"Hentikan gerakanmu, Bella," ucap Leo berat sambil mencengkram pinggang Bella. Bulu halus di tubuh Bella meremang, napas mint Leo memburu dengan kepalanya tenggelam di perpotongan leher Bella membuat gerakan menyusuri.
"kak, jangan seperti ini."
"Bantu aku, Bella."
"Maksudnya bantu apa?"
"Dia terbangun. Tolong, ambil alih. aku tidak sanggup menahannya lebih lama," ucap Leo memangku Bella di kursi rodanya dalam lift dengan keadaan gelap gulita.
Leo Devano Galaxy adalah pewaris sah Sky Corp. 2 tahun lalu, Leo menolak menikahi Bella Samira, wanita berusia 23 tahun yang berasal dari desa. Kecelakaan mobil empat tahun lalu membuat Leo mengalami lumpuh permanen dan kepergian misterius tunangannya adalah penyumbang terbesar sifat kaku Leo.
Hingga Bella berakhir menikah dengan Adam Galaxy, anak dari istri kedua papa Leo yang kala itu masih SMA dan sangat membenci Leo.
Sebenarnya Apa yang terjadi pada Leo hingga ingin menyentuh Bella yang jelas-jelas ia tolak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Tipu Muslihat!
"Tuan!" seru Revan.
Bella mendengar itu, melihat ke arah asal suara. Disana, di bawah pohon yang menggugurkan daun keringnya satu demi satu, Leo duduk di kursi rodanya dengan jari saling mengait.
Helaian rambut Bella yang tertiup angin, tak mampu membuat wanita itu mengalihkan tatapan dari mata elang Leo yang lekat menyorotnya.
'Kak Leo ....,'batin Bella sendu.
Brian ikut menoleh ke belakang punggungnya lalu kembali menatap wajah Bella yang sudah berubah murung.
"Tuan, kenapa anda tidak menemui nona Bella?" heran Revan.
Tapi, tak mendapat jawaban.
Ia yang mengantar Leo tadi. Setelah mendapatkan telpon berisi kemarahan dari Leo. Tahunya, tuannya itu masih bertahan di tempatnya hingga Revan selesai mendaftarkan Kanaya yang sekarang tengah menjalani Visum.
Entah apa yang direncanakan Kanaya hingga tidak menolak sama sekali.
"Bella, apa kau ingin kesana?"
Maksud Brian, menghampiri Leo.
"Tidak kak." Bella menggeleng pelan.
Mulai sekarang, Bella menguatkan tekad
untuk terbiasa tanpa Leo. Semoga saja, dengan begini, cinta di hatinya berkurang pada ayah biologis anak-anaknya itu.
Dan juga, jika Leo bermaksud menjenguknya. Kenapa pria itu tidak mendekat?
Rasa kecewa Bella semakin mengunung pada Leo.
"Apa kau sudah menemukan pelakunya?"
Baru lah, Leo buka suara. Tapi, matanya tetap pada wanita yang tengah mengandung benihnya itu, Bella.
Revan menyodorkan ipad hitam di tangannya pada Leo. Video penyiksaan Bella yang di lakukan Desi terpampang jelas di ambil Cctv sudut gedung. Mata Leo memerah seketika. Sangat menyesal, tidak berada disana saat wanitanya itu memerlukan bantuan.
"Jalang itu! Berani-beraninya menyakiti wanitaku! Tunggu saja, akan aku datang kan neraka dalam hidupnya!"
Revan bergidik ngeri. Tamat lah riwayat Desi. Masuk ke lubang kubur sekalipun, Leo akan mengejarnya bagai psychopath. Menyakiti Bella sama juga menantang malaikat maut.
Leo punya caranya tersendiri untuk membalas. Seribu kali lipat lebih menyakitkan.
"Tapi, Tuan, kami hampir tidak mendapatkan bukti ini. hacker kita saja kewalahan tadi. Sepertinya, ada orang lain di belakang Desi. Seseorang yang berkuasa setara dengan anda."
Penjelasan Revan sama sekali tidak mendatangkan raut takut di wajah Leo. Pria itu malah menyeringai.
"Kita ikuti permainannya," ucap Leo misterius.
"Kau sudah melakukan apa yang kuminta tadi?"
Revan mengangguk hormat. "Ya, Tuan. Sudah saya kirimkan."
"Bagus."
"Sayang!"
Wajah Leo berubah sangat datar. Kanaya memakai dress Sabrina warna maroon mendekat pada keduanya. Langsung mendekap lengan berotot Leo. Bella masih berada disana, memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Aku mencari mu ternyata kau disini. Hasilnya sudah keluar. Ayo, kita ke ruangan dokter," ujar Kanaya bersemangat. Leo tak berekspresi apapun.
"Lepas tanganmu."
Cup!
Revan cepat menatap ke arah lain. Kanaya mencium bibir Leo sekilas. Mata Leo bagai laser menyorotnya, tidak membuat Kanaya takut.
Wanita itu malah terkekeh geli. Lebam biru di kedua pipi seputih kapas Kanaya, bekas cengkraman Leo tadi terlihat jelas.
"Ya ampun, sayang ... Empat tahun kita tidak bertemu. Pangeran es dalam dirimu belum juga mencair ternyata."
Diam-diam, Kanaya melirik Bella yang menunduk memilin kedua tangannya. Brian berceloteh ria di sampingnya.
Percayalah, Brian menghibur Bella.
'Maaf, Bell. Dari awal dia memang milikku. Tidak akan pernah aku biarkan siapapun merebutnya, termasuk kamu. Jika dengan cara curang, aku bisa memiliki Leo seutuhnya. Maka akan aku lakukan.'
"Kau--" Kanaya meletakan telunjuknya di bibir merah alami Leo.
"Bibirmu selalu manis, sayang. Membuatku, ingin lebih seperti semalam. Kau benar-benar pemain handal ditengah keterbatasan mu," kata Kanaya sedikit nyaring.
Telunjuknya beralih mengelus sensual dada bidang Leo dari luar.
Deg!
Telinga Bella memerah. Rasanya, airmatanya sebentar lagi akan tumpah. Brian ikut mendengar, segera berdiri di belakang kursi roda Bella.
"Bella, sepertinya disini semakin terik. Kita kembali ke ruangan mu sekarang ya."
"Aku masih ingin disini kak."
"Tapi--"
"Sebentar saja," mohon Bella.
Ia butuh udara sejuk untuk menenangkan pikirannya. Jangan sampai karena stress, kandungannya kenapa-kenapa. Brian mendesah kasar. Padahal bertahan disini menurut Brian lebih menyakiti Bella.
"Baiklah."
Brian membuka sepatunya untuk ia gunakan sebagai alas duduk didepan Bella. Pria itu menekuk kedua kakinya dengan tangan saling mengait.
"Kak, kalo kakak ingin pulang, silahkan. Jangan karena aku, pekerjaan kakak terbengkalai," ucap Bella.
Ia sebenarnya sangat tak enak hati pada Brian. Mereka baru bertemu, tapi lihatlah, pria ini begitu baik padanya.
"To the poin saja, kau tak nyaman bersamaku, kan? Aku akan pulang nanti, sekarang biarkan aku menemanimu. Sakit hati, juga perlu teman berbagi, Bella."
"Bukan begitu. Aku tidak mau banyak merepotkan kakak," jujur Bella.
"Aku malah ingin, kau merepotkan aku. Jawab jujur, sekarang apa yang ingin kau makan?"
"Makan?" ulang Bella.
Seandainya saja, Leo yang menanyakan itu. Semua list di kepalanya akan Bella keluarkan. Karena orang lain yang bertanya, Bella tak bernafsu untuk bercerita.
"Hmmm ... maksudku, kau ngidam apa?"
'Mangga muda,' batin Bella.
Wanita itu ingin Leo yang memetik sendiri menggunakan galah lalu menyuapi dengan tangannya ke mulut Bella. Mengingat itu liur Bella membeludak.
Tapi, Bella memilih menahan keinginannya karena tidak ingin menyusahkan calon suami Kanaya itu.
"Aku tidak ingin makan apapun, kak."
Brian angguk-angguk. "Biasanya ibu hamil doyan mangga muda. Kalau kau mau, aku bisa membelinya untukmu."
Bella tidak menyahut. Dadanya bertambah sesak mendengar perkataan Brian apalagi Leo disana sudah semakin menjauh bersama Kanaya di sampingnya. Setitik rasa di hati Bella, berharap Leo menemuinya. Setidaknya, sekedar bertanya keadaan anak mereka.
Nyatanya, tidak.
"Selamat pagi, Tuan Leo," sapa sang Dokter. Pada Leo dan Kanaya sudah duduk di hadapannya.
"Jangan bertele-tele. Langsung ke intinya saja," jawab Leo ketus.
Gara-gara hal ini, ia tidak jadi menemui Bella dan bertanya perihal anak mereka. Bertatap mata saja, mana cukup. Leo butuh sentuhan fisik.
"Baik lah."
Dokter membaca hasil dari pemeriksaan selaput dara Kanaya lalu menatap lekat Leo dengan napas kasar.
"Tuan, Maaf, jika kata-kata saya kurang sopan. Tapi, tertulis disini, benar ada robekan di selaput dara nona Kanaya. Sisa sperma juga ditemukan disana."
"Apa ini maksudnya Leo?!"
Tangan Leo spontan mengepal. Itu suara Liam. Derap langkah kaki dua orang masuk tergesa. Kanaya di samping Leo, mulai terisak. Mom Aline, segera menarik tubuh bergetar Kanaya masuk dalam pelukannya.
"Leo jawab?!" bentak Liam.
Kedatangan Liam untuk menjenguk Bella. Di koridor rumah sakit, ia bertemu istri pertamanya itu. Bertepatan, Kanaya menelpon mom Aline. Menceritakan apa yang terjadi padanya dan Leo hingga Leo kekeh ingin ia di Visum.
Sheet!
Kerah jas Leo di cengkram oleh Liam. "Bicara lah, sialan! Papa tidak pernah mengajarkan mu berbuat pecundang seperti ini! Sudah tahu melakukan masih mengelak lagi. Sama saja, kau merendahkan Kanaya!"
Leo menepis tangan Liam. Urat kehijauan menonjol di leher Leo.
Jangan, sampai ia kelepasan, memukul ayahnya sendiri.
"Aku tidak mengelak. Karena aku memang tidak melakukannya," jawab Leo mantap.
Ia sangat yakin, Kanaya lah yang berbohong. Ayolah, mana ada orang melakukan hal intim, tapi tidak ingat satupun adegannya. Apalagi, perkataan mom Aline tentang obat tidur.
"Om ..., tidak apa. Lagian, kami sebentar lagi akan menikah. Aku hanya sedih, seolah Leo tidak menginginkannya. Jelas-jelas semua terjadi, karena kemauan kami berdua," ujar Kanaya sesenggukan.
"Apa maksudmu?!" bentak Leo.
"Berhenti membual. Aku tidak melakukan apa yang kau tuduhkan. Minta saja pertanggung jawaban dari pria yang menyentuh mu!"
Plak!
"Papa!" teriak Mom Aline.
Leo terdiam. Merasakan panas di pipi kirinya akibat tamparan keras Liam hingga sebagian rambut Leo menutup sebelah matanya.
"Keterlaluan! Sungguh, papa malu Leo. Kau bukan pria sejati. Papa putuskan, pernikahan kalian di laksanakan 3 hari lagi!"
Setelah mengatakan itu, Liam berjalan tegas keluar membawa amarah luar biasa. Putra kebanggaannya malah menjadi seorang pengecut. Sungguh, Liam tidak ingin. Leo meniru sifatnya dahulu.
'Baiklah, sudah saatnya. Aku membongkar rahasia yang aku sembunyikan selama ini,' batin Leo penuh tekad.
tanda terima kasih aq kasih bintang lima ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️