Sedang tahap REVISI
"Mari kita bercerai! Sesuai yang dituliskan di kontrak, kamu akan menceraikan aku setelah dua tahun."
Aillard tersenyum smirk, "Siapa yang akan mematuhi kontrak itu? Apakah kamu tidak tau bahwa pihak A bisa merubah isi kontrak sesuai keinginan mereka?"
Clarisse segera membalik kertas itu berulang-ulang kali, ketika dia menemukan bahwa ketentuan itu ada di dalam kontrak, wajahnya langsung memucat ketakutan.
Sial, dia telah ditipu.
***
Clarisse Edith van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Kehidupannya sangat menderita hingga semua anggota kerajaan membencinya.
Di kehidupan sebelumnya dia meninggal karena dibunuh oleh pemberontak. Tidak puas dengan kematiannya yang tidak adil, Clarisse menggunakan pusaka klannya memutar balik waktu kembali ke dua tahun yang lalu.
Dia bertekad untuk mengubah takdirnya dengan cara menikahi Grand Duke yang terkenal kejam dan membalas dendam kepada orang yang telah menyakitinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 1 - MENGULANG KEMBALI WAKTU
Bunyi tabrakan pedang bersamaan dengan jeritan tangis terdengar disana sini. Udara itu begitu mencekam hingga membuat orang lari hanya ketika melihatnya. Clarisse mengunci pintunya lalu mondar-mandir dalam ruangan. Ia bisa mendengar suara tangis Valerie, saudara perempuannya ketika diseret oleh pemberontak.
"Yang mulia, apa lagi yang anda tunggu?" Anne bertanya dengan cemas melihat tuannya yang masih duduk diam di kamarnya. "Kita harus kabur dari sini sebelum pemberontak menemukan kita."
"Aku tau, tetapi istana telah di kelilingi oleh pemberontak." Clarisse mengigit bibir bawahnya cemas sambil memikirkan bagaimana harus keluar. Ia tidak punya ide lagi untuk melarikan diri dari istana, karena semuanya sudah jalan buntu.
Tepat ketika ia memikirkan itu, ia mendengar ada suara orang di balik pintu kamarnya. Tidak salah lagi, itu pasti mereka. Jantungnya berdetak dengan liar sambil memandang ke arah luar dengan gugup.
"Yang mulia, ganti pakaian anda dengan saya!"
"Apa maksudmu?" tanya Clarisse marah. Bagaimana ia tidak tau pikiran pelayan yang telah bersamanya selama ini? Dia pasti berniat menggantikan dirinya.
"Yang mulia, anda harus melakukannya. Pemberontak itu tidak tau dengan wajah anda, jadi mereka pasti akan terkecoh." ujar Anne meyakinkan Clarisse supaya mau menuruti permintaannya.
"Aku tidak mau." jerit Clarisse sambil menangis. "Apakah kamu berniat mengorbankan dirimu, aku tidak akan berterimakasih sama sekali. Kamu pikir itu sangat mulia melakukan itu, bukan? Aku malah menganggapnya sangat tercela. Jika kau benar-benar melakukan itu, aku akan membuang mayatmu ke dalam hutan belantara."
"Yang mulia, tenang! Pemberontak itu sedang di luar, mereka pasti akan mendengar suara anda, itu jika anda berteriak seperti itu." ujar Anne gelisah.
Clarisse terdiam sejenak lalu setelah itu dia menganggukkan kepalanya. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu memandang Anne dengan sedikit tenang. "Anne, kamu tidak berniat melakukan itu bukan?" ujar Clarisse sambil memegang bahu Anne dengan kuat.
Anne menganggukkan kepalanya membuat Clarisse menghela nafas lega. Namun belum sempat Clarisse menarik nafas beberapa detik, ia merasakan ada yang menusuk tangannya lalu setelah itu pandangannya menjadi gelap. Samar-samar ia bisa mendengar suara Anne meminta maaf lalu kegelapan pekat benar-benar menelannya sepenuhnya.
"Maaf Yang mulia." Anne memandang Clarisse yang sekarang tergeletak tak berdaya lalu menghela nafas panjang. Tidak ada waktu lagi, ia harus segera mengganti pakaiannya sebelum pemberontak itu datang.
Tanpa babibu lagi Anne langsung menyeret Clarisse ke bawah tempat tidur. Ia mengolesi wajah Clarisse dengan jelaga sambil menuangkan darah ayam di sekitar pakaiannya. Untungnya ia cepat tanggap sebelumnya, ketika melihat pasukan pemberontak itu mencoba menerobos masuk ke dalam istana. Sejujurnya dia sudah menebak hal ini akan terjadi, mengingat sikap Clarisse yang terlalu baik hati. Dia pasti tidak akan mau melakukannya.
Setelah melihat semuanya sempurna, Anne lalu berbaring di tempat tidur berpura-pura ketakutan. Tak lama setelah itu para pemberontak masuk ke kamar lalu menyeretnya dengan paksa. Ia menjerit tak terkendali mencoba melepaskan tangan pemberontak yang mencengkeram tangannya.
"Ada satu orang lagi disini." pemberontak itu menunjuk ke bawah tempat tidur sang putri. Rupanya rambut Clarisse mencuat dari dalam membuat pemberontak menemukannya. Jantung Anne berdegup kencang seiring langkah kaki pemberontak yang mulai mendekati Clarisse.
"Dia sudah mati. Darahnya mengalir sampai ke sini sehingga tidak diragukan lagi, dia benar-benar sudah mati." Pemberontak itu berkata sambil menunjuk genangan darah yang mengalir di bawah sepatunya.
"Mari kita pergi!" Anne menghela nafas lega melihatnya lalu mulai berakting menjerit lagi.
"Diam." Pemberontak itu mulai kesal lalu menyumpal mulut Anne dengan sapu tangan. Lingkungan menjadi sunyi, perlahan dengan pasrah Anne juga membiarkan pemberontak menyeret dirinya. Lagipula tidak ada lagi yang dia harapkan, dia akan benar-benar mati hari ini. Semoga tuannya bisa kabur dari istana dan tidak menyia-nyiakan pengorbanannya.
Entah sudah berapa lama waktu berlalu, mata Clarisse perlahan terbuka. Ia memandang sekeliling ruangan yang sekarang menjadi sunyi lalu mencari Anne dengan panik. Ini tidak seperti yang dalam pikirannya kan? Namun harapan Clarisse harus pupus ketika melihat pakaian siapa yang telah melekat pada tubuhnya.
Ia mengigit bibir bawahnya sampai berdarah guna menahan isak tangis yang seakan mau meluncur dari bibirnya. Ia tidak punya waktu lagi. Ia harus cepat-cepat kabur dari sini sebelum pemberontak itu menemukan ada yang salah. Ia tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan Anne untuk dirinya. Karena Anne menginginkannya untuk hidup jadi dia harus hidup. Setelah memikirkan itu, Clarisse dengan cepat keluar dari pintu kamarnya. Namun baru beberapa langkah, ia mendengar ada suara yang memanggilnya di belakangnya
Perlahan ia menoleh dan