Bianca, adalah wanita berusia dua puluh empat tahun yang terpaksa menerima calon adik iparnya sebagai mempelai pria di pernikahannya demi menyelamatkan harga diri dan bayi dalam kandungannya.
Meski berasal dari keluarga kaya dan terpandang, rupanya tidak membuat Bianca beruntung dalam hal percintaan. Ia dihianati oleh kekasih dan sahabatnya.
Menikah dengan bocah laki-laki yang masih berusia sembilan belas tahun adalah hal yang cukup membuat hati Bianca ketar-ketir. Akankah pernikahan mereka berjalan dengan mulus? Atau Bianca memilih untuk melepas suami bocahnya demi masa depan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dunia Bagai Terbalik
Semenjak mengambil keputusan untuk lebih memilih Vania dan mempermalukan keluarganya, Darren harus berjuang seorang diri untuk menopang hidupnya.
Terlebih, laki-laki itu lebih memilih untuk keluar dari rumah orang tuanya serta meninggalkan semua fasilitas hingga pekerjaan yang telah lama ia tekuni.
Meskipun punya pengalaman dan skill dan berbisnis di bidang kuliner, rupanya tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru dengan penghasilan yang menjanjikan.
Sudah dua minggu terakhir, Darren berusaha mencari pekerjaan baru. Ia menjual satu-satunya mobil pribadinya dan menukarnya dengan sebuah sepeda motor demi bisa memberikan tempat tinggal untuk Vania.
"Bagaimana? Apa sudah dapat pekerjaan baru?" tanya Vania saat Darren sampai di rumah mereka.
"Bersabarlah, Vania. Mencari pekerjaan tidak semudah yang kau bayangkan!" sentak Darren. Ia merasa kesal karena baru sampai di rumah dalam keadaan lelah dan lapar namun Vania tidak menanyakan keadaannya dan hanya peduli soal pekerjaan.
"Sayang, bukankah kau punya banyak teman dan kenalan. Seharusnya kau bisa dengan mudah minta bantuan mereka," rengek Vania.
"Tidak semudah itu, Vania. Aku malu!" ucap Darren.
Dulu, Darren adalah orang yang sangat penting. Ia menjadi manager di lima restoran milik keluarganya sekaligus. Ia dipercaya oleh kedua orang tuanya untuk mengelola seluruh bisnis mereka.
Namun, kini dunia seakan terbalik. Sejak keluar dari rumah orang tuanya, ia bahkan harus bekerja di tempat orang lain.
"Lagi pula aku sudah punya pekerjaan, kau juga bekerja. Kita tidak akan sampai kelaparan!" seru Darren.
"Tapi gajimu kurang. Kau pikir aku bisa bertahan hidup seperti ini selamanya?"
"Dulu kau bilang akan bertahan apapun yang terjadi selama kita bersama. Dan inilah yang terjadi."
Darren menghembuskan napas kasar sambil berlalu masuk ke dalam kamar, meninggalkan Vania yang asik membaca buku serta memangku laptop di ruang tamu.
Rumah dengan dua kamar dan halaman yang cukup luas ini dibeli oleh Darren dengan harga cukup miring setelah menjual satu-satunya mobil yang ia miliki.
Sementara, uang tabungan yang selama ini ia kumpulkan telah habis dipakai untuk menyelenggarakan pesta pernikahan mereka. Meski Vania sudah terlanjur hamil dan hubungan mereka tidak mendapatkan restu dari orang tua Darren, Vania bersikukuh mengadakan pesta pernikahan yang cukup mewah.
Bagaimanapun keadaannya, Darren tidak bisa menyerah atau menyesal. Ia telah mmbuat keputusan dan ia harus menanggung semua resikonya.
Laki-laki itu berbaring di atas tempat tidur sambil memandang langit-langit kamarnya. Sekelebat wajah Bianca terlintas di pikirannya.
Sudah beberapa bulan mereka tidak bertemu, dan Bianca nampaknya baik-baik saja. Ia pun terlihat bahagia bersama Daniel dan seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
"Apa dia sungguh baik-baik saja? Apa dia sudah melupakanku?" batin Darren bertanya.
Lamunan laki-laki itu berhamburan saat terdengar suara pintu kamar terbuka. Vania, datang membawa segelas kopi untuk suaminya.
"Terima kasih," ucap Darren sambil menerima kopi di atas nampan.
"Apa kau lelah? Maaf jika sikapku membuatmu kesal," ucap Vania lembut.
Sebagai seorang wanita, ia pun sangat memimpikan hidup bahagia bergelimang harta. Uang memang bukan segalanya, namun segalanya membutuhkan uang. Itulah sebabnya Vania sangat mengkhawatirkan pekerjaan suaminya.
"Tidak apa-apa," jawab Darren datar. Moodnya sudah buruk sejak melewati pintu rumah.
"Hmm, apa kau tahu? Daniel adalah salah satu muridku di kampus. Kami sering bertemu, tapi dia terlihat sangat membenciku," keluh Vania.
"Sepertinya itu hal yang wajar. Semua orang membenci kita," jawab Darren.
"Ini sudah tiga bulan, apa kau tidak berniat datang ke rumah orang tuamu? Ayo kita datang dan memohon maaf," bujuk Vania.
Darren tidak memberi tanggapan. Laki-laki itu terdiam sambil berpikir, beberapa kali ia hanya menyeruput kopi di cangkir tanpa ingin menanggapi perkataan istrinya.
"Kau anak pertama, pewaris mereka. Apapun yang terjadi, orang tua akan memberi maaf pada anak-anaknya. Kau hanya perlu membujuk mereka," lanjut Vania.
"Aku bahkan rela mengajar dengan perut besar. Apa kau tega melihatku seperti ini? Bukankah kau berjanji akan membuatku bahagia?"
"Aku mohon, ayo kita datang dan memperlihatkan calon cucu mereka."
Vania terus merengek, memohon agar Darren mau menuruti permintaannya.
"Apa kau pikir mereka akan memaafkanku dengan mudah setelah aku mempermalukan mereka? Aku bahkan membuat Daniel bertanggung jawab atas apa yang tidak dia lakukan!" seru Darren.
***