Kehidupan memang penuh lika-liku. Itulah yang terjadi pada kisah kehidupan seorang gadis cantik yang merupakan putri seorang pengusaha kaya raya. Namun hidupnya tidak berjalan semulus apa yang dibayangkan.
Jika orang berpandangan bahwa orang kaya pasti bahagia? Tapi tidak berlaku untuk gadis ini. Kehidupannya jauh dari kata bahagia. Ia selalu gagal dalam hal apapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
...𝙳𝚊𝚕𝚊𝚖𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚊𝚖𝚞𝚍𝚛𝚊 𝚝𝚊𝚔 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖𝚗𝚢𝚊 𝚕𝚊𝚞𝚝𝚊𝚗 ...
...𝓚𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝓟𝓮𝓷𝓾𝓱 𝓛𝓾𝓴𝓪...
Kecepatan tinggi tak membuat sang pemilik kendaraan puas melampiaskan rasa sakit hatinya. Ia terus menginjak pedal gas dan terus menambah kecepatan memecah jalanan yang terlihat sepi. Hanya inilah satu-satunya cara untuk melampiaskan rasa marah, kecewa, sedih dan lain sebagainya.
Ia tau jika ini berbahaya bukan hanya untuknya tapi untuk orang lain sebab itu lah ia selalu mengambil jalanan yang jarang sekali di lewati oleh pengendara. Jalan bukit dengan medan yang terjal dan berkelok-kelok itulah yang ia pilih saat ini.
Mobil Porsche hitam miliknya melaju dengan sangat kencang dan tak tau aturan. Kicauan burung yang berterbangan secara serentak saat melihat sebuah mobil mendekat ke arah mereka saat sedang mengambil biji-bijian yang tersebar di jalanan menambah nyaringnya suara deru mesin mobil.
Devan, pria itu sepertinya sedang kalut dan frustasi. Namun bukan hanya itu traumanya akan masa lalu sepertinya datang ikut campur di masalahnya yang sekarang. Hal itu sudah ada dalam prediksi Dokter Rean yang sekarang sedang membuntuti mobil Devan. Ia takut jika sahabatnya itu kenapa-napa mengingat kejadian di rumah sakit beberapa waktu lalu yang pastinya mengguncang emosi, jiwa dan juga perasaannya.
Mungkin Devan bisa tampak tegar di hadapan Arlla namun pria itu sangat lemah dalam perasaannya yang tak main-main untuk Arlla. "Devan gila!!" umpat Dokter Raen saat merasa sedikit kesusahan mengikuti laju mobil Devan yang begitu cepat.
"Kemana dia?" Raen memandang jalanan yang terbagi menjadi dua arah sedangkan dirinya tidak melihat ke arah mana Devan pergi.
Setelah melakukan pertimbangan beberapa saat, Dokter Raen kembali melajukan mobilnya dan memilih rute sebelah kanan yang ia asumsikan jika Devan memilih jalanan itu.
Di sisi lain Devan berdiri di kap mobilnya dan memandang jurang di hadapannya dengan tatapan kosong. Setengah akalnya yang masih sehat memintanya untuk menjauh namun setengah dari otaknya yang kurang waras membuat dirinya semakin maju seolah menjadi setan untuknya bunuh diri.
"Devan!!" pekik Raen dan menarik tubuh Devan menjauh dari jurang.
"Hey lo jangan kaya gini" Raen menepuk pipi Devan agar tersadar dan kembali sebagai Devan yang utuh dan bukan pengaruh dari traumanya.
"Inget!! Lo masih punya malaikat kecil yang harus lo jaga dan rawat dia sampai besar" ucap Raen membuat Devan kembali sadar.
"Gue kehilangan Arlla, Raen"
"Gue kehilangan orang yang gue cintai" Devan menengadah menatap langit seolah memohon untuk membawa Arlla kembali ke dalam pelukannya.
"Kenapa gue lakuin itu!!! Harusnya gue gak perlu peduliin kebahagiaan dia" teriak Devan dengan memukul kepalanya sendiri.
"Stop Devan!!" Raen menarik tangan Devan dan mengikatnya di belakang tubuh agar tidak menyakiti dirinya sendiri.
"Gue gak pantas bahagia Raen!!"
"Buktinya Tuhan, selalu merenggut kebahagiaanku sejak kecil" Devan berteriak nyaring saat merasakan nyeri di kepalanya seolah ada baru yang menghantam kepalanya dengan keras.
"Sakit Raen!!"
"Kepala gue sakit!!" Devan meronta meminta untuk dilepaskan dari ikatan tangannya itu.
"Devan" Raen memeluk tubuh pria itu untuk menangkan Devan yang sedang kembali pada traumanya di masa lalu.
"Aku gak boleh egois kan Raen" Devan menatap kosong jurang itu namun keinginannya untuk bunuh diri saat ini sudah padam.
"Dia harus bahagia" Devan berteriak kencang melampiaskan seluruh amarahnya dan rasa sedihnya.
Kehilangan Arlla begitu menyiksa batinnya. Seandainya jika wanita itu tau Devan begitu terpuruk saat kehilangannya. Arlla begitu beruntung mendapatkan cinta sebesar itu dari Devan.
"Sekarang ikut gue balik" Raen membawa tubuh Devan masuk ke dalam mobil milik Devan dengan dia yang menyetir. Ia membiarkan mobilnya disana yang nantinya akan diurus oleh bawahannya.
Dengan kecepatan normal, Raen mengemudi mobil tersebut untuk kembali ke salah satu mansion yang di miliki Devan di London. Sebuah mansion besar bernuansa putih tampak megah di pandangan siapapun yang melihatnya. Dalam beberapa puluh menit mereka telah sampai di kediaman Devan.
"Devan" Raen menoleh ke arah Devan yang termenung menatap kaca mobil.
"Lo gak boleh terpuruk kaya gini" Raen menepuk pundak Devan menyadarkan pria itu membuat Devan terkejut dan sadar dari lamunannya.
"I'm gonna be okay" Devan keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam mansion miliknya. Disambut oleh dua pelayan yang sigap membukakan pintu untuk sang tuan yang baru saja masuk.
Kaki Devan melangkah menuju lift tanpa pikir panjang. Pria itu masuk ke salah satu kamar yang seketika membuatnya bisa mengukir senyuman yang indah.
"Oeeekkkkk" tangis sang bayi seolah menyambut ayahnya yang baru saja datang.
Ya. Itulah anak Devan dengan Arlla yang dianggap sudah mati oleh ibunya karena tak di beritahu oleh Devan. Pria itu sengaja mengambil satu permata hatinya dan menyembunyikan dari Arlla karena ia pikir hanya anaknya lah yang ia miliki nantinya setelah ia melepas Arlla dan jika wanita itu tau maka ia pasti akan membawa bayi itu ikut bersamanya.
Dan inilah satu satunya alasan kebahagiannya. Putranya yang sangat tampan dengan kulit putih dan mata coklat mirip seperti dirinya.
"Sayang" Devan mengambil bayi itu dari box bayi dan seketika bayi itu terdiam saat berada di gendongan ayahnya.
"Masih ada dia yang harus kamu jaga" ucap Raen dari balik pintu membuat Devan mengangguk paham.
"Jaga rahasia ini baik-baik" pinta Devan yang disetujui oleh Raen. Pria itu tak ingin sahabatnya kehilangan semua kebahagiaan yang dimilikinya oleh karena itu ia setuju dan mendukung apa yang dilakukan oleh Devan meskipun ia tau jika Arlla pasti akan marah apabila tau tentang hal ini.
"Arlla silahkan kamu bahagia dengan orang yang kamu cintai dan biarkan sahabatku ini bahagia dengan anak kalian sebagai kenangan darimu" lirih Raen menatap Devan dan putranya.