SEQUEL LENTERA DON GABRIEL EMERSON
Meskipun menikah atas dasar perjodohan, Zeda Humaira Emerson dan Arsyad Ibrahim menjalani pernikahan dengan cinta yang tulus.
Arsyad adalah seorang pria yang sholeh, pintar, dermawan, pendiri sekolah TK gratis, dan tentu Arsyad juga sangat tampan, tidak ada alasan bagi Aira untuk menolak perjodohan itu.
Cintanya pada Arsyad tumbuh semakin besar saat Arsyad tak mempermasalahkan Aira yang tak kunjung hamil setelah 5 tahun pernikahan mereka berjalan.
Namun, Aira tertampar sebuah kenyataan pahit saat ia menemukan fakta, bahwa sang suami telah menikah lagi dengan salah satu guru TK-nya, bahkan istri kedua suaminya itu kini tengah mengandung.
Sementara Arsyad, ia sangat mencintai Aira lebih dari apapun, Aira adalah wanita muslimah yang begitu taat pada agama, orang tua, dan suami. Namun, ia terpaksa menduakan Aira karena sebuah alasan yang tak bisa ia tolak.
Apakah karena Aira yang tak kunjung hamil?
Atau ada alasan yang lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MC Zeda Humaira #28 - Demi Kamu!
Jam sudah menunjukan pukul dua dini hari, namun Aira tak bisa menutup matanya sedikitpun. Karena setiap kali ia menutup mata, Aira seolah melihat Anggun juga Arsyad dan itu membuat dada Aira begitu sesak, bolehkah jika ia masih berharap ini hanya mimpi?
Aira memeluk Via yang saat ini sudah tertidur pulas, memeluk Via seperti ini seolah memberikan kekuatan tersendiri untuknya.
"Jika saja kamu nggak datang dalam kehidupan Ummi, Via. Mungkin Ummi masih hidup dalam dongeng semata, Suami yang sempurna, mertua yang luar biasa, nyatanya? Semua itu hanya kebohongan semata."
Di sisi lain, Arsyad pun tak bisa memejamkan mata, karena saat ia melakukan itu, Arsyad hanya akan melihat Aira yang menangis dengan tatapan penuh luka.
Arsyad memeluk bantal yang masih meninggalkan aroma manis sang istri, Arsyad menghirup aroma itu dalam-dalam.
"Ya Allah, akan aku terima apapun hukumanmu atas apa yang aku lakukan pada Humaira. Tapi aku mohon, jangan biarkan dia meninggalkanku. Aku tidak akan sanggup tanpanya."
Arsyad tahu, akan lebih baik jika ia jujur pada Aira mengenai diagnosa Dokter, namun cintanya pada Aira terlalu besar sehingga membuatnya menjadi begitu naif seperti ini.
Seperti Aira dan Arsyad yang merasa begitu tertekan dengan keadaan yang ada, hal yang sama di alami oleh Anggun. Cintanya pada Arsyad membuatnya rela melakukan apapun demi memiliki sang pujaan, bahkan jika ia harus memelihara duri dalam hatinya.
Mungkin terlalu bodoh, namun Anggun tak perduli dan ia masih meyakinkan dirinya sendiri, bahwa kehadiran sang anak akan mampu merebut hati Arsyad suatu hari nanti, hati juga cintanya.
"Aku yakin itu, aku hanya mencintai Arsyad dan aku rela jika harus menjadi yang kedua setelah Aira, selama Arsyad tidak meninggalkanku."
Dan begitulah hari dan malam yang di lewati oleh ketiga insan yang sedang tenggelam dalam luka karena sebuah perasaan yang di namakan cinta.
Keesokan harinya, Arsyad masih setia mengurung diri di kamarnya dan enggan melakukan apapun. Yang ia lakukan hanya memikirkan Aira dan Aira.
Begitu juga yang di lakukan Anggun, ia hanya menyibukan diri dengan televisi yang tayangannya tak sedikitpun menarik perhatiannya.
Sesekali Anggun mengecek ponselnya, berharap Arsyad menghubunginya namun jangankan pesan masuk, bahkan pesan Anggun yang sudah terkirim sejak kemarin juga belum di baca.
Apalagi seharusnya malam ini acara syukuran kehamilan Anggun, namun karena masalah ini ternyata begitu pelik, acara terpaksa di tunda atau bisa tetap di jalankan tanpa kehadiran Arsyad. Namun Anggun mau, Arsyad and ada di sisinya, mendoakan anak mereka bersamanya.
...***...
"Pak Arsyad belum datang?" Tanya Hilmi pada salah satu pelayan restaurant.
"Belum, Pak," jawab si pelayan yang membuat Fahmi langsung mengernyit kan keningnya.
"Kalau begitu, aku akan pergi menemui pak Arsyad. Telfon aku jika ada sesuatu," ujar Fahmi pada pelayan restaurant.
"Baik, Pak."
Fahmi pergi rumah Arsyad dan sesampainya disana, ia di sambut oleh Ummi Ridha dengan senyum yang sangat berbeda dari biasanya.
"Arsyad di kamarnya," kata Ummi Ridha mempersilakan Fahmi masuk.
"Terima kasih, Tante," ucap Fahmi kemudian ia segera naik ke kamar Arsyad.
Tanpa mengetuk pintu, Fahmi masuk ke kamar Arsyad dan ia menemukan temannya itu yang sedang meringkuk di tengah ranjang.
"Kamu masih hidup?" Tanya Fahmi, sembari duduk duduk di tepi ranjang.
Arsyad hanya diam dengan tatapan kosong. "Aku rasa, kamu harus bangun dan memperjuangkan Aira kembali. Bukannya tidur seperti ini," ujar Fahmi lagi.
"Aku bingung bagaimana harus memperjuangkannya," lirih Arsyad. "Dia benar-benar marah, dia pergi dari rumah sendirian, tanpa minta izin. Menginap di rumah Micheal juga tanpa izin, nggak mau balas pesanku, nggak mau jawab panggilanku."
"Aku rasa, jika aku jadi Aira, aku pasti akan melakukan hal yang sama," ujar Fahmi. "Dan aku rasa, kalau aku jadi kamu, aku akan memperjuangkan Aira, bukannya diam tanpa melakukan apapun seperti ini."
"Saat ini Hulya ada di rumah Micheal, sedang bersama Aira dan Via."
Arsyad yang mendengar ucapan Fahmi itu langsung beranjak duduk dan saat ia menghadap Fahmi, Fahmi terkejut melihat wajah babak belur Arsyad. Tak perlu di tanya apa yang terjadi, karena Fahmi tahu itu pasti hadiah dari kakak ipar Arsyad.
"Aku tahu, kamu memang sudah mendua, tapi aku juga tahu, cintamu hanya untuk Aira dan aku harap kamu bisa membuktikan itu pada Aira supaya Aira kembali padamu."
...***...
Sementara di rumah Micheal, Aira kedatangan Hulya yang datang menjenguknya tentu sekaligus untuk mengucapkan ulang tahun. Karena hari ini adalah hari ulang tahun Aira yang ke 29, sesungguhnya, Aira merindukan Arsyad di hari ulang tahunnya ini.
Ia rindu dengan kejutan Arsyad di setiap hari ulang tahunnya, dimana hari itu Arsyad akan menemani Aira seharian, memberikan banyak hadiah dan memenuhi apapun permintaan Aira.
Di hari ulang tahunnya ini, Aira merasa di berkati dengan hadirnya Via, namun ia juga merasa seolah dirinya di kutuk dengan pengkhiatan sang suami dan ibu mertuanya.
"Aku yakin, kamu pasti kuat," kata Hulya sembari menepuk pundak Aira.
"Aku nggak nyangka, ternyata kalian sudah tahu semuanya," kata Aira lirih. Hulya memang sudah memberi tahunya bahwa ia dan Fahmi sudah mengetahui tentang Anggun dan Arsyad. "Semua orang benar-benar menipuku habis-habisan."
"Bukan seperti itu, Aira," sanggah Hulya. "Aku ingin memberi tahumu, sumpah! Aku juga sangat marah karena aku sudah menganggapmu sebagai adikku sendiri, tapi apa hakku? Aku bukan siapa-siapa dalam rumah tangga kalian."
Aira menghela napas berat, karena yang Hulya katakan memang benar.
Pandangan Aira tertuju pada Via, Jihan dan Tanvir yang saat ini sedang berlomba menyusun puzzle dengan di temani oleh Zenwa.
"Aku masih berharap, selalu berharap ini hanya mimpi, Hulya. Rasanya benar-benar sakit, aku nggak bisa tidur karena rasa sakit ini, selera makanku hilang, bahkan untuk menelan air pun rasanya begitu sulit."
Hulya merangkul Aira dengan erat. "Maafkan aku, Aira. Andai aku tahu cara mengurangi rasa sakitmu, akan aku lakukan itu, apapun itu," tukas Hulya yang membuat senyum di bibir Aira terbit karena itu mengingatkan Aira pada Ummi dan Abinya.
"Ummi dan Abi juga selalu mengatakan itu," kata Aira sambil tersenyum namun senyumnya hilang saat tiba-tiba ia melihat Arsyad yang datang bersama Fahmi.
Aira juga terkejut melihat wajah babak belur Arsyad dan Aira tahu itu pasti karena kakaknya.
Aira langsung menghampiri Arsyad dan menarik Arsyad keluar rumah sebelum Micheal melihatnya.
"Aira, Sayang. Aku kesini mau jemput kamu," kata Arsyad.
"Aku butuh waktu dan sebaiknya kamu pulang sebelum kak Micheal melihat kamu dan menghajar kamu lagi," desis Aira.
"Aku nggak perduli, bahkan jika Micheal mau membunuhku. Aku nggak perduli." tekan Arsyad.
"Aku benar-benar butuh waktu, aku mohon tinggalkan aku, sebentar saja!" mohon Aira namun Arsyad menggeleng.
"Aku nggak akan pernah meninggalkan kamu, Aira. Nggak akan pernah! Dan aku mohon, kembalilah padaku!"
"Aku nggak bisa...."
"Please, Aira! Aku janji akan menceraikan Anggun secepatnya karena aku sama sekali tidak mencintainya, aku mencintaimu, hanya mencintaimu!"