapi nggak tahu di lantai dan nomor berapa."
"Aku juga nggak tahu, kan belum pernah main kesana. Horor. Tahu sendiri lah lakinya kek gimana. Tapi bisa aja dia sedang nggak enak badan kan dia sedang hamil sekarang," ujar Karin santai yang sontak saja membuat Kevin melebarkan matanya.
"Apa? Hamil? Kamu serius?" cecar Kevin yang belum yakin.
"Siapa yang hamil?" tiba-tiba Anggi muncul dari balik pintu mengejutkan kedua saudara kembar itu. "Kok diam? Siapa hamil? Kalian nggak berbuat macam-macam kan di belakang mama?" cecar Anggi pada keduanya.
"Ih, mama, ya nggak lah. Pacar aja nggak punya. Mama juga tahu jelas jadwal Karin, kapannya Karin punya waktu leha-leha. Kalaupun keluar, pasti cuma buat ketemuan sama Ila atau jalan-jalan sama adik-adik," sergah Karin tak mau mamanya berpikiran macam-macam tentang dirinya.
"Iya nih, mama ada-ada aja. Kami nggak mungkin lah ngelakuin hal kayak gitu. Kalaupun sampai terjadi, yakin deh, itu pasti bukan kehendak kami. Sama kayak yang dialami Ila, mama pasti udah tahu kan dari Karin tentang apa yang dialaminya. Nah, yang sedang kami bahas itu Ila, ma. Nggak tahu kenapa dua hari ini nggak ada kabar. Kata Karin sih mungkin karena ia kurang enak badan soalnya sekarang Ila sedang hamil." Jelas Kevin seraya menghela nafas panjang.
Tanpa sadar, Anggi bernafas lega saat tahu yang hamil adalah Nazila. Ia khawatir anak-anaknya melakukan hal yang tidak-tidak di belakangnya.
"Kenapa kamu menghela nafas kayak gitu? Kayak cowok patah hati aja." cibir Anggi membuat Kevin menggaruk kepalanya.
Karin terkekeh, "Iya lah ma patah hati, kan Kevin udah sering lamar Ila tapi Ila nolak melulu. Eh sekarang Ila udah nikah, hamil pula, kenapa nggak kecewa tuh orang," ejek Karin seraya menjulurkan lidahnya membuat mata Kevin melotot.
"Emang kamu beneran suka sama Ila?" tanya Anggi dengan alis yang terangkat ke atas.
"Eng ... nggak tahu, ma. Cuma Kevin merasa nyaman aja kalau sama Ila. Ila juga orangnya nyambung dan nggak neko-neko kayak yang lainnya. Cuma dia cewek yang kalau ketemu aku santai aja, nggak keganjenan gitu. " sahut Kevin membuat Anggi menghela nafas panjang. Bila ia dulu usia 18 tahun sudah mengenal cinta bahkan telah menikah, tapi anak keduanya yang kembar ini justru sebaliknya. Sudah berusia 25 tahun tapi belum paham apa itu cinta.
"Vin, menikah itu bukan cuma perkara nyaman. Wajar aja Ila nolak kamuz. Mama dan papa Adam kalian aja yang awalnya menikah karena cinta bisa berpisah apalagi cuma karena rasa nyaman, nyambung, sikapnya nggak neko-neko, nggak keganjenan. Bisa jadi itu hanya perasaan kamu karena kalian besar bersama. Sama kayak kamu memperlakukan Karin. Kalau mau melamar seseorang itu, harus memastikan dulu gimana perasaan kamu ke dia, bukan asal ajak nikah aja." Nasihat Anggi membuat Kevin menunduk seraya mendengarkan. "Apalagi Ilajuga sekarang udah jadi istri orang, lagi hamil juga. Baiknya kamu lupakan sebelum rasa di hati kamu makin membesar. Mama cuma nggak mau kamu merasa kecewa kelak di kemudian hari."
"Tapi Ila nggak bahagia, ma."
"Tapi bukan berarti kamu mau jadi pebinor, kan! Kalau dia butuh bantuan kamu, silahkan bantu semampunya tapi jangan sampai melewati batas hingga memicu kesalahpahaman. Jangan sampai kamu dituduh pebinor! " Tegas Anggi yang diiyakan Kevin.
"Oh ya, mama tadi ketemu bibinya Ila terus dia cerita kemarin ibunya Ila meninggal. Mungkin itu alasan dia nggak bisa dihubungi." Sontak saja apa yang baru saja Anggi sampaikan itu membuat kedua saudara kembar itu terlonjak kaget. Mereka bahkan sudah berdiri dengan mata memerah. Mereka merutuki diri mereka sendiri, bagaimana sebagai seorang teman mereka tidak mengetahui apa yang menimpa teman mereka sendiri.
Tanpa banyak kata, mereka pun segera bersiap mengunjungi Nazila yang mereka yakini berada di rumah lamanya.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...