Zaky Wijaya diantara dua wanita bernama Zaskia dan Shannon. Kia sudah dikenal sejak lama dan disayangi laksana adik. Shannon resmi menjadi pemilik hati dalam perjumpaan di Bali sebelum berangkat ke Zurich.
Hari terus bergulir seiring cinta yang terus dipupuk oleh Zaky dan Shannon yang sama-sama tinggal di Swiss. Zaky study S2 arsitektur, Shannon bekerja. Masa depan sudah dirancang namun komitmen berubah tak sejalan.
"Siapanya Kia?" Tanya Zaky dengan kening mengkerut. Membalas chat dari Ami, sang adik.
"Katanya....future husband. Minggu depan khitbah."
Zaky menelan ludah. Harusnya ikut bahagia tapi kenapa hati merasa terluka.
Ternyata, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyimpulkan rasa sayang yang sebenarnya untuk Kia. Dan kini, apakah sudah terlambat?
The romance story about Kia-Zaky-Shannon.
Follow ig : authormenia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hallo, Jakarta
Kia melambaikan tangan pada pelayan pria yang sedang berdiri di dekat kasir. Meminta bill sebab acara makan sudah selesai. Ia sendiri yang akan membayar meski Mamah sudah mengeluarkan dompet. Anggaran makan-makan ini memang sudah disiapkannya jauh hari.
"Sudah dibayar, Teh." Ucap pelayan dengan memberikan bill lunas.
"Eh, sama siapa?" Kia jelas kaget dan tak percaya. Namun secarik kertas yang dipegangnya menjadi bukti ucapan waiter.
"Sama Aa yang tadi disini duduk di sini juga. Yang pakai kemeja putih."
Kia menghela napas. Siapa lagi kalau bukan Yuga. Kebaikannya memang tidak diragukan. Setiap kali bermain ke kosan pun selalu membawa makanan tidak hanya untuknya. Namun seisi kost pun kebagian. Membuat hati mulai mempertimbangkan 'menatap' pria itu.
Bapak yang menyetir mobil Avanza rentalan. Beliau mahir menyetir sebab saat muda juga sudah pernah menjadi sopir mobil travel. Profesi yang ditekuni sampai Kia lahir. Dan pada saat Kia berusia 5 tahun, barulah berhenti. Banting setir menjadi penjual nasi goreng mengingat penghasilan sebagai sopir kurang mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
Sebelum pulang ke Tasik mampir dulu ke tempat kost untuk mengambil barang-barang yang tersisa. Sebab sudah tidak akan lagi tinggal di kosan itu. Akan memulai lembaran baru di Jakarta di mana bestie-nya sudah menunggu kedatangannya untuk melanjutkan project yang sudah opening. Hanya ada tiga orang penghuni kost yang bisa ditemui untuk berpamitan ulang. Sementara yang lainnya sedang mudik dan ada yang masih di kampus. Sekarang waktunya pulang ke Tasik.
"Aku berangkat sendiri aja pakai travel, Mi." Kia menjawab telepon Ami dengan penolakan. Dimana bestie-nya itu menyuruh berangkat besok dengan GM hotel Seruni. Ia sudah dua hari tinggal di Tasik. Sudah selesai berkemas untuk memulai hidup baru dan pengalaman baru di Jakarta.
"Pak Tommy memang ada tugas dinas ke Jakarta besok. Aku udah bilang ke Kak Akbar biar Kia ikut bareng dan diizinin. Pakai mobil plus sopir hotel kok bukan mobil pribadi. Tenang Kia, Pak Tom jinak gak akan gigit." Ami terkikik di seberang sana.
"Hais, bukan gitu. Apa gak canggung nantinya. Mana perjalanan lama." Kia masih saja bimbang.
"Dijamin nggak. Udah ya, Kia. Ini aku lagi di rumah sakit bersiap pulang dijemput Ayang. Besok ke Seruni sebelum jam 10 ya. See you in Jakarta." Ami mengakhiri dengan segera. Sebab dirinya sedang menjalani koas bulan kedua.
Sambungan sudah terputus padahal Kia masih ingin negosiasi berangkat sendiri saja. Tapi ya kalau sudah final begini, apa boleh buat harus nurut.
Pagi pun datang menyapa. Kia membantu Mamah di dapur menyiapkan sarapan untuk Daffa dan Reva yang akan berangkat sekolah. Kesibukan pagi berakhir setelah kedua adiknya pergi. Motor yang Kia gunakan saat kuliah diwariskan pada Daffa yang bulan depan akan kelulusan. Adik laki-laki satu-satunya itu sudah memutuskan menerima pinangan ITB dengan mengambil jurusan teknik metalurgi.
"Berangkat dulu, Mah." Kia mencium tangan Mamah dengan takzim. Waktunya berangkat ke Seruni dengan membawa satu koper ukuran sedang. Dan Bapak keukeuh akan mengantarnya.
"Di Jakarta harus bisa bawa diri dan jaga diri ya, Teh. Salamnya sama Ami."
"Siap, Mah." Kia berucap salam dan melambaikan tangan saat sudah duduk di bonceng Bapak. Motor melaju keluar dari gang menuju hotel Seruni yang ditempuh sekitar 10 menit. Turun di depan lobi hotel, ia pun mencium tangan Bapak dan mengulang pamit.
Kia memasuki pintu kaca yang dibukakan oleh security. Segera melangkah menuju meja resepsionis. Menyampaikan maksud dan tujuannya yaitu sudah janji bertemu Pak Tommy. Petugas sempat mengira dirinya tamu yang akan menginap.
"Ditunggu ya, Teh. Sebentar lagi pak Tommy turun." Ucap petugas resepsionis usai menghubungi ke sekretaris GM.
Kia duduk di sofa yang berada tak jauh dari meja resepsionis. Sambil menunggu, iseng membuka media sosial. Akun Zaky muncul paling atas. Fotonya berupa pose berdiri di tepi konstruksi jembatan dengan mengenakan seragam APK. Dengan caption "Internship".
"Hm...gagah sekali, Aa." Kia tersenyum mesem. Rasa kagum menyeruak. Tak lupa memberi like.
"Ini yang namanya Kia ya?" Sapa seorang pria yang mengenakan polo shirt abu tua dan celana jeans biru.
Kia mendongak dan lantas berdiri. "Iya, Pak. Dengan Pak Tommy kan ya?" Daya ingatnya masih kuat. Dulu, pria berpenampilan maskulin itu pernah datang di perayaan ulang tahun Ami di gerai ayam geprek Mr. Duck dengan membawa kado titipan dari coach Akbar.
"Iya betul. Nyonya bos udah nitipin Kia sama saya. Katanya, bestie aku tolong dijaga jangan sampai lecet." Tommy tertawa renyah. "Ayo Kia, kita berangkat sekarang. Biar sore udah sampai Jakarta."
Kia tersenyum. Tak mengira Ami memberinya servis yang spesial. Dan Selera humor Pak GM pun bisa membuatnya rileks. Ia mengekori di belakang. Ternyata mobil Innova hitam yang akan membawa ke Jakarta, sudah ada di depan lobi. Logo pulangpergi.com terpampang jelas di body samping kiri dan kanan mobil.
Kia duduk berdua di jok penumpang dengan Tommy. Sepanjang perjalanan tidaklah membosankan. Meski sebagai GM, Kia menilai Pak Tommy tidaklah kaku. Selalu membuka jalan pembicaraan. Waktunya Dzuhur berhenti dulu di restoran untuk salat dan makan siang bertiga dengan sopir. Bahkan mampir juga ke minimarket dan Kia diharuskan jajan.
"Kia kalau gak jajan, nanti gaji saya yang dipotong sama Pak Bos. Please, Kia. Gak boleh nolak. Saya harus foto buktinya dan dikirim ke nyonya bos."
Kia melongo. Sungguh aturan yang aneh tapi nyata. Ia mengambil satu roti dan sebotol air mineral. Menunjukkan pada Tommy.
"Aduh, Kia. Segini mah bukan jajan. 200ribu baru jajan. Horang kaya mereka mah. Tambah Kia, tambahhhh."
"Tapi Pak, gak akan kemakan." Kia bingung melihat Tommy gemas padanya.
"Gak papa. Bisa buat stok di apartemen. Pokoknya jajan minimal 200ribu dalam waktu 10 menit dimulai dari sekarang!"
Kia melebarkan mata. Berasa sedang program challenge. Sebagai anak tekpang, ia sudah lama tidak sembarangan jajan. Memilah dan memilih makanan dan minuman yang sebagian sudah ia uji komposisinya di lab. Di mana produsen ada yang jujur ada yang tidak dalam mencantumkan gramasi gula. Untuk real food nya, ia ambil satu cup anggur merah. Sungguh belanja yang menegangkan sebab dikejar waktu. Ada-asa saja memang Pak Tommy.
Tiba di hotel Seruni Jakarta pukul lima sore. Kia diajak ke ruang tamu VIP untuk beristirahat sebelum diantar ke apartemen. Ia mendapat pelayanan sebagai tamu istimewa. Banyak rupa makanan di sajikan di meja. Termasuk menu makan malam. Minumannya boleh pesan sesuai keinginan. Tentu saja itu karena perintah Akbar sang suami Ami. Tapi bagi Kia, ini rasanya berlebihan. Ada kesempatan untuk protes begitu Ami meneleponnya.
"Kia, udah sampe ya?"
"Udah. Tapi kenapa mesti dapat servis VIP sih. Jadi gak enak aku. Ami berlebihan ih."
"B aja, Kia. Untuk bestie emang mesti special service. Gitu kata Papanya Moci." Sahut Ami yang diakhiri dengan tawa. "Kia, ini aku otw dari Depok. Nanti kamu bakal diantar sopir ke apartemen setelah Magrib. Kita ketemu di apartemen ya."
"Oke. Moci diajak gak?"
"Diajak. Kan sekalian mau nginep di rumah Mama Mila. Mumpung besok aku koas shift siang."
Komunikasi dengan Ami sudah selesai. Waktunya menunggu Magrib sambil makan sendirian. Soalnya sudah perpisahan dengan Tommy yang kemudian pergi entah kemana. Kia segan untuk bertanya.
Ponselnya berdering lagi. Kali ini nama Bang Yuga tertera di layar. Pria yang gencar menghubunginya meski tidak setiap hari. Kia menyentuh ikon hijau sambil berucap salam.
"Lagi apa, Kia?" Tanya Yuga usai menjawab salam.
Pertanyaan standar itu kembali didengar Kia setelah dua hari ini absen tidak menghubungi.
"Lagi duduk santai bersiap makan. Bang Yuga apa kabar?" Ini menjadi perhatian pertamanya untuk Yuga.
"Lagi merindukanmu, Kia." Suara Yuga terdengar mendalam.
"Mau Magrib, Bang. Jangan menggombal." Sungguh wajah Kia tidak bersemu. Mati rasa kah hati?
Terdengar suara kekehan di seberang sana. "Gimana sih caranya biar kamu percaya. It's oke, sabar ya diri."
Kia tersenyum. Tentu saja senyumnya tidak akan terlihat oleh Yuga.
"By the way, kamu sekarang di Bandung or Tasik, Kia? Aku pengen ketemu nih."
Kia diam sejenak sebelum menjawab. Mempertimbangkan apakah jawab apa adanya atau jangan. Bukankah Yuga tinggal di Jakarta tapi entah di Jakarta mana.
"Hallo, Kia."
"Aku....aku di Jakarta, Bang."
"Serius, Kia?"
"Iya, Bang." Kia meringis mendengar suara Yuga yang begitu antusias dan bernada bahagia.
"Share loc, Kia! Aku akan temui kamu sekarang juga."
NUHUN TEH NIA LOVE LOVE SAMA KAMU
selesai cerita KR..lanjut nanti yaa teh bikin cerita asyik lain nyaa/Pray//Pray//Heart//Heart//Heart/