Tidak pernah terbersit di pikiran Mia, bahwa Slamet yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun akan menikah lagi. Daripada hidup dimadu, Mia memilih untuk bercerai.
"Lalu bagaimana kehidupan Mia setelah menjadi janda? Apakah akan ada pria lain yang mampu menyembuhkan luka hati Mia? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Power Of Mbak Jamu. Bab 6
Anjing menggonggong kafilah berlalu. Mia tidak menghiraukan teriakan Ranti yang disertai suara barang pecah belah yang Ranti banting.
Tetapi ketika tiba di pinggir jalan, tatapan mata Mia menangkap motor yang berjalan ke arahnya. Tentu Mia mengenali postur tubuh yang mengendara. Siapa lagi jika bukan mantan suaminya.
Karena tidak mau bertemu Slamet, Mia segera memasukkan barang yang dia bawa ke dalam box. Sementara yang lain sudah di masukkan oleh Jaka dan karyawannya. Walaupun sebenarnya Mia tidak mau di bantu, tetapi Jaka memaksa.
Box pun hampir penuh, tetapi masih muat untuk menambah tubuh dua orang, yaitu Mia dengan Jaka. Motor pun menjauh meninggalkan rumah.
"Motor siapa itu?" Slamet yang baru pulang dari pasar melihat box di depan rumahnya segera berhenti. Namun, begitu dia turun dari sepeda motor miliknya, motor pengangkut barang cepat menjauh.
Slamet masuk ke halaman rumahnya yang hingga kini belum di pagar itu, lalu ambil kantong plastik yang dia sangkutkan di depanya. Selama sudah bercerai dengan Mia, dia merangkap mengerjakan pekerjaan rumah dan juga bekerja di perusahaan. Saat ini pun dia ke pasar belanja sayuran lebih dahulu.
Dia mendorong pintu yang tidak di kunci, begitu kepalanya menyembul ke dalam rumah mendengar Ranti marah-marah di dapur.
"Ranti... ada apa ini?" Slamet kaget melihat beling piring dan gelas berserakan di dapur, lalu menatap wajah Ranti yang masih merah padam.
"Lihat Mas, semua isi dapur diambil semua sama mantan istri kamu," Ranti teriak.
"Sudahlah Ranti, biarkan saja. Barang-barang ini memang Mia yang membeli. Lalu kenapa juga dengan kamu? Perabot yang tinggal sedikit malah kamu hancurkan seperti ini?" Slamet geleng-geleng kepala.
"Tuh kan! Benar apa kata aku, Mas Slamet masih cinta sama mantan istrimu itu. Nyatanya masih membelanya" Ranti melengos.
"Bukan begitu Ranti, nanti kalau aku punya rezeki lebih, kita membeli perabotan yang baru" Slamet memandangi paku-paku yang sudah tidak ada yang di gantung, lagi pula perabot besar-besar seperti itu tidak dia gunakan.
"Nggak mau, pokoknya aku nggak terima mantan istrimu itu mengambil lemari dan tempat tidur," Sewot Ranti.
"Sudahlah... aku nggak mau ribut, lebih baik kamu belajar memasak. Ini sayurannya, tetapi sebelumnya bereskan gelas dengan piring yang kamu banting lebih dulu" pungkas Slamet meninggalkan Ranti yang bertambah kesal. Karena biasanya Slamet yang memasak tetapi sekarang di suruh belajar memasak.
"Maaaasss..." Pekik Ranti, dia segera mengejar Slamet ke kamar. Namun, tiba di kamar, Slamet sudah mandi karena akan berangkat kerja.
*****************
"Terimakasih Jaka" ucap Mia ketika sudah tiba di depan rumah. Mia mengangkat barang-barang perabot lalu meletakkan di teras.
"Aku nggak di suruh masuk Mia?" Jaka memandangi rumah Mia yang dulu sering dia kunjungi ketika masih sama-sama sekolah.
"Maaf Jak" hanya itu jawaban Mia, tetapi Jaka cukup mengerti maksud Mia lalu pamit pergi.
Mia hanya bisa memandangi Jaka yang sudah masuk ke dalam box sebelum motor tersebut berjalan menjauh.
"Mia, perabot kamu banyak sekali?" Putri tiba-tiba saja sudah berada di teras, sambil mengayun anaknya yang masih bayi dalam gendongan.
"Ini perabot dari rumah lama Mbak, besok aku mau mulai jualan lagi" Mia tersenyum, lalu mendekati bayi pria mungil anak ketiga Putri.
"Anak Mbak Putri sudah berapa?" Lirih Mia, jarinya menyentuh pipi bayi yang putih kemerahan itu, menahan genangan air mata.
"Anakku sudah tiga Mia" Putri mengatakan anak pertama sudah SD kelas tiga, yang kedua Taman Kanak-kanak, dan yang terakhir bayi dalam gendongan.
Mendengar penuturan Putri, wajah Mia bertambah sedih. Dia memandangi bayi laki-laki yang pulas di dalam gendongan ibunya. Andai saja Tuhan memberi kesempatan untuk melahirkan bayi seperti ini. Mungkin saja rumah tangga nya dengan Slamet tidak akan hancur seperti sekarang.
"Mia, kamu tidak apa-apa...." Putri menatap mata Mia yang basah bingung.
"Tidak apa-apa Mbak" pungkas minta, lalu minta izin masuk akan membereskan semuanya.
"Semangat Mia, aku nggak bisa membantu" Putri kaget melihat Mia menarik lemari stainless yang untuk menyimpan piring seorang diri, tetapi sepertinya tenaga suami Putri kalah dengan Mia.
"Tidak apa-apa Mbak." Mia berhenti sejenak lalu melanjutkan menarik lemari yang sudah dia ganjal dengan keset di bagian bawah hingga sampai dapur. Dia letakkan lemari dengan posisi yang pas, kemudian menyusun perabot.
Mia juga menggantung panci, penggorengan, dan perabot lain di gantungan stainless hingga rapi.
Tidak terasa waktu berganti siang, kedudukan matahari semakin meninggi, tepat berada di atas kepala wanita yang tengah berjalan menerobos terik. Warung makan siang dia tuju.
"Sayur asem, ikan asin, sama tempe ya, Bu" pesan Mia ketika tiba di warung makanl.
"Iya" jawab pelayanan.
Mia menyadari bahwa dirinya menjadi perhatian para pria yang sedang makan siang di tempat itu, tetapi dia cuek saja. Sebenarnya dia lebih nyaman membeli lalu makan di rumah, tetapi memutuskan makan di tempat ini karena ingin lansung ke supermaket untuk membeli kompor.
"Kamu orang baru ya?" Tanya pria yang duduk tepat di sebelah Mia.
"Iya" Mia melirik si pria sekilas, sudah selesai makan hanya tinggal menikmati kopi.
"Ini Mbak" penjual meletakkan piring di depan Mia.
"Terimakasih" Mia menyendok nasi sesuap demi sesuap dimasukan ke dalam mulut. Setelah habis, kemudian meneguk air segelas, lalu membayar sebelum pergi.
Dengan angkutan umum Mia ke supermaket yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tiba di tempat, tidak mau melihat-lihat benda yang tidak dia butuhkan. Tetapi lansung ke tempat pajangan barang yang akan dia beli, yakni kompor.
Beberapa merk kompor telah di pajang di sana, Mia mencari merk yang standar agar dana mencukupi.
Aroma parfum pria terhirup di hidung Mia, tentu parfum mahal yang membuatnya penasaran ingin tahu siapa pemakainnya. Dia melirik ke samping ternyata pria itu pun tengah kebingungan memilih kompor.
"Mase... mau membeli kompor juga?" Tanya Mia. Rupanya Mia pernah bertemu pria tampan berpakaian rapi itu.
"Iya" jawab pria itu pendek, lalu menoleh Mia, rupanya pedagang kue yang pernah dia beli.
Mia pun hendak pindah ke rak yang lain, karena kompor di tempat itu harganya mahal.
"Mbak, tunggu" Pria yang mengenakan kaos kancing depan itu menghentikan langkah Mia.
"Ada apa Mase?" Mia kembali lagi. Karena pernah hutang budi kepada pria yang pernah memborong dagangannya.
"Saya mau mencari kompor, tapi tidak tahu yang mana. Bisa minta bantuan?"
"Oh... sebenarnya semua kompor bagus Mase, tapi agar istri Mase masak dengan cepat, lebih baik memilih yang ini saja" Mia menunjukkan kompor jenis api turbo, memiliki barner yang paling besar tentu memudahkan pengguna, karena masakan cepat matang.
"Sudah dapat kompor nya Van?" Tanya seorang wanita yang baru saja tiba sambil mendorong troli. Tentu isinya banyak sekali produk.
"Sudah..." pria yang di panggil Vano oleh wanita yang seusi Mia itu pun memutuskan mengambil kompor pilihan Mia. Tanpa berterimakasih, Vano menggantikan si wanita mendorong troli meninggalkan Mia.
Namun, bagi Mia tidak terlalu penting pria itu mau mengucap terimakasih atau tidak. Dia segera pindah ke rak lain memilih kompor bertungku empat. Kompor yang harganya tidak menguras kantong dan memudahkan dirinya jika sedang membuat dagangan.
Tanpa menggunakan troli, Mia segera membawa kompor ke kasir.
"Mase masih disini?" Tanya Mia ketika ikut antri hendak membayar ke kasir berdiri tepat di belakang Vano. Vano dengan wanita di sebelahnya menoleh ke arah Mia.
....Bersambung~...