"Mengemislah!"
Awalnya hubungan mereka hanya sebatas transaksional diatas ranjang, namun Kirana tak pernah menyangka akan terjerat dalam genggaman laki-laki pemaksa bernama Ailard, seorang duda beranak satu yang menjerat segala kehidupannya sejak ia mendapati dirinya dalam panggung pelelangan.
Kiran berusaha mencari cara untuk mendapatkan kembali kebebasannya dan berjuang untuk tetap teguh di tengah lingkungan yang menekan dan penuh intrik. Sementara itu, Ailard, dengan segala sifat dominannya terus mengikat Kiran untuk tetap berada dibawah kendalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lifahli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Maka Lakukan (21+)
...Happy reading!!...
...🥵⚠️ Warning 21+...
...•••...
Sungguhan tak ada yang terjadi. Begitu Ailard membersihkan tubuhnya, ia segera pergi kearea balkon, memilih untuk menyesap nikotin disana dalam tubuh bertelanjang dada. Sialan, dia sangat seksi!
Lama sampai satu jam diluar sana akhirnya ia masuk kedalam setelah menghabiskan lima batang si pembunuh itu. Ailard terkekeh pelan begitu melihat Kiran sudah tertidur diatas ranjangnya.
"Dulu kamu tak berani tidur sebelum saya perintah, sekarang berani-beraninya kamu Kirana!" Ia berbicara pada perempuan yang sudah tak bisa lagi mendengar kala Kiran sudah lelap.
Ailard masih tak berpakaian namun ia gunakan bathrobe untuk pergi keruang latihan guna membakar lemak tubuhnya. Gila memang pria ini, sudah mandi tapi masih ingin berkeringat. Ailard memanglah seperti ini, karena setelahnya ia akan mandi kembali, lalu dapat tidur dengan nyaman dan prima.
Sekembalinya dari ruang latihan dan kembali membersihkan diri, Dewan berbaring dengan hanya pakai boxer, sementara atasannya tetap polos.
Ia lingkari pinggang Kiran dan menyentuh-nyentuh nakal dibagian manapun yang ia ingini. Enak saja perempuan ini dapat tidur dengan mudahnya, Ailard belum menghukum nya jadi Kirana tak boleh tidur dulu.
"eunggh.." Kiran menggeliat begitu merasa tubuhnya macam disentuh-sentuh. Ia tak begitu terkejut karena seperti ini selama tiga tahun dengan Ailard membuatnya terbiasa.
"Mas..."
"Kamu bangun?"
"Aku belum siap Mas..."
"CK! Sejak kapan saya harus menunggu kamu siap huh?"
Kiran berbalik dan begitu tubuhnya menghadap Ailard, pria itu langsung mencumbu bibirnya kasar sekali.
"Hmphhhhh..."
lamat-lamat ciumannya makin tak terkontrol dan tangannya sudah kadung menyentuh sana sini.
"I want Fucking you Kirana!" Bisik pria itu di tengkuknya sembari menyesap bagian paling sensitif Kiran.
"Ahhh...wait Mas..."
Sentuhan pria ini memang membuatnya lupa diri dan setiap apa yang Ailard lakukan padanya sungguhan disisi lain ia tak membencinya.
"Maka lakukan," bisik Kiran.
"Fuck!"
Ailard terkekeh pelan dengan sangat tidak sabaran ia lucuti pakaian Kirana sampai istrinya benar-benar dalam keadaan polos.
lihatlah dibawah kuasanya begitu tangan kekar Ailard bertumpu pada bagian kasur, sedangkan ia tahan tubuhnya untuk menatap pemandangan hottest dari atas.
Matanya mengabut kala tangan perempuan ini mengulur dan menyentuh rahang tegasnya. "Mari buka puasa Mas."
"Shit! Kamu menantang saya tiga hari lalu, maka saya akan buat sesuka saya!"
"ha-ukhhhh"
Ia hisap dua gundukan indah yang tak terlalu besar itu tak sabaran, seperti bayi yang kehausan.
"euhhh..."
Desahan Kiran mengalun merdu kala Ailard banyak bermain di dua boobs nya, dijilat, dipilin, dan di putar tak karuan membuat tubuh lain bereaksi dan berkedut dibawah sana.
"Ahhh Mashh..." Desis Kiran begitu Ailard langsung memasuki miliknya, ia hentakan keras sekali sampai membuat tubuh Kiran menggelinjang hebat.
"Uhhh..."
Ia pompa benda pusakanya yang sudah merajuk tiga hari tanpa kehangatan milik perempuan ini dengan keras, lantang sekali memacu bagaikan kuda liar dan ukurannya makin membesar dalam perut Kiran sampai ia tak bisa menahan suara menjiji keras sekali dari mulutnya saking ia merasakan nikmatnya dibawah sana.
"Arghhh sialan kamu nikmat sekali!" Wajah Ailard benar-benar ikutan merah padam dan matanya merem melek saking rasa yang diberikan Kiran begitu memabukan.
Ia balikan tubuh Kiran sampai perempuan itu menungging dan tanpa banyak bicara pusakanya masuk keras kedalam sana, menggerakan pinggulnya kala tangannya memukul bokong Kiran sampai perempuan ini memekik kaget. Sungguhan, Ailard tak pernah seperti ini selama tiga tahun.
"Hukumanmu Kiran!"
"Ahhh!! Mass..."
Namun sensasinya malah membuat Kiran ingin merasa lagi. Gila, baru kali ini ia menikmati dengan sepenuh hati. Mungkin karena sekarang ia sudah sah sebagai istri Ailard.
"Hanghhhh..."
Makin keras Ailard benamkan benda perkasanya masuk, makin bertenaga juga ia pacu dan hentak.
"Ahhh...Mas...aku mau—"
"Ouhhhh Fucking you sluty Kirana! Damn..." Ailard menggeram keras begitu mereka sama-sama klimaks.
Ailard membalikkan kembali tubuh Kiran, ia angkat dan posisikan istrinya duduk, kali ini ia dapat melihat wajah memerah ini, wajahnya yang nampak malu-malu tapi mau dan menikmati sampai ia mendesah keras.
"Kamu menikmatinya heum?"
"Mas, kamu tahu itu."
"Fuck! Say it!"
"Yes...ahhh...aku menikmatinya."
"Ahhh..." Ailard mengangkat bokongnya lalu menghentakannya dua kali lebih keras dari sebelumnya sampai membuat Kiran lemas.
Ailard tertawa pelan merasakan tubuh lemas Kiran yang menemplok di tubuhnya, seperti ia tak memiliki kekuatan lagi dan menyerahkan segalanya pada Ailard.
"Jangan lupakan hukumannya sayang..." bisik Ailard yang membuat Kiran merinding lagi. Dan ia dapat menebak selanjutnya, bahwa pria ini makin dalam, liar, gila dan tak masuk akal menggempurnya dengan berbagai macam sensasi yang tak pernah Kiran rasakan sebelumnya.
Mungkin jika kamar itu tak kedap suara, mereka pasti akan menganggu Rose dan membangunkannya atas suara menjijikan dari keduanya yang bercinta macam binatang. Lebih tepatnya kepada Ailard yang menggila atas kemarahannya pada perempuan ini.
...•••...
"Rose bisa warnai sesuai arah arsiran nya, biar rapi dan ngga terlihat acak-acakan." Ucap Kiran mengajari cara mewarnai yang benar pada Rose.
"Iya Mam, jadi rapi. Pantas saja hasil warna ku yang sebelumnya jelek-jelek." Celoteh Rose senang sekali bisa ditemani menggambar dan mewarnai oleh Kiran dan Ailard.
Pria itu lebih banyak mengamati keduanya, lebih tepatnya matanya tak lepas menangkap sosok Kiran yang memiliki jiwa keiibuan begitu sangat tinggi.
Tanpa sadar Ailard tersenyum, ah—manis sekali melihat putrinya Rose bisa tertawa lepas seperti itu. Kapan terakhir kali Ailard memperhatikan semua tentang Rose? Ah sialan! Ia melupakannya.
Ia sudah mengabaikan perhatian gadis kecil ini, ia sudah menyakiti hati putrinya selama itu.
"Rose..."
"Yes Daddy?"
"Come to me,"
Rose tertegun sejenak, namun begitu Ailard tersenyum padanya ia segera berdiri dan berlari kecil masuk kedalam pangkuan ayahnya.
"Sorry Darling," bisik Ailard tanpa Kiran ketahui sebab ia tak mungkin mengeluarkan kata kalimat itu didekat Kiran maupun siapapun.
"Sorry for?"
Kiran melirik ke arah mereka, senyum kecil muncul di wajahnya. Ia tak ingin mengganggu momen itu, tetapi tetap penasaran dengan interaksi antara Ailard dan Rose.
"Sorry for what, Daddy?" tanya Rose lagi, suaranya penuh keingintahuan polos.
Ailard menatap putrinya, seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri lebih dari pada Rose. "For not being here as much as I should," gumamnya pelan, namun cukup untuk Rose dengar. (Karena tidak berada di sini sebanyak yang seharusnya)
Rose memiringkan kepalanya, lalu tersenyum lebar. "It's okay, Daddy. You're here now!" katanya sambil memeluk erat leher Ailard lalu mencium pipinya. "I love you."
"Love you too, Sweetheart."
Ailard memejamkan matanya sejenak, merasakan pelukan hangat putrinya. Ia tahu kata-kata Rose sederhana, tapi dampaknya begitu besar. Mungkin selama ini, ia telah melupakan apa yang sebenarnya paling penting bagi gadis ini.
Kiran, yang mendengar sebagian dari percakapan mereka, memutuskan untuk kembali fokus pada halaman mewarnai di hadapannya. Ia tidak ingin merusak momen hangat itu dengan komentar apapun, tetapi dalam hatinya, ada perasaan lega.
"Rose, kamu lanjut mewarnainya nanti ya," ucap Kiran lembut. "Sekarang waktunya makan siang."
"Okay, Mam!" jawab Rose ceria. Ia melompat turun dari pangkuan Ailard dan berlari menuju meja makan.
Ailard berdiri, matanya bertemu dengan Kiran untuk beberapa detik. Ada sesuatu di tatapannya—mungkin sedikit perhatian. Namun, seperti biasa, ia tidak mengatakan apapun.
"Mas, kamu ikut makan?" tanya Kiran dengan suara tenang, tidak ingin menyentuh terlalu dalam suasana yang sudah berubah hangat.
Ailard mengangguk singkat. "Ya, saya ikut."