Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.
Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Terkejut
Xander berdiri mematung, tubuhnya terasa berat seperti tertahan oleh beban yang tak terlihat. Ia menatap Evelyn dengan mata yang penuh ketidakpercayaan. Kata-kata Evelyn tadi masih terngiang di telinganya. Namun, perlahan-lahan kepalan tangannya melemah, dan amarah yang tadi membakar dadanya mendadak surut saat ia melihat wajah wanita yang telah ia cintai selama dua tahun terakhir.
Bagaimana mungkin ia bisa membenci wanita itu? Meski tidak pernah diberi kesempatan untuk menyentuhnya dan sering kali menerima perlakuan dingin atau menyakitkan, rasa cinta Xander tidak pernah goyah. Ia selalu percaya bahwa suatu hari Evelyn akan melihat ketulusan hatinya, menerima semua kekurangannya, dan memberi mereka kesempatan untuk membangun sesuatu yang lebih baik.
Senyum kecil muncul di wajah Xander, meski matanya masih memancarkan kekecewaan yang mendalam. Ia mencoba menguatkan dirinya, meyakinkan hati bahwa ucapan Evelyn tadi hanyalah luapan emosi sesaat.
"Aku sudah berjanji pada kakekmu untuk menjagamu, Evelyn. Aku tidak akan mundur begitu saja." katanya dengan nada lembut namun tegas.
Mason, yang berdiri di sisi Evelyn, tersenyum penuh kemenangan. Ia meraih tangan Evelyn, menggenggamnya erat.
"Mulai detik ini, akulah yang akan menjaga Evelyn," ucapnya dengan lantang.
Mata Xander berubah tajam. Amarah yang tadi surut kembali membara. Ia melangkah maju, suaranya menggema di ruangan. "Lepaskan tanganmu dari tangan istriku sekarang juga! Kau tidak bisa melakukannya di depanku!"
Ketiga pengawal Mason segera bergerak untuk menghalangi langkah Xander. Namun, dengan satu dorongan kuat, Xander berhasil mendorong mereka mundur. Tubuh mereka yang besar tak mampu menandingi kekuatan dan tekad pria itu.
Mason masih tersenyum lebar, seolah menikmati frustrasi yang terpancar dari wajah Xander. Dengan sengaja, ia menarik Evelyn lebih dekat ke tubuhnya. Tangannya mengelus rambut Evelyn dengan gerakan perlahan, sementara bibirnya mendekat untuk mencium aroma lembut dari wanita itu.
Evelyn tidak bisa menyembunyikan rasa tidak nyamannya. Selama ini, ia menjaga dirinya dengan sangat hati-hati, jauh dari tangan-tangan pria yang berniat buruk. Namun, dalam situasi ini, ia merasa tidak berdaya. Perlawanan hanya akan memperkeruh keadaan, dan ia memilih untuk tetap diam meski hatinya bergejolak.
Xander, yang melihat perlakuan Mason terhadap Evelyn, semakin tidak bisa menahan dirinya.
"Jangan sentuh dia lagi!" teriaknya, Ia kembali melangkah maju, meski tahu bahwa Mason akan terus memprovokasi dirinya.
Mason menatap Xander dengan pandangan meremehkan. "Cobalah menghentikanku, Xander!"
Mason tersenyum penuh arogansi, dengan nada angkuh, ia berkata, "Nona Evelyn adalah milikku, begitupun dengan aku. Jadi, menyingkirlah sebelum kau mendapat hukuman."
Xander yang masih berdiri kokoh di tempatnya mengabaikan ancaman itu. Matanya tetap menatap Evelyn, tetapi ketika Mason melangkah lebih dekat, ia bergerak maju dengan cepat.
"Menjauhlah dari Evelyn! Dia masih menjadi istriku karena kami belum bercerai!" serunya lantang sambil menarik tangan Mason dengan kasar.
Tubuh Mason terdorong ke samping dan hampir terjatuh. Ia menatap Xander dengan penuh murka. "Berani sekali kau melakukan hal ini padaku, sampah!"
Ia melirik pergelangan tangannya yang kini memerah akibat tarikan kasar Xander.
"Kekuatanmu ternyata tidak bisa diremehkan," pikirnya sejenak, menahan rasa sakit yang menjalar.
Declan, yang sejak tadi mengamati, segera melangkah maju.
"Apa kau sudah benar-benar gila? Kau baru saja mencelakai Tuan Mason!" teriaknya keras, suaranya menggema di ruangan itu.
"Kau tahu siapa keluarga Mason? Apa kau juga tahu apa yang bisa mereka lakukan jika merasa terhina? Keluarga Voss akan membayar mahal karena ulahmu!"
Suasana semakin memanas. Keluarga Voss yang ada di ruangan itu mulai melontarkan cibiran satu per satu.
"Enyahlah dari tempat ini sekarang juga!"
"Kau benar-benar sampah yang tidak berguna!"
"Kehadiranmu membuat perayaan ini menjadi kacau balau!"
"Kau tidak tahu malu!"
"Kehadiranmu terus mencemarkan nama keluarga Voss!"
Cibiran-cibiran itu terus berdatangan, seperti badai yang menghantam Xander dari segala arah. Tatapan penuh kebencian tampak jelas di wajah setiap anggota keluarga Voss. Mereka tampak geram karena tindakan Xander yang dianggap mencelakai Mason, pria yang menurut mereka jauh lebih berharga daripada Xander.
Perayaan yang seharusnya penuh kebahagiaan kini berubah menjadi medan konflik yang penuh ketegangan. Xander menjadi sasaran kemarahan dan penghinaan tanpa henti.
Di tengah persaingan ketat bisnis keluarga dan juga di tengah ketatnya pertarungan untuk mendapatkan penghargaan dan puncak kesuksesan di Kota itu, sosok Xander justru datang tanpa bisa memberikan keuntungan apa pun pada mereka.
Bagi mereka Xander tak ubahnya benalu yang mencoreng nama besar keluarga mereka.
Xander berdiri tegak di tengah ruangan, menahan setiap tatapan penuh kebencian dan cibiran yang terus mengarah padanya. Namun, pria itu tidak peduli. Amarah yang membara di dalam dadanya tidak mengaburkan tujuannya—melindungi Evelyn, seperti yang pernah ia janjikan pada Ethan.
Dengan nada yang tenang, ia berkata, "Evelyn, jangan mudah percaya dengan ucapan pria bernama Mason. Aku yakin dia memiliki rencana yang buruk untukmu."
Ia melangkah maju perlahan, mencoba mendekati Evelyn. Tetapi Evelyn, yang berdiri diam dengan wajah tanpa ekspresi, hanya menghela napas panjang. Dengan gerakan pelan, ia menepis tangan Xander yang mencoba menyentuhnya.
Cibiran dari keluarga Voss semakin menjadi-jadi, seperti api yang disiram bensin. Tetapi Xander tetap tidak bergeming. Fokusnya hanya pada Evelyn, wanita yang selama dua tahun ia cintai meski tidak pernah mendapatkan balasan yang diharapkannya.
Di sisi lain, Mason memekik keras dengan amarah yang menyala-nyala.
"Apa kau menganggap dirimu lebih segalanya dariku?" serunya sambil menunjuk Xander dengan penuh penghinaan.
"Kau pikir siapa dirimu, sampah! Kau bahkan tidak memiliki apa pun dan siapa pun saat ini! Apa urat malumu sudah benar-benar hilang, atau otakmu yang sudah tidak berfungsi dengan normal?" Mason melanjutkan.
Mason mendekat satu langkah, tetapi berhenti begitu menyadari bahwa mendekati Xander adalah keputusan yang bisa berujung fatal. Ia mengingat betapa kuatnya pria itu, dan melihat apa yang terjadi sebelumnya pada pengawalnya, ia tahu ketiga pria itu tidak akan cukup untuk menghentikan Xander jika situasi memanas.
Xander menatap Evelyn dengan mata yang mulai basah. "Aku tahu aku bukan suami yang sempurna. Tapi aku berjanji pada kakekmu untuk menjagamu. Dan aku tidak akan mundur sampai aku yakin kau benar-benar aman." ucapnya dengan nada yang lebih rendah.
Mason tertawa sinis, dan kembali berkata. "Aman? Evelyn akan jauh lebih aman bersamaku daripada bersamamu. Apa yang bisa kau berikan padanya, Xander? Kesengsaraan? Kemiskinan? Kau tidak lebih dari beban bagi Evelyn selama ini."
"Berhentilah membuat malu keluarga ini!" seru Avery dengan amarah. "Kau tidak pantas mengatakan hal buruk pada Tuan Mason! Dia lebih dari pantas untuk mendampingi Evelyn dibanding kau yang hanya sekadar menantu tidak berguna! Rajinlah bercermin agar kau tahu siapa dan apa posisimu!"
Mason mendekati Evelyn dengan senyum penuh kemenangan. "Nona Evelyn, tenanglah. Aku bisa menghadapi dan menyingkirkan sampah ini selamanya dari hidupmu. Itu akan sangat mudah bagiku."
Sambil berkata demikian, Mason merangkul Evelyn, menarik wanita itu ke pelukannya. Evelyn tampak kaku, tidak nyaman dengan kedekatan itu, tetapi ia tidak menunjukkan perlawanan. Mason memanfaatkan momen itu untuk menyudutkan Xander lebih jauh.
"Bukankah kau seringkali mengatakan ingin segera berpisah dari sampah yang menjadi suamimu itu? Kau sudah menjatuhkan pilihan yang tepat dengan menjadikan aku sebagai pasangan. Sejujurnya, banyak gadis dari keluarga kelas atas yang menginginkanku sebagai pasangan mereka. Hanya saja, tidak ada satu pun dari mereka yang mampu mencuri hatiku. Hal itu berbeda sekali denganmu. Kau mampu mencuri hatiku hanya dalam pandangan pertama." ucap Mason panjang lebar.
Avery, yang sejak tadi hanya mengamati, tiba-tiba melangkah maju dan memeluk Evelyn dari samping.
"Tentu saja putriku ini sangat istimewa," ucap Avery sambil menepuk bahu Evelyn. "Selain cantik dan memiliki kepribadian yang baik, dia juga memiliki segudang kemampuan. Keberhasilan keluarga Voss tidak bisa dipisahkan dari kecerdikan dan keahlian Evelyn dalam berbisnis. Kau sangat pantas mendapatkan putriku, Tuan Mason."
Mason dengan angkuh menggenggam tangan Evelyn, kemudian menunduk dan mengecup punggung tangan wanita itu. Tatapan matanya terfokus pada mata Evelyn, yang kini membelalak terkejut. Evelyn berusaha menarik tangannya kembali, tetapi Mason justru menariknya lebih dekat.
"Kau luar biasa, Evelyn! Kau adalah wanita yang pantas berdampingan denganku." ucap Mason dengan nada memikat.
Sontak, keluarga Voss mulai memberikan pujian yang berlebihan.
"Mereka benar-benar pasangan yang serasi!" seru salah satu anggota keluarga.
"Tuan Mason sangat tampan dan berkelas, cocok sekali dengan Evelyn!" tambah yang lain.
Evelyn tampak canggung, tetapi Mason tersenyum puas, menikmati setiap pujian yang diterimanya.
"Apa yang kau baru saja lakukan pada istriku?" suara Xander memecah suasana, penuh kemarahan yang menggelegar.
"Singkirkan sampah ini dari hadapanku sekarang juga!" perintahnya pada ketiga pengawalnya sambil menunjuk Xander.
Ketiga pengawal Mason langsung bergerak maju, tetapi Xander tetap berdiri tegap.
Melihat Xander yang tidak bergerak, Mason semakin percaya diri. Ia menggenggam tangan Evelyn lebih erat, menarik tubuh wanita itu mendekat, lalu dengan cepat mengecup kening Evelyn di depan semua orang.
Ruangan seketika terdiam. Evelyn tertegun, matanya melebar, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ia segera menarik tangannya dari genggaman Mason, melangkah mundur sambil mengusap bekas ciuman itu dengan punggung tangannya.
"Kau!" teriak Xander tiba-tiba saja menggema seperti ledakan.
Semua orang di ruangan itu membeku. Tatapan mereka tertuju pada Xander, yang sekarang tampak seperti orang yang berbeda. Aura gelap menyelimuti sosoknya, dan ekspresinya berubah menjadi sangat menakutkan.
Evelyn menatap Xander dengan raut wajah bingung. Ia tidak pernah melihat Xander semarah ini sebelumnya.
"Apakah Xander marah karena melihat Mason menciumku? Atau ada alasan lain?" Evelyn bertanya dalam hati.
"Menjauhlah dari istriku!" teriak Xander dengan suara yang menggema di seluruh ruangan.
Tanpa berpikir panjang, Xander melangkah maju dengan gerakan cepat, membuat semua orang terkejut.
Ketiga pengawal Mason yang mencoba menghalangi jalannya langsung menyerangnya serentak. Namun, Xander menghindari setiap serangan mereka dengan gerakan yang lincah dan terukur.
Dalam hitungan detik, satu per satu pengawal itu roboh ke lantai. Pukulan Xander yang penuh tenaga melumpuhkan mereka tanpa ampun.
Ruangan yang tadinya dipenuhi dengan cibiran mendadak sunyi. Anggota keluarga Voss menatap pemandangan itu dengan wajah penuh kengerian.
Ketiga pengawal itu terkapar tanpa mampu bangkit lagi. Satu di antaranya menggeliat lemah, tetapi segera kehilangan kesadaran. Harus diakui, Xander memiliki kemampuan bela diri yang luar biasa.
"Dia... dia monster," bisik salah satu anggota keluarga Voss dengan suara gemetar.
Namun, Xander tidak peduli. Pandangannya yang dipenuhi amarah terkunci pada Mason, yang kini melangkah mundur dengan wajah memucat. Meskipun ia mencoba menyembunyikan rasa takutnya di balik senyuman angkuh, kegelisahannya tidak dapat disembunyikan sepenuhnya.
"Berani sekali kau!" Mason mencoba berkata dengan nada tegas, tetapi suaranya bergetar.
Tanpa memberi Mason kesempatan untuk melarikan diri, Xander bergerak maju. Ia meraih kerah jas Mason, menariknya dengan kasar hingga pria itu tersentak.
"Kau...! Lepaskan aku!" Mason meronta, tetapi genggaman Xander begitu kuat, membuat napasnya tersendat. Wajahnya memerah, dan ia berusaha melepaskan cengkeraman itu, tetapi sia-sia.
"Apa yang kau lakukan, Xander? Lepaskan Tuan Mason sekarang juga!" Declan mencoba menarik tangan Xander, tetapi tangan itu terasa seperti batu, tidak bergerak sedikit pun.
"Kau benar-benar sampah tidak tahu diri!" Declan berteriak, tetapi itu tidak mempengaruhi Xander sedikit pun.
Mason berusaha berbicara, tetapi cengkeraman Xander pada kerah jasnya terlalu erat. Ia hanya mampu mengeluarkan suara serak.
"Le-lepaskan tanganmu dari Tuan Mason!" seru Raven dengan nada bergetar. Meskipun ia tampak ingin membantu, langkah kakinya tetap terpaku, takut mendekat setelah menyaksikan bagaimana Xander melumpuhkan tiga pengawal Mason dengan mudah.
"Apa kau tidak tahu apa akibat dari perbuatanmu barusan!" Ucap Victor menambahkan, berdiri dari kursinya. Namun, seperti Raven, ia juga enggan mendekat. Wajahnya memucat saat melihat ketiga pengawal Mason masih tergeletak di lantai, mengaduh lemah.
"Aku sudah mengatakan padamu untuk menjauh dari istriku, tapi kau seperti sengaja menguji kesabaranku," ujar Xander dengan nada dingin.
Dengan satu dorongan kuat, Xander melepaskan genggamannya. Mason terhempas ke lantai dengan keras, punggungnya membentur ubin hingga terdengar suara berdebam. Ia terbatuk-batuk beberapa kali, wajahnya yang merah kini semakin memerah karena malu dan marah.
"Kau boleh menghinaku sepuas hatimu, tapi aku tidak akan membiarkanmu berbuat kurang ajar pada istriku," lanjut Xander dengan nada tegas.
Declan buru-buru melangkah ke arah Mason, berusaha membantunya berdiri. Namun, saat Declan mengulurkan tangannya, Mason dengan kasar menepisnya.
"Diamlah!" bentak Mason dengan tatapan murka. Ia mencoba berdiri meski tubuhnya tampak kesakitan, sesekali meringis saat bergerak.
Declan, yang merasa tersinggung dan takut sekaligus, hanya bisa menunduk tanpa berani membalas.
“T-Tuan Mason, aku bisa menjelaskan," ujarnya dengan suara kecil.
"Aku tidak menerima perlakuan sampah ini padaku! Kalian keluarga Voss harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi hari ini! Aku akan menuntut kalian sebanyak dua puluh juta dolar!" serunya, suaranya meninggi hingga memecah keheningan.