Dewi Amalina telah menunggu lamaran kekasihnya hampir selama 4 tahun, namun saat keluarga Arman, sang kekasih, datang melamar, calon mertuanya malah memilih adik kandungnya, Dita Amalia, untuk dijadikan menantu.
Dita, ternyata diam-diam telah lama menyukai calon kakak iparnya, sehingga dengan senang hati menerima pinangan tanpa memperdulikan perasaan Dewi, kakak yang telah bekerja keras mengusahakan kehidupan yang layak untuknya.
Seorang pemuda yang telah dianggap saudara oleh kedua kakak beradik itu, merasa prihatin akan nasib Dewi, berniat untuk menikahi Kakak yang telah dikhianati oleh kekasih serta adiknya itu.
Apakah Dewi akan menerima Maulana, atau yang akrab dipanggil Alan menjadi suaminya?
***
Kisah hanyalah khayalan othor semata tidak ada kena mengena dengan kisah nyata. Selamat mengikuti,..like dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadar T'mora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Persetujuan terpaksa
Pernikahan akan diadakan di Restoran Hotel yang baru akan lounching, lusa. Peresmiannya disamakan dengan pernikahan Dewi dan Arman, yang diatur mendadak. Mengundang kolega serta tamu-tamu langganan mereka selama ini, agar hemat biaya. Bukankah sama dengan, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.
Dewi adalah yang mengusulkan agar mereka menikah secara sederhana. Tapi kenapa Arman malah membiarkan orang tuanya melamar Dita, disaat-saat terakhir? Apa mungkin selama ini, ibu bapak Arman tidak tau putra mereka mengencani dirinya?
"Apa kata para tamu jika pengantin wanitanya tidak sama dengan yang di email undangan?" tanya Dewi serak dengan bibir bergetar.
"Tidak apa-apa mereka bisik-bisik sebentar. Setelah itu juga akan diam dengan sendirinya jika kamu jelaskan, bahwa semula kedekatan kamu dan Arman hanya sebatas rekan kerja. Salahkan saja Arman dan Dita yang selama ini tidak jujur dengan hubungan mereka, makanya ada kesalahpahaman. Lagipula tidak ada skandal yang terekspos di permukaan antara kamu dan Arman, kan!" ujar Ibu Arman tidak mengindahkan kesakitan di wajah Dewi. Dia pantas mendapatkannya, pikir wanita baya itu.
Lalu nama baikku bagaimana, pikir Dewi. "Mau ditaruh dimana mukaku? Apa aku mau menahan malu sendirian!" teriaknya.
Saking kuatnya suara Dewi, semua orang tersentak kaget. "Dewi," desis Arman kasihan, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ibunya telah mengancam agar jangan banyak bicara yang akan merugikan kedudukannya di perusahan.
"Apakah ini balasan kalian atas semua susah payahku?" Dewi menatap semua orang bergantian. Kemudian fokus ke Dita, si adik oon-nya.
"Kak," rengek gadis itu berjalan ke Arman, ketakutan. Duduk di samping prianya. Padahal kursi tunggal, dia menjejalkan dirinya menempel ke Arman. Arman memeluk pundaknya, mengusap ujung kepalanya. Entah apa yang dibisikkan Arman ke telinganya, Dita mengangguk kaku sambil melirik takut-takut ke Dewi.
Memangnya kamu saja yang bekerja keras di Perusahaan, sinis dalam hati Nyonya Bagyo. "Sudah, begitu saja! Arman menikah dengan Dita atau batalkan acara pernikahan. Toh niatnya pertama lounching restoran baru, kan!"
"Makanya urusan perusahaan jangan disangkut pautkan dengan urusan pribadi!" tegas Ibu Arman yang mungkin telah dipercayakan sebagai jubir pada kesempatan ini. "Apa kamu lebih suka adikmu yang menanggung malu, hamil gak ada suaminya?"
Bagaimana mungkin, pikir Dewi. Meskipun dia menyesal telah diambil perawannya tapi lebih menyesal lagi kenapa adiknya ini mau dimanfaatkan. Dewi tidak bodoh ada maksud terselubung, kenapa Ibu Arman kekeh mengambil Dita jadi menantu. Kalau putranya kompeten, dia pun akan dengan suka rela mengundurkan diri sebagai presiden direktur.
"Baik....," Dewi tak sanggup lagi membendung air matanya jatuh di pipi tirusnya.
Dewi memang kurus hampir tidak berdaging, matanya cekung seperti mata orang kurang tidur. Tapi semua demi siapa dia bekerja keras? Membesarkan nama perusahaan ditambah memanjakan rudal Arman. Dia rela kekurangan jam tidur dan meminum obat penambah tenaga yang sebenarnya tidak baik untuk kesehatan lambung.
"Kalau kamu memang ingin sekali menikahi lelaki bajingan ini, silahkan!" kata Dewi pada Dita, dia terpaksa menyerah pada keadaan.
"Kenapa kamu bilang putraku bajingan?" Ibu Arman bertanya marah.
"Apa kamu marah aku katai bajingan, Arman?" Dewi tidak mengindahkan wanita tua gak tau diri itu. Putranya lebih tau seperti apa dirinya.
"Bu, sudahlah!" Akhirnya ayah Arman buka suara mendelik ke istrinya. Mungkin merasa sesama bajingan, makanya dia tidak mau memperpanjang masalah bajingan.
"Kamu urus sendiri keperluan mu!" ketus Dewi pada Dita. Setelah itu dia naik ke lantai dua meninggalkan orang-orang yang saat ini paling dibencinya.
"Assalamualaikum." Suara seorang pria masuk ke ruang tengah.
"Om Alan," panggil Dita Lirih. Dia ingin lari ke pelukan pria itu karena kerinduan setelah tiga Minggu tidak berjumpa, tapi ada Arman serta calon mertuanya jadi diurungkannya niat itu. Dia udah gak bisa manja lagi kelaki-laki selain Arman.
Alan mengerut kening karena merasa suasana yang agak mencekam. Dia mengenal Arman sebagai salah satu pemegang saham sekaligus wakil direktur di perusahaan yang Dewi pimpin. Dan kehadirannya juga dipanggil oleh Dewi untuk jadi saksi pernikahannya, lusa. Tapi kenapa Dita yang duduk di samping Arman, dan kenapa wajah semua orang cemberut.
"Mana Dewi, Dit?" tanya Alan pada Dita.
"Di lantai atas lihat saja di kamarnya," jawab Dita. Tidak mungkin dia meninggalkan calon suami serta calon mertuanya di ruang tengah kayak orang yang tidak dihargai demi untuk mengantar Alan ke Dewi.
Rencananya mereka akan berangkat bareng setelah lamaran ini, ke hotel untuk bersiap-siap. Tapi gak tau apakah Dewi akan ikut bersama atau berangkat sendirian. Atau malah gak hadir, tapi gak mungkin. Sebagai Direktur utama seharusnya dia hadir, setidaknya untuk acara Lounching restoran baru, kan.
__________