Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Tiga hari kemudian.
Tama yang sedang sendiri di meja kelas sambil mengedit-edit foto di handphonenya, di perhatikan dari kejauhan oleh Husna yang saat ini hatinya semakin gelisah karena Tama tak pernah menegur bahkan sedikit senyuman pun tak pernah ia dapatkan dari Tama.
Husna merasa dirinya punya salah kepada Tama karena Tama menjadi dingin kepadanya beberapa hari ini. Bahkan saat Husna mencoba menegurnya setiap berpapasan, Tama tiba-tiba langsung menghindar dan pergi begitu saja dan memalingkan pandangannya.
"Dia kenapa sih? Apa aku harus berbicara langsung kepadanya dan bertanya. Sungguh kenapa hatiku jadi gelisah seperti ini sih, padahal aku baru mengenalnya, tapi hati ini rasanya selalu ingin mengenal dia lebih dekat lagi dan selalu dihantui rasa bersalah." Gumam Husna dalam hatinya sambil terus menatap Tama dari kejauhan yang sedang sibuk sendirian dengan handphonenya.
"Argh nggak bisa nggak bisa, aku harus menemuinya sekarang juga." Husna yang terus dihantui rasa bersalah tanpa diduga langsung berjalan menuju meja Tama dan langsung duduk di sampingnya.
"Emm" Tama yang kaget langsung celingak-celinguk melihat ke arah lain karena saat ini dia panik kenapa Husna bisa ada di sebelahnya secara tiba-tiba.
"Tam?" Tegur Husna pelan sambil melihat ke arah Tama yang wajahnya memerah kebingungan.
"Em iya Husna ada apa?" Tama balik bertanya dengan nada bergetar, tapi matanya masih sibuk melihat ke arah handphone dengan perasaan sangat gugup.
"Aku mau minta maaf Tam sama kamu." Husna berbicara dengan nada tulus.
"Maaf? Kamu kan nggak salah apa-apa sama aku." Tama menjawab tapi matanya masih saja sibuk dengan layar handphone.
"Hmmm." Sambil menghela nafas, Husna pun mengambil handphone yang Tama pegang, sehingga kini Tama jadi menatapnya.
"Dengerin aku Tama, aku mau minta maaf." Kini Husna berbicara sedikit tegas.
"Maaf buat apa sih? Kamu kan memang nggak punya salah Husna sama aku." Tama mencoba mengambil handphonenya kembali dari tangan Husna.
"Diem dulu. Aku mau ngomong." Husna menangkis tangan Tama dan memasukan handphone itu ke dalam saku almamaternya.
"Hmm. Yaudah, yaudah ayo mau ngomong apa?" Tama kini duduk tegap sambil memandang Husna. Perasaan gugup coba ia hilangkan dari dalam dirinya.
"Tam, kalau aku nggak punya salah sama kamu, kenapa tiap kita berpapasan kamu seperti nggak suka melihat aku. Bahkan kamu tiba-tiba lari seperti jijik sama aku. Aku punya salah apa sih sama kamu?" Husna mengeluarkan keluhannya kepada Tama sambil memandangi Tama sangat tajam.
Deg, hati Tama bergetar seketika di tatap oleh mata yang cantik nan indah, tapi dia sambil berfikir alasan apa yang harus dia keluarkan karena sudah memberikan sikap cuek terhadap Husna beberapa hari ini.
"Memang itu penting ya buat kamu? Lagian kan kita juga baru kenal, jadi nggak masalah dong mau aku sedikit cuek sama kamu juga. Ngobrol aja kita baru satu kali, itu pun karena nggak sengaja karena aku sudah mecahin lukisan kamu waktu itu." Tama bertanya balik dan membuat Husna kebingungan karena memang benar kenapa sepeduli itu dia terhadap Tama.
"Em, Ya aku merasa kalau aku punya salah aja kalau kamu cuek seperti itu sama aku. Ya tapi syukur deh kalau aku memang nggak punya salah sama kamu." Dengan sedikit salah tingkah, Husna menjawab sambil memalingkan pandangannya ke arah lain.
"Hmm yaudah, yaudah. Aku minta maaf deh ya kalau udah bikin kamu nyangka seperti itu. Yang jelas kamu sama sekali nggak punya salah apa-apa sama aku." Tama berbicara sambil menyentuh tangan Husna secara spontan.
Hati Husna bergetar ketika sentuhan itu terasa lembut di jemari tangannya. Tapi Husna langsung memundurkan tangannya perlahan dari sentuhan Tama, karena Husna takut jatuh terlalu dalam.
"Yaudah, kamu nggak perlu minta maaf, mungkin aku yang udah salah paham sama kamu." Ucap Husna dengan wajah sedikit salah tingkah.
"Hmm. Yaudah kalau gitu." Tama berkata sambil senyum tipis karena melihat Husna yang jadi salah tingkah.
"Berarti bener ya aku nggak salah apa-apa sama kamu Tam?" Husna kembali bertanya untuk lebih meyakinkan dirinya.
"Iya Husna. Kamu bawel juga ya ternyata. Apa aku harus teriak di sini biar semua orang tahu kalau kamu nggak punya salah sama aku?" Tama mencoba meyakinkan Husna.
"Ya aku kan cuma nggak mau punya musuh di manapun itu. Nggak enak kan kalo hidup punya musuh. Bener nggak?" Husna mencoba menatap Tama kembali.
"Iya deh iya terserah kamu ah. Yaudah mana sini Hp aku balikin!" Tama membuka telapak tangannya meminta handphonenya untuk di kembalikan.
"Ambil saja nih sendiri kalo berani." Husna sedikit bercanda untuk mencairkan suasana.
"Ya gila aja aku harus ngambil sendiri. Ayo cepetan ah sini!" Sambil membuka telapak tangan, Tama sedikit menahan tawa.
"Ayo sini cepetan ambil sendiri! Kamu ini so cool banget ya, kalo mau ketawa ya ketawa aja kali nggak usah so jaim gitu." Husna pun ikut menahan tawa dengan senyuman cantiknya.
"Apaan sih ah! Sini nggak ah cepetan balikin!" Tama pun memberanikan diri mengambil handphonenya yang ada di saku almamater Husna. Kini mereka berdua jadi sama-sama tertawa.
Sampai akhirnya bukannya handphone yang yang Tama dapat, tapi dia kembali memegang salah satu tangan Husna.
Kali ini cukup lama, mereka jadi terdiam dan saling menatap. Hati mereka sama-sama berbunga, mata mereka pun saling memancarkan cahaya cinta yang perlahan mulai tumbuh.
Tapi pada akhirnya ketika sama-sama sadar dari lamunan, mereka melepaskan pegangan itu dengan berbarengan. Husna dan Tama pun kini jadi sedikit salah tingkah.
"Udah ah ya, nih Hp kamu. Aku mau balik ke mejaku lagi." Husna kini terbangun dari duduknya.
"Eh tunggu, tunggu!" Tama coba menahan langkah Husna.
"Apalagi? Udah beres kan semuanya." Husna berhenti sejenak sambil meletakkan kedua telapak tangannya di atas meja.
"Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya." Ajak Tama sambil tersenyum manis.
"Hmm. Sini pinjem handphone kamu." Husna mengambil kembali handphone Tama.
"Buat apa dih?" Tama sedikit heran apa yang sedang di lakukan oleh Husna.
"Udah diem aja sebentar." Ucap Husna sambil mengetik sesuatu di handphone Tama.
Setelah beberapa saat,
"Nih! di situ sudah ada nomor telfon aku, jadi kalo mau ngobrol telfon aja." Ucap Husna kembali sambil mengembalikan handphone itu ke tangan Tama.
"Udah ya, aku mau balik ke mejaku. Dah!" Sambil melambaikan tangan, Husna berjalan dengan sedikit centil kembali ke mejanya.
"Dasar cewek aneh." Ucap pelan Tama walaupun sedikit heran kenapa tiba-tiba Husna memberikan nomor telponnya begitu saja, Di sini Tama merasa senang karena merasa sudah di perhatikan oleh Husna, kini dia kembali sering memandangi Husna lagi. Mereka juga saling pandang seperti awal berkenalan.