Ji An Yi adalah seorang gadis biasa yang mendapati dirinya terjebak di dalam dunia kolosal sebagai seorang selir Raja Xiang Rong. Dunia yang penuh dengan intrik, kekuasaan, dan cinta ini memaksanya untuk menjalani misi tak terduga: mendapatkan Jantung Teratai, sebuah benda mistis yang dapat menyembuhkan penyakit mematikan sekaligus membuka jalan baginya kembali ke dunia nyata.
Namun, segalanya menjadi lebih rumit ketika Raja Xiang Rong-pria dingin yang membencinya-dan Xiang Wei, sang Putra Mahkota yang hangat dan penuh perhatian, mulai terlibat dalam perjalanan hidupnya. Di tengah strategi politik, pemberontakan di perbatasan, dan misteri kerajaan, Ji An terjebak di antara dua hati yang berseteru.
Akankah Ji An mampu mendapatkan Jantung Teratai tanpa terjebak lebih dalam dalam dunia penuh drama ini? Ataukah ia justru akan menemukan sesuatu yang lebih besar dari misi awalnya-cinta sejati yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilatin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29 Menghirup Udara Segar
Ji An menghela napas panjang setelah seharian mencoba menyelidiki secara diam-diam di sekitar kediaman Permaisuri serta mengamati gerak-gerik istana. Namun, apa yang ia cari masih belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.
Ia hanya duduk di depan paviliunnya, memainkan dedaunan yang gugur sambil merenung. Suasana sunyi itu tiba-tiba terputus oleh suara langkah kaki.
"Nona, Putra Mahkota Xiang Wei datang menemui Anda," kata Lin Li sambil berjalan mendekat, diikuti oleh sosok Xiang Wei yang anggun namun tampak cemas.
Ji An segera bangkit berdiri, membungkukkan badan dengan sopan. "Hormat hamba, Yang Mulia Putra Mahkota."
Xiang Wei mengangguk singkat, pandangannya penuh perhatian ke arah Ji An. "Selir Ji An Yi, apakah Anda baik-baik saja di tempat ini?" tanyanya dengan nada lembut.
Ji An tersenyum kecil, meski ada kesedihan yang terpancar dari sorot matanya. "Hamba baik-baik saja, Yang Mulia. Tempat ini mungkin sederhana, tetapi hamba sudah terbiasa."
Xiang Wei menggeleng pelan, ekspresi wajahnya penuh penyesalan. "Sungguh tidak adil. Anda adalah istri Raja Xiang Rong, namun harus hidup dalam kondisi seperti ini. Jika bukan karena aturan istana, saya sendiri yang akan memindahkan Anda ke tempat yang layak."
Ji An mencoba tetap tenang. "Yang Mulia, hamba sudah menerima keputusan ini. Namun, hamba berterima kasih atas perhatian Anda."
Xiang Wei tersenyum lembut. Di matanya, wanita di depannya ini benar-benar luar biasa. Ia merasa tidak salah telah menempatkan hatinya pada Ji An Yi, meski keadaan di istana begitu rumit.
"Ji An Yi, bagaimana jika aku mengajakmu keluar untuk menghirup udara segar? Aku tahu selama ini kau hanya berada di kediaman, dan aku yakin kau membutuhkan waktu untuk menyegarkan pikiranmu," ujar Xiang Wei dengan nada hangat.
Mendengar tawaran itu, mata Ji An berbinar. Selama ini, sejak terjebak di dunia novel yang penuh intrik dan kejam, ia sama sekali belum melihat dunia luar. Tawaran Xiang Wei terdengar begitu menarik, bagai secercah cahaya di tengah kegelapan.
"Yang Mulia, apakah itu benar-benar memungkinkan? Bukankah ada banyak aturan di istana ini?" tanya Ji An, meski antusiasmenya sulit disembunyikan.
Xiang Wei tersenyum kecil. "Selama aku yang mengatur semuanya, tidak akan ada masalah. Kau hanya perlu mempercayai aku."
Ji An mengangguk perlahan, rasa gembira bercampur dengan kehati-hatian di hatinya. "Kalau begitu, hamba sangat berterima kasih, Yang Mulia. Hamba akan mempersiapkan diri."
---
Pagi harinya, kereta kuda sederhana sudah menunggu di depan paviliun Ji An. Xiang Wei, yang mengenakan pakaian kasual namun tetap terlihat berwibawa, berdiri di dekatnya. Ia memilih menyamar agar perjalanan mereka tidak menarik perhatian.
"Ji An Yi, semuanya sudah siap. Ayo," ucapnya sambil menawarkan tangannya. Ji An, yang mengenakan pakaian sederhana namun anggun, ragu sejenak sebelum menerima uluran tangan itu.
Kereta mulai bergerak perlahan, meninggalkan istana. Ji An memandang keluar jendela dengan penuh rasa ingin tahu. Ini pertama kalinya ia keluar dari istana sejak ia berada di dunia novel ini. Pemandangan ladang, pepohonan, dan jalanan berbatu membuat hatinya terasa lebih ringan.
"Ke mana kita pergi, Yang Mulia?" tanya Ji An, tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
Xiang Wei tersenyum misterius. "Kita akan pergi ke tempat yang istimewa, tempat di mana aku bisa berbicara lebih leluasa denganmu. Kau akan menyukainya."
Setelah beberapa waktu, mereka tiba di sebuah danau yang tenang, dikelilingi oleh pepohonan rindang dan bunga liar yang bermekaran. Udara segar dan suasana damai membuat Ji An tertegun.
"Tempat ini... indah sekali," gumam Ji An, memandangi permukaan danau yang berkilauan diterpa cahaya matahari.
Xiang Wei mengangguk. "Ini salah satu tempat favoritku. Aku sering datang ke sini untuk berpikir dan melarikan diri dari tekanan istana. Dan hari ini, aku ingin berbagi tempat ini denganmu."
Ji An tersenyum tulus, hatinya untuk pertama kali terasa lebih ringan. Namun, di balik keindahan itu, ia merasa Xiang Wei ingin menyampaikan sesuatu yang penting.
"Ji An Yi," Xiang Wei memulai dengan nada serius, "aku tahu hidupmu di istana tidak mudah, dan aku sangat menyesal tidak bisa melakukan lebih banyak untuk melindungimu. Tapi... aku ingin kau tahu bahwa kau tidak sendiri. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan, atau jika kau merasa terancam, aku ingin kau datang padaku."
Ji An terdiam, menatap Xiang Wei yang kini tampak begitu tulus. Hatinya bimbang, tetapi ia juga merasa sedikit terhibur oleh perhatian Xiang Wei.
"Yang Mulia, hamba sangat berterima kasih atas kebaikan Anda. Hamba akan mengingat kata-kata Anda," jawab Ji An, berusaha menyembunyikan perasaan campur aduk di hatinya.
Ji An menatap wajah Xiang Wei dengan hati-hati, seolah mempertimbangkan kata-katanya sebelum berbicara. Setelah beberapa saat, ia akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
"Yang Mulia, hamba mohon izin untuk bertanya sesuatu?"
Xiang Wei menatapnya dengan lembut, senyum khasnya menghiasi wajah. "Tentu, Ji An Yi. Kau boleh menanyakan apa saja."
Ji An menundukkan pandangan sejenak sebelum melanjutkan, "Kenapa Yang Mulia tidak menikah? Apakah ada sesuatu yang membebani hati Yang Mulia?"
Pertanyaan itu membuat Xiang Wei terdiam. Ia mengalihkan pandangan ke arah danau, memandangi permukaannya yang tenang. Setelah beberapa saat, ia menghela napas panjang.
"Pernikahan, terutama bagi seorang putra mahkota, bukanlah hal yang sederhana, Ji An Yi. Itu bukan sekadar tentang cinta atau keinginan pribadi. Ada banyak pertimbangan, politik, aliansi, dan tanggung jawab yang terlibat," jawabnya dengan suara pelan, namun ada nada kelelahan yang terasa dalam ucapannya.
Ji An mengangguk, meski di dalam hatinya ia merasa simpati terhadap beban yang harus Xiang Wei tanggung.
"Tapi, jika kau ingin tahu alasanku yang sebenarnya..." Xiang Wei menoleh ke arah Ji An, menatapnya dengan serius. "Aku belum menemukan seseorang yang benar-benar bisa aku percayai sepenuhnya. Seseorang yang tidak hanya memahami tanggung jawabku, tetapi juga mendukungku tanpa syarat."
Ji An tertegun mendengar jawaban itu. Ia bisa merasakan kejujuran dalam kata-kata Xiang Wei, dan entah mengapa, itu membuat hatinya sedikit tersentuh.
"Yang Mulia, hamba yakin seseorang itu pasti akan datang. Yang Mulia adalah sosok yang luar biasa, dan hamba percaya ada seseorang yang ditakdirkan untuk mendampingi Yang Mulia," ucap Ji An tulus.
Xiang Wei tersenyum tipis, tetapi ada kesedihan dalam matanya. "Aku harap kau benar, Ji An Yi. Tapi terkadang, aku merasa seseorang itu sudah ada di depanku, hanya saja jalannya terlalu sulit untuk kami tempuh bersama."
Ji An tidak menjawab, memilih untuk diam karena tidak yakin bagaimana menanggapi kata-kata itu. Hatinya diliputi oleh rasa campur aduk—antara simpati, kekaguman, dan kebingungan.
Setelah beberapa saat, Xiang Wei berdiri dan menepuk pundaknya dengan lembut. "Mari kita kembali sebelum terlalu larut. Aku tidak ingin kau terkena angin malam."
---
Di perjalanan pulang, Ji An tidak bisa berhenti memikirkan percakapan mereka. Xiang Wei bukan hanya seorang pangeran ia adalah seorang pria dengan hati yang penuh luka dan harapan. Di balik senyum lembutnya, ada perjuangan yang tidak terlihat oleh siapa pun.
Sementara itu, Xiang Wei, yang duduk di seberang Ji An dalam kereta, terus memandang keluar jendela. Namun, pikirannya penuh dengan bayangan Ji An. Wanita itu bukan hanya seseorang yang menarik baginya, tetapi juga seseorang yang ia rasa bisa mengisi kekosongan dalam hidupnya.
Namun, ia sadar, hubungan mereka tidak akan pernah mudah—terlebih lagi Ji An adalah istri dari adiknya sendiri, Raja Xiang Rong. Perasaan itu membuat Xiang Wei terjebak dalam dilema yang tidak berujung.
Apakah ia harus terus memperjuangkan perasaannya? Atau justru menguburnya demi menjaga kehormatan keluarga kerajaan dan hubungan dengan adiknya?
Xiang Wei mengepalkan tangannya erat. Bagaimana mungkin takdir begitu kejam, membuatnya jatuh cinta pada wanita yang tidak seharusnya ia miliki?
Di sisi lain, Ji An yang duduk di seberang Xiang Wei dalam kereta mulai merasakan keheningan yang tidak biasa. Tatapan Xiang Wei terasa lebih dalam, lebih berat, seolah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan tetapi tidak mampu diutarakan.
"Yang Mulia," panggil Ji An perlahan, memecah keheningan. "Apakah ada yang mengganggu pikiran Anda?"
Xiang Wei tersentak dari lamunannya. Ia mencoba tersenyum untuk menutupi kegelisahannya. "Tidak, Ji An Yi. Aku hanya memikirkan banyak hal."
Ji An mengangguk pelan, meski hatinya merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar 'banyak hal.'
---
jangan lupa mmpir balik ya🥰