Judul novel : "MY STUDENT IS MY STUPID WIFE
Ini kisah tentang NANA DARYANANI, seorang mahasiswi cantik yang selalu mendapat bullying karna tidak pandai dalam pelajaran apapun. Nana sudah lama diam-diam naksir dosen tampan di kampusnya, sampai suatu hari Nana ketahuan suka sama dosennya sendiri yang membuat geger seisi kampus.
Bagaimana dengan Sang Dosen, apakah dia juga akan menyukai Nana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gabby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MASIH SAJA KERAS KEPALA
Di pagi yang cerah Nana baru saja terbangun dari tidurnya, dia menoleh ke arah pria yang menjadi orang pertama yang dia lihat setiap kali dia membuka mata di pagi hari.
"Mas, bangun!" Nana mencubit pipi Hessel untuk membangunkannya.
"Ahhh 15 menit lagi Na." lenguh Hessel di dalam tidurnya.
Nana membiarkan suaminya tetap tidur, setelah nyawanya terkumpul Nana pun langsung pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap memulai aktivitasnya yang baru hari ini.
Setelah 15 menit Nana pun keluar dari kamar mandi, dalam keadaan yang sudah segar dan cantik.
Nana hanya bisa menggeleng melihat suaminya masih molor.
"Mas bangun, udah pagi..." tetap saja Hessel masih tidur.
"Iya Na 5 menit lagi"
"Hari ini kamu ada kelas mas"
Hessel sedikit bangkit dan mengusap lembut pipi Nana
"Na, aku malas ke kampus hari ini aku gak ada kelas di kelasmu"
"Tapi kamu tetap harus ngampus mas, kelas lain juga anak didikmu gak boleh beda-bedain murid"
"Aku gak beda-bedain Na, tapi aku memang semangat masuk kampus karna cuma pengen liat kamu"
"Ihhh apaan sih mas, setiap hari di rumah juga mas lihatnya aku"
"Mauku dikampus juga lihat kamu Na, kalau aku gak ada kelas di kelasmu pasti buat ketemu kamu susah banget, sekali ketemu ehh kamu malah sama si bocah sok pintar itu"
"Mas, mas, ayo bangun nanti kamu telat" tapi Hessel malah kembali berbaring dan memejamkan matanya.
"Kok tidur lagi mas?" ucap Nana kesal
"Sudah ku bilang aku mau malas-malasan dulu Na, lagi pula hari ini aku gak masuk kelasmu"
"Ya sudah aku bikin sarapan dulu, sekalian aku berangkat duluan"
"Hmmm iya, hati-hati Nana, ingat ya jangan goncengan lagi sama murid sok pintar itu."
"Iya mas tenang aja" tanpa sadar senyum Nana mengembang begitu saja.
"Apa dia mulai cemburu, ah mas Hessel aneh." batin Nana mengabaikan perasaannya.
Nana pun turun ke bawah, sebelum pergi ke kampus dia membuat sarapan untuk suami dan adik iparnya terlebih dulu.
"Devan... ayo sarapan dulu." panggil Nana, Devan pun menghampirinya.
"Apa yang kau masak?" cetus Devan.
"Telur sambal balado, orek tempe, dan oseng kangkung, kata mas Hessel kau suka telur balado jadi aku coba saja membuatnya." ucap Nana.
Devan meneguk salivanya, dia sudah tergiur dengan makanan yang sedang Nana tata rapi di atas meja makan.
"Sejak kapan kau bisa masak, apa kau mulai menyogokku juga dengan makanan seperti ini."
"Kau makan saja."
"Eh ingat ya Nana, meski kau membuatkan 1000 piring yang isinya telur balado aku tetap tidak akan mengakuimu sebagai kakak ipar."
"Terserah kau saja, aku masak bukan hanya untukmu tapi untuk suamiku juga." jawab Nana santai.
"Mudah sekali kau bicara seperti itu, emangnya kapan kakak mengakuimu sebagai istri, dasar tidak tau malu."
"Ini makan, aku mau ke kampus, setelah kau makan cepatlah bangunkan kakakmu" ucap Nana sambil mengisi piring makan Devan dengan nasi dan Nana juga mengambilkannya lauk.
"Aku 2 telurnya, aku tidak mau tempe, dan aku mau kangkungnya" ucap Devan bawel.
"Kau habiskanlah semuanya tapi sisakan juga buat kakakmu."
"Lalu apa kau tidak makan?"
"Wahhh sejak kapan kau mulai perhatian padaku" goda Nana
"Ciih aku hanya bertanya, bukannya perhatian."
"Oo begitu, ya sudah kau tidak perlu bertanya kapan aku makan dan tidak makan itu urusanku"
"Pergilah, kau hanya membuatku tidak selera makan"
"Aku memang mau pergi" Nana mengambil tasnya di atas kursi.
"Ingat sebelum kamu berangkat sekolah, bangunkan kakakmu dulu, sisakan juga sarapan untuknya jangan kau habiskan semuanya" protes Nana.
"Iya ya resek, dia yang menyuruhku tapi dia juga yang melarangku menghabiskan semua makanan ini" celoteh Devan
"Emmm... enak juga, lumayan... wahhh gawat kalau sampai Nana bisa masak." ucap Devan dalam hati sambil mengunyah suapan pertamanya.
Rumah Andrean
Suasana pagi masih menyelimuti rumahnya, Andrean menyantap sarapan bersama keluarga besarnya.
"Drean, setelah kamu lulus nanti kamu akan langsung papa angkat menggantikan posisi papa di kantor." ucap papanya (Rehan Triansyah)
"Apa tidak terlalu cepat pa, Andre pengen lanjut S2 dulu pa." jawab Andrean.
"Tidak bisa, 3 tahun belakangan Sun Glow Group selalu berada di bawah Shine Group papa akan membimbingmu di kantor, pokoknya kita harus mengalahkan perusahaan itu, apa kau tau putra dari pemilik perusahaan itu tidak mau menggantikan posisi ayahnya, ini akan menjadi peluang bagi kita untuk menyingkirkan perusahaan tersebut."
"Andre juga tidak mau kerja kantoran pa, Andre pengen membangun bengkel karna Andre anak motor, Andre sama sekali tidak tertarik dengan bisnis kantoran apalagi kalau alasannya untuk menjatuhkan orang lain, Andre gak mau pa"
"Kamu nurut aja Drean, papa tidak suka dibantah, pokoknya perusahaan kita harus menjadi satu-satunya perusahaan terbaik dalam dunia kecantikkan."
"Andrea coba pikir-pikir lagi deh pa" pasrah Andrean.
Perpustakaan
Setelah kelas berakhir Nana dan Arin seperti biasa mereka sering mengunjungi perpustakaan untuk membaca buku-buku novel kegemaran mereka.
Nana menaiki bangku untuk mengambil buku novel kesukaannya entah siapa yang memindahkannya ke atas rak buku paling atas sehingga Nana kesulitan untuk meraihnya.
"Na, bisa gak ambilnya" ucap Arin.
"Iya bentar Rin hampir dapat"
"Oh cepat ya Na"
Andrean melihat Nana kesulitan meraih bukunya membuatnya memberanikan diri untuk menawarkan bantuan.
Saat Nana akan mengambil buku yang ada diurutan paling atas.
"Nana..."
Brugggg...
Panggil Andrean yang muncul tiba-tiba membuat Nana kaget, kebetulan kursi yang Nana naiki kakinya patah dan akhirnya dia terjatuh saat Andren mencoba menangkap tubuh Nana justru mereka malah jatuh bersamaan.
deg
deg
deg
Jantung Andrean tiba-tiba berdetak kencang tak beraturan saat melihat Nana berada diatas tubuhnya.
"Ahhh maaf Drean, kau baik-baik sajakan, apa ada yang sakit?" Nana langsung sadar dan bangkit panik melihat Andrean terus memegang dadanya sepertinya dia sangat kesakitan.
Nana menarik tangan Andrean membantunya untuk berdiri.
"Sorry Drean, aku benar-benar tidak sengaja kursinya tiba-tiba saja patah, apa dadamu sakit?" ucap Nana cemas
Sementara Andrean sedari tadi memandang wajah Nana yang terus merasa cemas membuat Andrean mengulum senyuman.
"Cantik... sangat cantik..." ucapnya tanpa alasan.
"Kau bicara sesuatu?" tanya Nana seketika Andrean langsung mengalihkan pandangannya dari Nana.
"Kau cantik Na"
Wajah Nana merona mendengarnya dan dia langsung tersenyum
"auhhh" Andrean kembali memegang dadanya dan terlihat kesakitan.
"Ada apa? apa dadamu sakit?" Nana panik bukan main.
"Ayo kita ke dokter"
tiba-tiba Andrean tertawa
"Senyumanmu tadi membuatku merasa tiba-tiba terkena serangan jantung, Na."
Mereka pun tertawa manis sekali, membuat penghuni perpus merasa iri dengan kedekatan mereka.
"Wah... wah... wah... rupanya kau disini Na, pantas aja gak kelar-kelar ngambil bukunya ternyata ada si playboy cap gayung mengganggu Nana." ucap Arin tiba-tiba mengagetkan mereka.
"Lihatlah Na, temanmu yang tomboy ini selalu iri, makanya jangan jadi setengah perempuan setengah laki-laki, laki-laki mana pun takut untuk mendekati dirimu."
"Ehhh sialan" Arin menjitak kepala Andrean yang membuat Andrean kesakitan.
"Gila, cewek apa rambo sih sakit tau"
"Mau aku pukul" Arin mengangkat kepalan tangannya ke hadapan Andrean.
"Heh sudah hentikan, kalian seperti kucing dan tikus saja gak pernah akur" Nana selalu menjadi penengah diantara pertengkaran Arin dan Andrean.
"Wah... kursinya kenapa bisa patah Na?"
"Itulah sebabnya aku jatuh" ucap Nana.
"Tapi kau baik-baik sajakan Na, apa kau terluka?" Arin cemas.
"Apa seperti ini kelakuan mahasiswa, menggunakan perpustakaan sebagai tempat untuk pacaran."
tiba-tiba terdengar suara yang membuat mereka menoleh ke arah sumber suara, ternyata Hessel berdiri di depan pintu perpustakaan.
Nana tau Hessel sedang mengamatinya, Hessel memelototi Nana sambil berjalan kearah mereka.
"Nana, kau ikut dengan saya" tiba-tiba Hessel menarik tangan Nana sementara Andrean dengan cepat melepaskan tangan Nana dari genggaman Hessel.
"Jangan mentang-mentang bapak ini dosen, bapak seenaknya saja memarahi murid, saya yang salah pak bukan Nana, hukum saja saya karna saya yang mengganggunya." ucap Andrean.
"Kau berhentilah ikut campur, ini urusan saya dengan Nana" tegas Hessel
"Masalah Nana adalah masalah saya juga, saya tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Nana."
Sementara itu Nana bingung bagaimana caranya menghentikan pertengkaran antara murid dan dosennya ini.
"Nana apa kau yang mematahkan kursi?" tanya Hessel, Nana pun mengangguk mengakui kesalahan yang sebenarnya kursi itu memang patah dengan sendirinya.
"Na, jujur saja kursi itu patah bukan karnamu tapi memang kursinya saja yang sudah reot." ujar Andrean.
"Nana sudah mengakui kesalahannya itu berarti dia memang salah." sahut Hessel.
"Nana tidak salah, saya yang akan bertanggung jawab, jangan beri Nana hukuman pak, saya akan membayar ganti ruginya." ucap Andrean memohon.
"Anak ini sepertinya sungguh-sungguh menyukai Nana, lihat saja tingkahnya sok jadi pahlawan." cetus Hessel dalam hati.
"Arghhh Hessel kenapa kau jadi seperti ini, apa yang terjadi pada perasaanmu kenapa kau mencari alasan melalui kursi yang patah." ucap Hessel dalam hati."
"Apa aku cemburu, tidak, tidak, untuk apa cemburu sama anak murid sendiri lagipula Nana siapa dia, dia hanya istriku, aku tidak mencintainya buat apa cemburu padanya." batin Hessel masih tetap dengan keras kepalanya.
"Ayo Na, kita pergi." Andrean menggenggam tangan Nana dan hendak membawanya menjauh dari Hessel.
Sementara Nana tak lepas memandang Hessel, dan Hessel lagi-lagi memelototinya memberinya isyarat ketegasan supaya Nana melepaskan tangannya dari genggaman Andrean.