Zeona Ancala berusaha membebaskan Kakaknya dari jeratan dunia hina. Sekuat tenaga dia melakukan segala cara, namun tidak semudah membalikan telapak tangan.
Karena si pemilik tempat bordir bukanlah wanita sembarangan. Dia punya bekingan yang kuat. Yang akhirnya membuat Zeona putus asa.
Di tengah rasa putus asanya, Zeona tak sengaja bertemu dengan CEO kaya raya dan punya kekuasaan yang tidak disangka.
"Saya bersedia membantumu membebaskan Kakakmu dari rumah bordir milik Miss Helena, tapi bantuan saya tidaklah gratis, Zeona Ancala. Ada harga yang harus kamu bayar," ujar Anjelo Raizel Holand seraya melemparkan smirk pada Zeona.
Zeona menelan ludah kasar, " M-maksud T-Tuan ... Saya harus membayarnya?"
"No!" Anjelo menggelengkan kepalanya. "Saya tidak butuh uang kamu!" Anjelo merunduk. Mensejajarkan kepalanya tepat di telinga Zeona.
Seketika tubuh Zeona menegang, mendengar apa yang dibisikan Anjelo kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Zeona mengerahkan semua tenaga dan kemampuannya untuk membuat Anjelo puas dan terbang ke puncak nirwana. Agar pembebasan Kakaknya segera dilakukan.
"Keep moving, Zeona!" Suara berat dan serak Anjelo menggema berbarengan dengan rematan keras di kedua gunung.
Zeona menambah guncangan. Menyalurkan kenik ma tan pada tv bvh Anjelo. Lelaki itu terus menggeram dan men de sah di bawah naungan Zeona.
Peluh bercucuran. Merambat perlahan ke seluruh tubuh. Mungkin ini dorongan dari menggeloranya darah panas. Zeona lupa akan rasa malunya. Dia merunduk. Mema gut bibir sensual milik Anjelo Raizel Holland.
Sepersekian detik, Anjelo menegang dengan pupil mata yang melebar. Tidak menyangka jika Zeona akan melakukan hal tak terduga seperti ini. Berani memulai permainan. Li dahnya menginvasi. Mengabsen semua yang ada di dalam rongga mulut dengan gerakan di bawah sana yang semakin lincah.
"Oughh shit! Zeona, I like it!" Anjelo membatin dengan mata yang merem melek. Menikmati hisa pan di bi birnya yang kini turun ke le her dan bermain-main di sana. Blingsatanlah darah panas Anjelo. Dia benar-benar terbuai dengan semua yang dilakukan Zeona.
Padahal Zeona terbilang sangat amatir, tapi istri keduanya ini sangat cepat belajar dan berhasil membuatnya merasakan nik mat bercin ta yang sebenarnya. "You're mine, Zeona." Desis Anjelo dalam hatinya.
Setelah sekian lama, akhirnya kedutan pun terasa. Anjelo membalik keadaan. Dia mengambil alih permainan. Menaungi Zeona dan mulai mengayun tv bvh dengan gerakan kencang mere mas kasar dua gundukan padat di bawahnya.
Suara lolongan keduanya mengudara. Memenuhi setiap penjuru kamar mewah itu. Sensasi panas terasa memenuhi pintu surgawi Zeona bersamaan dengan ambruknya tv bvh Anjelo di atasnya.
"Terima kasih, Sayang. Kamu sangat hebat!" Satu kecupan kecil mendarat di kening Zeona membuat gadis berambut pendek itu menegang sempurna. Terutama saat menangkap panggilan 'sayang' yang diucapkan lelaki dewasa itu. Ada gelenyar aneh yang menjalar.
Namun Zeona segera menepisnya. Dia menekankan bahwa tak boleh tumbuh cinta di hatinya karena pernikahan ini hanya untuk balas budi semata.
Zeona kira, permainan mereka akan selesai sampai di sini, ternyata tidak. Anjelo kembali mengerjai tv bvhnya. Hingga berjam-jam lamanya.
*****
Anjelo menarik selimut untuk menutupi tv bvh polos Zeona. Dia mengusap keringat yang ada di dahi wanitanya. Mengulas senyum kecil seraya kembali membayangkan pertempuran mereka yang baru saja usai.
"Kamu pasti sangat lelah," gumam Anjelo pelan. Memandang sekilas wajah Zeona yang sudah terlelap.
Beringsut dari tempat tidur. Anjelo memanjangkan tangan untuk meraih ponselnya. "Sudah jam sepuluh malam ternyata." Dia mendial nomor seseorang.
[Eric!]
Suara di seberang sana menyahut cepat.
[Iya, Tuan.]
[Lakukan perintahku sekarang juga! Bawa keluar Zalina Anela dari tempat bor dir Miss Helena.]
[Baik Tuan. Sekarang juga saya akan pergi ke sana.]
[Iya. Jika Helena mempersulit, bisikan saja namaku pada wanita mata duitan itu!]
[Baik Tuan!]
Panggilan pun dimatikan oleh Anjelo. Dia menyimpan ponselnya kembali ke atas nakas. Dirinya juga kembali masuk ke dalam selimut. Memeluk Zeona dan memejamkan mata bersama istri keduanya itu.
*****
Mobil yang dikendarai Eric sampai di depan gerbang rumah Miss Helena. Sebelum masuk, ada dua orang lelaki berbadan kekar yang menanyakan identitas Eric.
Lelaki berambut hitam itu mengeluarkan kartu tanda penduduknya. Barulah pintu gerbang terbuka lebar.
Eric menelan saliva ketika dirinya baru keluar dari dalam mobil. Pemandangan pertama yang menyambut mata adalah banyaknya wanita beragam usia. Ada yang ABG, berumur sedang bahkan yang berusia matang.
Mereka semua berlomba-lomba melempar tatapan genit dan menggoda pada Eric.
"Mas Ganteng ... pilih aku dong buat memanjakan p*n*smu!"
"Aku aja Mas! Pussy-ku dijamin menggigit dan pasti akan membuatmu menjerit!"
"Mending sama aku aja! Aku masih segar dan kencang."
Berbagai rayuan diterima Eric, namun lelaki berjaket hitam itu tak meladeni semua rayuan itu. Dia tetap melangkah masuk dan langsung menanyakan keberadaan Miss Helena pada salah seorang lelaki berbadan kekar yang berdiri di sudut ruangan rumah mewah tersebut.
"Mari ikuti saya!" kata si lelaki beranting salib kepada Eric. Mereka berdua berjalan menjauh dari aula itu. Berbelok ke kiri dan naik ke atas tangga yang dilapisi karpet beludru berwarna merah. Sampailah Eric dan si lelaki di depan pintu jati bercat cokelat pekat.
Si lelaki beranting itu mengetuk pintu sebanyak dua kali. Terdengarlah sahutan dari dalam sana. "MASUK!" Si lelaki beranting menguak pintu dan mengajak Eric masuk ke dalam ruangan itu.
Terlihatlah seorang wanita paruh baya sedang duduk di kursi kebesarannya dengan asap mengepul keluar dari bibir bergincu dengan warna merah menyala. "Siapa yang kau bawa itu, Jacob?"
Si lelaki beranting membungkukan badan sebelum menjawab pertanyaan Helena. "Namanya Tuan Eric Wibowo. Dia ingin bertemu dengan Nyonya," jelas Jacob memberitahukan seraya melirik ke arah Eric yang berdiri di sampingnya.
"Selamat malam, Miss Helena?" Eric menyapa dengan suara lembut mendayu disertai senyuman manis bagai madu. Beranjak maju dan mengulurkan tangan.
Helena beringsut dari kursinya dan menyambut uluran tangan Eric.
Dikecupnya tangan putih mulus itu oleh Eric. Membuat Helena tersipu.
"Silakan duduk, Tuan Eric!" Helena mempersilakan. Dia menjentikan jarinya pada Jacob sebagai isyarat agar lelaki tinggi besar itu keluar dari ruangan.
Setelah Jacob keluar, Eric pun duduk di kursi yang ada di depan Helena. Mereka duduk saling berhadapan terhalang oleh meja.
"Apa tujuan anda datang ke mari? Sepertinya bukan untuk menyewa para bidadari di sini." Helena menghembuskan asap rokoknya ke udara.
"Memang bukan, Miss Helena. Tujuan saya datang ke sini bukan untuk menyewa, tapi untuk membeli salah satu bidadarimu untuk kujadikan istri."
"HAHAHA ..." Helena tertawa mendengar penuturan Eric. "Anda serius Tuan?"
"Ya."
"Kenapa anda ingin menjadikan salah satu bidadariku sebagai istri, apakah di luaran sana sudah tidak ada gadis suci yang memikat hatimu? Anda yakin?" Helena agak kurang percaya dengan niat lelaki muda di hadapannya.
"Saya sangat yakin, Miss Helena. Karena saya telah jatuh hati pada salah satu bidadari anda. Dia sudah memikat hati saya. Puluhan gadis suci di luaran sana, tidak mampu membuat saya melupakan dia. Dia sangat berbeda. Dia sangat menawan dan mempesona. Saya benar-benar menginginkan dia untuk menjadi milik saya seutuhnya." Semua kata-kata yang sudah tersusun rapi berhasil Eric muntahkan dengan sangat runtut dan meyakinkan.
"Siapakah bidadariku yang berhasil memikat hatimu itu, Tuan Eric Wibowo? Katakan dengan jelas. Karena jika anda ingin memperistri salah satu bidadariku, maka ada harga fantastis yang harus anda keluarkan." Helena menyeringai dengan mata yang berbinar.
"Dia adalah Zalina Anela."
Makasih udah baca😊