Nadia adalah cucu dari Nenek Mina, pembantu yang sudah bekerja di rumah Bintang sejak lama. Perlakuan kasar Sarah, istri Bintang pada Neneknya membuat Nadia ingin balas dendam pada Sarah dengan cara merebut suaminya, yaitu Majikannya sendiri.
Dengan di bantu dua temannya yang juga adalah sugar baby, berhasilkah Nadia Mengambil hati Bintang dan menjadikannya miliknya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Vanesa mengemasi beberapa pakaiannya dan memasukkannya ke dalam ransel. Dia hanya membawa beberapa lembar pakaian saja. Toh, dia tidak berniat tinggal berlama-lama di rumahnya karena dalam beberapa hari, kedua orang tuanya akan kembali meninggalkannya untuk melanjutkan bisnisnya di beberapa negara.
Mobil jemputan Vanesa sudah datang, gadis itu melihat sekeliling kamarnya dan tersenyum. “Aku pergi nggak lama kok, tunggu aku yah”, katanya pada ruangan itu.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, Vanesa sampai di rumah megahnya. Dia memandangi rumahnya, menarik nafas lalu melangkah masuk ke dalam. Seperti yang sudah Vanesa bayangkan, kedua orang tuanya masih dengan kesibukannya masing-masing meski saat ini mereka baru kembali lagi ke rumah.
“Ma, Pa..” sapa Vanesa pada orang tuanya. Ibu dan Ayahnya mengalihkan pandangan dari laptop dan ponsel mereka, mereka melihat putri mereka lalu meletakkan benda-benda itu dan berdiri memeluk Vanesa.
“Kenapa tidak tinggal dirumah dan malah tinggal sendirian di apartemen, siapa yang mengurus kamu di sana?” kata Ibunya yang kemabli sibuk dengan ponselnya. Vanesa memutar bola matanya, sejujurnya dia sangat malas pulang ke rumah jika hanya melihat pemandangan yang seperti di depannya.
“Aku kesepian tinggal sendiri di rumah yang besar ini” katanya duduk di samping Ibunya.
“Kenapa bisa kesepian, di rumah ini ada banyak pelayan kan. Kamu tidak tinggal sendirian di rumah ini, Vanesa” Ayahnya yang ikut bicara.
“Aku butuh Papa sama Mama, bukan para pelayan. Aku mau di temani Papa sama Mama, bukan di temani pelayan” kata Vanesa yang juga ikut memainkan ponselnya. Dia sedang berbalas pesan dengan Angel, masih mengingatkan temanyya itu agar tidak melebihi batas karena walau bagaimanapun, sugar daddy mereka akan meninggalkan mereka suatu saat nanti.
“Kami sedang bekerja sayang, untuk masa depan kamu dan anak-anak kamu nanti. Mama sama Papa tidak mau melihat kamu kekurangan apapun” lanjut Ayahnya lagi. Vanesa mengalihkan pandangan dari layar ponselnya.
“Kalian pikir semua kebutuhan aku sudah terpenuhi?” tanya Vanesa menatap kedua orang tuanya bergantian, lalu kemudian dia menggeleng.
“Aku butuh kasih sayang kalian, aku butuh waktu dan perhatian kalian. Itu kebutuhan utama yang tidak bisa kalian berikan ke aku”.
Ibu dan Ayahnya terdiam mendengar ucapan anaknya, mereka jelas menyadari bahwa mereka tidak punya banyak waktu untuk anak mereka satu-satunya itu, tapi mereka selalu berdalih bahwa semua yang mereka lakukan itu untuk masa depan Vanesa agar dia tidak kekurangan apapun. Tanpa mereka sadari bahwa yang Vanesa butuhkan lebih dari sekedar materi tapi juga tempat untuk mengadu, bercerita. Dia ingin di dengar bercerita seraya di manja, dia ingin ada Ibu yang menunggunya pulang setiap hari. Tapi hal kecil itu sangat sulit dia dapatkan.
Sejak usaha orang tuanya berkembang pesat di beberapa tempat di luar negeri, perhatian orang tuanya pun teralihkan sepenuhnya pada bisnis mereka hingga melupakan kalau anaknya sedang tumbuh menjadi gadis remaja yang butuh bimbingan dan arahan mereka.
“Vanesa...” suara Ayahnya menjadi lembut, dia meninggalkan laptopnya lalu berjalan menghampiri putrinya. Tapi Vanesa sudah lebih dulu berdiri sengaja menghindari Ayahnya.
“Aku lapar, ada makanan nggak?” katanya seraya berjalan menuju dapur dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya.
Vanesa sengaja menghindari Ayahnya karena tidak ingin orang tuanya melihat kalau dia sudah tidak bisa menahan air matanya.
Sementara itu di sebuah restoran mewah di dalam ruangan privat, Angel dan Bryan sedang bercumbu dengan mesra. Suara kecapan bibir mereka memenuhi ruangan yang sudah kedap suara itu. Tangan nakal Bryan juga tidak tinggal diam, dia meremasi bukit kenyal Angel yang sangat mungil. Suara ******* sudah keluar dari bibir Angel. Dia ingin merasakan yang lebih dari sekadar kecupan di bibir atau tangan Bryan yang bermain di dadanya. Dia ingin menikmati sensasi luar biasa yang berasal dari bagian dalam dirinya.
Sama halnya dengan Angel, Bryan juga sangat menginginkan yang lebih dari yang dia lakukan sekarang, namun dia menyadari bahwa rasa sayangnya pada Angel bukan sekedar naffsu, dia tidak mau merusak gadis itu lebih jauh lagi. Cukup hanya seperti itu saja cara mereka saling memuaskan.
Mereka menghentikan cumbuannya saat merasa akan berkahir kemana mereka jika terus melanjutkannya. Mereka saling tersenyum saat pandangan mereka bertemu, Bryan memberi kecupan lembut di kening Angel, mengelus rambutnya lalu mengancingkan bajunya yang sudah setengah terbuka.
“Jangan lakukan dengan laki-laki manapun” bisik Bryan lalu kembali mengecup lembut kening Angel. Gadis itu mengangguk dengan senyuman.
“Makan yuk, Om. Aku sudah lapar” katanya dengan manja.
“Kenapa tidak bilang dari tadi kalau kamu sudah lapar” kata Bryan. Dia lalu menghubungi pelayan agar segera menyiapkan hidangan yang sudah mereka pesan.
Setelah makan, Bryan mengantarkan Angel kembali ke apartemen.
“Om harus pulang ya?” tanya Angel saat Bryan akan pulang ke rumahnya, di mana ada istri yang sudah menunggunya.
“Iya sayang, dari bandara tadi Om langsung ketemu kamu, belum pulang kerumah” kata Bryan.
Wajah Angel menjadi murung, tapi dengan cepat dia kembali dengan wajah imutnya. Bagaimanapun juga dia sadar diri kalau dia hanyalah seorang gadis simpanan dan tidak punya hak sama sekali terhadapn Bryan yang adalah suami sah dari seseorang.
Sepeninggal Bryan, angel kembali merasa sepi. Tidak ada Vanesa yang menemaninya. Dia melihat ponselnya dan melihat ada panggilan tidak terjawab dari Ibunya. Angel menarik nafas lalu mendial nomer teratas yang ada di layar ponselnya.
“Kamu dari mana aja sih, kenapa susah banget kamu jawab telepon kamu” suara wanita di seberang sana terdengar. Itu adalh suara Ibunya.
“Angel dari kamar mandi, Ma. Tumben Mama telepon Angel” kata Angel, sarkas.
“Kamu pulang ya, sekarang” perintah wanita dari seberang sana. Angel melihat sekeliling apartemen, mungkin memang lebih baik dia pulang ke rumah orang tuanya sampai Vanesa bisa kembali tinggal bersamanya di apartemen.
Setelah menutup telepon Ibunya, Angel mulai mengemasi barang-barangnya. Tidak banyak yang dia bawa, hanya seragam sekolah dan buku-bukunya, karena saat meninggalkan rumahnya dia memang tidak membawa pakaian. Semua pakaian yang dia pakai sekarang adalah pakaian yang dia beli dari kartu yang di berikan Bryan padanya.
Dari kejauhan sudah terlihat rumahnya, bukannya senang bisa pulang kembali, dia malah berulang kali menarik nafas mengingat bagaimana dia di perlakukan tidak adil oleh Ayah dan Ibunya.
Ada mobil sedan yang masih baru terparkir di halaman rumah, Angel melihat mobil itu dan membandingkannya dengan mobil Bryan yang sering dia tumpangi. “Masih kalah jauh sama mobil Om Bryan” bisiknya sambil terkikik.
“Eh, tapi ini mobil siapa?” tanyanya pada dirinya sendiri.
“Anak hilang sudah pulang kerumah”, kata Ibunya begitu melihat Angel masuk.
“Ayo, sini duduk” Ayahnya yang berbicara.
Angel melihat ada kue ulang tahun di atas meja, lalu dia ingat kalau hari ini adalah ulang tahun kakaknya.
“Kakak kamu menjadi mahasisiwi terbaik di kampusnya semester ini, dan akan mewakili kampus untuk bertanding di ajang Internasional yang di adakan di luar negri, hebatkan kakak kamu”, beber Ibunya yang terlihat sangat bangga, Begitupun dengan Ayahnya.
kalau di kehidupan nyata sudah pasti salah.