Tuan Alaxander Almahendra adalah seorang CEO dan tuan tanah. Selain memiliki wajah yang tampan ia juga pintar dan cerdas dan nyaris sempurna. Namun, siapa sangka di balik kesempurnaan fisik dan kecerdasannya tuan Alex terkadang sangat kejam terkesan tidak berprikemanusiaan. Ia seperti tenggelam dalam lorong hitam yang menggerogoti jiwanya.
Nayla De Rain gadis canti dengan paras sempurna. Setelah mengalami kegagalan dengan Fandy ia memutuskan untuk menikah dengan Zainy lelaki yang tida di cintainya. Namun, sebuah peristiwa membuatnya tertangkap oleh anggota tuan Alex dan di bawa ke menara dengan seribu tangga memutar.
Nasib baik atau buruk yang menimpa gadis bernama Nayla iti malah mempertemukannya dengan tuan Alex. Entah tuan Alex dan anggotanya akan akan menyiksa Nayla seeprti yang lainnya atau malah menjadikannya tahanan abadi. Novel 'REMBULAN YANG TENGGELAM' adalah kisah cinta dan balas dendam. Para tokoh mempunyai karakter unik yang membuat mu jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dongoran Umridá, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi-Mimpi Nayla
Nayla merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Gadis itu merasa aneh. Hatinya sedang berperang dengan logikanya. Gadis itu memandangi dua cincin yang melingkar di jari manisnya.
"Apa aku sudah gila?"
Apa aku sudah gila?" Gumamnya dalam hati menghela nafas denga berat lalu menghembuskannya perlahan seolah mengeluarkan semua beban berat dari dadanya.
"Huh! Peduli amat! Jangan fikirkan apa pun untuk saat ini." Gumam Nayla pada dirinya sendiri sambil berusaha memejamkan matanya. Karna sangat lelah Nayla tertidur lelap. Gadis itu bermimpi lagi, mimpi yang sama dengan kemaren-kemaren. Sepertinya mimpi yang selalu datang itu bukan sekedar mimpi. Mungkinkah itu kejadian nyata di masa lalau?
"Alex... Alex... Alex..."
Nayla memanggil- manggil nama itu sudah lama. Matanya masih terpejam dengan nafas tersendat-sendat. Ada juga air mata yang jatuh membasahi bantalnya. Buk Dalifah membuka pintu kamar putrinya yang terkunci. Wanita paruh baya itu selalu memberi perhatian lebih pada putri tercintanya itu.
Buk Dalifah kaget melihat saat matanya tertuju ke tempat tidur. Ia melangkah pelan-pelan mendekati putrinya yang sedang terbaring namun mulutnya tak henti memanggil satu nama yang tidak pernah ia dengar di sebut oleh putrinya ketika sadar. Buk Dalifah duduk di tepi ranjang di samping putrinya lalu menggenggam tangannya. Di rapikannya rambut Nayla yang berantakan.
"Sayang... bangun sayang...bangun nak... ibu di sini..." Buk Dalifah berusaha membangunkan Nayla.
Perlahan Nayla tenang. Perlahan pula kelopak matanya bergerak-gerak, bulu mata lentiknya ikut bergerak dengan perlahan. Kemudian mata perlahan terbuka lalu mata cantik itu membulat.
"Aaauuuu....
Nayla menjerit kaget saat ia membuka mata dan melihat ibunya sedang duduk di tepi ranjangnya.
"Nayla! Tenanglah ini ibu kok nak!"
Buk Dalifah menenangkan Nayla dengan wajah yang terlihat khawatir. Nayla menghambur ke pelukan buk Dalifah dan isak tangisnya pecah terdengar begitu menyakitkan. Seolah ada beban berat yang di tanggungnya sendirian. Buk Dalifah memeluknya dengan erat seolah tidak akan melepaskannya. Wanita bersahaja itu membelai rambut Nayla dengan lembut.
"Apa yang terjadi sayang? Bicaralah dengan ibu."
"Tidak terjadi apa-apa buk, itu hanya sebuah mimpi kok." Jawab Nayla masih sesenggukan di pelukan ibunya.
"Apa itu mimpi buruk?"
"Bukan buk! Itu bukan mimpi buruk."
"Lalu kenapa kamu menangis jika itu bukan mimpi buruk?"
Buk Dalifah masih terus memeluk Nayla begitu erat. Tangannya kini menepuk-bepuk lembut pundak Nayla. Ia begitu mengerti keadaan putrinya saat ini. Pasti sangat berat menjalani hari. Semenjak batal menikah dengan Fandy Nayla terlihat banyak berubah.
"Itu mimpi indah buk, karna mimpi itu terlalu indah aku tidak ingin mimpi itu berakhir, namun tetap harus berakhir dan aku hanya bisa menangis."
"Kini jangan lagi menangis, ini bukan lagi mimpi, ini adalah nyata ibu ada di samping mu." Kata buk Dalifah.
Kini kedua tangannya pindah ke lengan Nayla dan mendorong sedikit tubuh Nya agar ia bisa melihat wajah cantik putrinya. Wajah yang sempurna di pandangannya itu masih sembab. Sisa-sia air mata masih membasahi pipinya. Buk Dalifah memandangi wajah Nayla. Masih cantik bahkan ketika ia bangun tidur dan menangis. Bagaiman mungkin Fandy sanggup mencampakkan gadis sesempurna Nayla? Parasnya cantik, kulit putih, wajah sempurna dengan lesung pipit menghiasi wajahnya ketika ia tersenyum. Akhlak dan perilakunya juga baik. Ia juga pintar dan cerdas hampir tidak ada celanya.
"Sudah buk, Nayla tidak apa-apa, Nayla mau mandi dulu ya buk." Gumam Nayla.
Gadis itu menghela nafas panjang. Ada rasa bersalah menyusup ke dalam hatinya karna telah membuat ibunya khawatir.
"Ya, mandilah nak."
Nayla beranjak dari tempat tidurnya. Gadis itu meraih handuk yang tergantung di dinding lalu membuka pintu kamar dan melangkah dengan gontai menuju kamar mandi.
Andika sedang mengupas bawang merah di dapur. Meski kadang nakal namun Andika juga termasuk anak yang penyayang pada keluar dan suka membantu ibunya. Biasanya Nayla akan meledek Andika sesukanya ketika ia mendapati adiknya itu sedang membantu buk Dalifah di dapur.
"Adik tampan yang sholeh." Kata-kata inilah yang biasa di lontarkannya ketika moodnya sedang baik.
"Kalau baik kayak gini maulah punya adik selusin" ini kalau Nayla ingin bercanda.
"Adik yang suka caper dan cari muka depan ibu." Ini kalau moodnya lagi buruk.
"Sering-sering bantu ibu di dapur. Itu sangat cocok untuk mu." Ini kalau Andika baru saja membuatnya kesal. Namun kali ini Nayla tidak mengatakan apapun, bahkan sedikitpun tidak meliriknya. Andika juga tidak berani meledak Nayla kali ini. Seumur-umur ia tidak pernah melihat Nayla seperti ini. Nayla selalu ceria, kadang bawal dan selalu bersemangat. Nayla menutup pintu kamar mandi dengan kuat yang membuat Andika terperanjat kaget. Hampir saja pisau yang di pegangnya melukai jemarinya.
"Ampun dah, situasi apa sih ini?"
Gumam Andika mengelus dadanya. Kalua saja situasinya tidak seperti ini pasti sudah di lemparinya pintu kamar mandi dengan bawang yang di kupasnya.
Buk Dalifah menuju dapur. Ibu dari dua anak itu terlihat khawatir dengan putrinya, wanita paruh baya itu duduk di depan Andika dengan pandangan kosong tertuju ke bawang di atas meja.
"Apa mungkin Nayla tidak bisa melupakan Fandy? Tapi kenapa bukan nama Fandy yang di sebutnya dalam mimpi? Kok malah nama yang asing yaitu Alex? Dan kalau mimpinya indah kenapa dia malah menangis?" Fikiran buk Dalifah ke sana-kemari mencoba mencari jawaban. Andika memperhatikan ibunya ibunya, lelaki itu meletakkan pisau yang gunakan untuk mengupas bawang dan menghentikan aktifitasnya.
"Ibu! Sebenarnya ada apa sih! Sepertinya kak Nayla punya masalah serius."
Andika berharap ibunya akan memberinya jawaban yang membuatnya bisa bertindak dan mambantu Nayla. Namun sang ibu malah menjitak jidatnya dan bergumam.
"Masalah apaan menurut mu? Kakak mu lagi banyak fikiran menghadapi pernikahan, kamu fikir itu tidak menguras fikiran?"
"Ibu tidak harus menjitak kepala Andika untuk mengatakan itu, para perempuan memang sangat ribet." Andika sedikit kesal.
"Andika mau tidur aja bu." Kata Andika langsung berdiri.
Kemudian Andika mendekati ibunya lalu menciumnya lalu pergi menuju kamarnya.
"Cuci tangannya Dika..." Teriak ibunya membuat Andika memutar badannya dan berjalan ke arah wastafel untuk mencuci tangannya lalu pergi.
"Ah putra ku yang tampan itu, aku ragu apakah ia memiliki pacar." Gumam buk Dalifah pada dirinya sendiri. Rupanya meskipun kata-kata itu di ucapkan buk Dalifah untuk dirinya sendiri ternyata Andika juga mendengarnya. Tak mau di anggap remeh Andika membalasnya asal-asalan.
"Gak punya memang,, tapi banyak kok yang ngantri jadi pacar ku, akukan populer di sekolah." Jawab Andika.
Langkah kaki Andika sempat terhenti ketika melontarkan kallimat itu. Buk Dalifah tersenyum menyeringai. Putra tampannya ini meski kadang nakal namun sering juga membuatnya tertawa dan sering pula membantu pekerjaannya. Andika tampan dan populer di sekolah tapi tidaak mempunyai pacar. Sering di goda cewek-cewek tapi tidak tergoda.
Andika sangat mirip dengan Nayla. Nayla cantik dan Andika pun tampan. Andika memiliki postur tubuh yang gagah dan tampan ia juga terlihat nyaris sempurna. Hanya saja Nayla lebih putih dari Andika.
Andika merebahkan tubuhnya di kasur. Matanya memandangi langit-langit kamar namun fikirannya menerawang tak tentu arah. Ia merasa ada yang tidak beres dengan kakak nya.
"Apa yang di sembunyikan kak Nayla?" Gumam Andika pada diri sendiri.
"Aku harus mencari tau sendiri." Gumamnya lagi makin semangat
"Tapi dari mana aku bisa tau? Hm.... aku harus mencari tau dari teman dekatnya." Gumamnya lagi mendapat ide baru.