Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Andini pamit kembali keruangannya, dia segera pergi tanpa menunggu Rai memberi ijin. Kakinya lemas, jantungnya seakan ingin lepas. Tak sanggup menanggung itu semua, akhirnya Andini cari aman.
"Huuuuhhhffff.....capek gue kalo tiap hari begini. Ini jantung siap maraton tingkat RT kali ya, tiap dekat kak Rai nggak mau diam." Andini berjalan lemas menuju lift, menunggu hingga terbuka dan masuk ke dalam.
"Abis apel loe ya ..." Andini segera menoleh setelah mendengar suara yang tak asing di telinganya.
"Kenapa sich kak? suka-suka gue mau kemana juga." Andini menyandarkan tubuhnya di dinding lift, menatap malas Andika yang malah memperhatikan dirinya.
"Abis di apain sama Rai sampai ngos-ngosan gitu?"
"Kepo..."
Andini bersiap keluar dari lift "buka hati buat dia dek, gue percaya dia bisa bahagiain loe. Tinggalin masa lalu loe! gue emang nggak tau masalah loe sebelumnya, tapi kecelakaan yang terjadi diantara kalian itu yang menyatukan. Itu jodoh yang tepat buat loe! Gue sebagai kakak cuma bisa doain dan dukung kalian. Walaupun diri gue belum bisa buat contoh kalian."
Andini diam, mencerna setiap kata-kata yang terucap dari mulut Andika. Dia paham walaupun Andika suka bercanda dan membuatnya marah, kakaknya tetap kakak yang terbaik dalam hidupnya.
Andini menatap Andika yang saat ini memasang wajah serius, dengan tegas kakaknya sudah ikhlas. Wanita itu mendekat dan memeluk erat, baru kali ini kakaknya benar-benar meminta. Rasanya tak tega jika ingin membantah. Air mata Andini kembali menetes, hari ini adalah hari tercengeng untuknya. Karena sudah berkali-kali ia menangis.
"Maaf kalo gue belum jadi kakak yang baik, tapi gue sayang sama loe. Gue nggak mau loe tersesat nantinya. Ninggalin Rai yang jelas baik dan belum tentu mendapat yang lebih dari dia. Pikirin lagi, buka hati, move on dari Tara."
"Gue udah nggak ada hubungan sama Tara kak, gue udah putus." Andini merenggangkan pelukannya.
"Kenapa?"
"Tara selingkuh..."
"Jadi itu yang buat loe tersesat di kamar tamu sambil mabuk?" tanyanya lagi dan di angguki oleh Andini.
"Bodoh....." Andika menyentil kening Adiknya dengan kesal.
"Sakit ikh, mulai dech!" Andini mengusap keningnya kemudian menghapus air mata yang seakan sia-sia karena Andika sudah kembali ke mode ngeselin dan galak.
"Apa kalo nggak bodoh? untung yang tidur sama loe Rai, coba kalo loe ketemu pria jahat di luaran sana, di perkosa langsung kabur gitu aja. Siapa yang mau tanggung jawab? lagian brengsek juga tuh si Tara, tau gitu gue beri pas ketemu dia kemarin."
"Iya emang gue bodoh! Tapi biarin aja lah, gue juga udah maafin dia. Gue udah anggap dia temen kak. Udah biasa aja, makanya buat nerima kak Rai, masih butuh waktu buat gue. Loe tau lah gimana hati gue saat ini."
"Walaupun loe bodoh tapi loe tetep adik kesayangan gue, sabar ya... tapi gue minta pikirkan lagi tentang permintaan loe untuk bercerai dari Rai. Gue cuma nggak mau loe nyesel," harap Andika untuk adiknya.
Andini tersenyum menanggapi, jarang-jarang kakaknya seserius ini. Dia rindu walaupun sering berseteru. "Coba liat udah berapa kali gue naik turun nich, lagian ngapa gue tadi naik lift Bos ya. Bisa kena peringatan gue kalo sampe ketauan." Andini melihat layar kecil yang ada di atas pintu lift.
"Nah itu, karna loe emang bodoh, lagian siapa juga yang berani ngomelin istri bos?"
"Ngatain aja terus kak, loe juga bodoh! mana ada di sini yang tau gue bini nya?" celetuk Andini.
Sampai pintu lift terbuka menuju ruangannya, Andini menyempatkan diri mencubit kakaknya kemudian keluar dari sana.
"Auw.... monyet! sakit ya...."
Andini masuk ke ruangan membiarkan Andika yang mungkin saat ini masih saja merutuki dirinya. Memberikan map yang di titipkan oleh Rai tadi pada Erna karna pak Heru baru saja keluar ruangan.
"Mbak ini ada titipan dari pak Raihan. Katanya suruh kasih ke mbak kalo nggak pak Heru, tapi pak Heru nya nggak ada ya udah aku kasih mbak aja ya."
"Oke.. makasih Andin."
Andini kembali ke mejanya, mengerjakan kerjaan yang sudah di berikan oleh Erna. Sesekali bertanya saat butuh bimbingan tapi tak membuat Andini malu ketika dia salah dan harus di koreksi pekerjaannya.
"Alhamdulillah, jam 5 nich balik yuk!" ajak mbak Erna setelah melihat jam dinding menunjukkan pukul 5 sore. Ibu hamil itu segera membereskan mejanya memasukkan segala macam cemilan dan siap pulang.
Sedangkan Andini sengaja santai karena sore ini harus menunggu Rai di parkiran. Dia tak ingin ada yang memergokinya. Apa lagi ada yang melihat dia masuk ke dalam mobil Rai.
"Din, ayo pulang!" ajak Tara yang sudah rapi dan siap balik.
"Loe duluan aja, tuh bumil udah keluar," tolak Andini.
"Nggak mungkin gue biarin loe sendirian, udah ayo gue tungguin. Masih lama nggak?"
Mau nggak mau Andini mengiyakan, dia segera merapikan meja dan mematikan laptop. Benar kata Tara nggak berani juga dia sendirian. Biarkan saja bersama turunnya, nanti jika sudah di bawah juga Tara pulang sendiri pikirnya.
"Ayo!"
"Nah gitu, lagian nggak usah sok sibuk dech loe Din, gue aja nyantai. Pulang tinggal pulang, yang penting kelar. Balik sama siapa?" tanyanya sambil berjalan menuju lift.
"Gue...balik sama kak Dika," ucap Andini beralasan.
"Gue kira balik sendiri, pengan ngajak loe nonton. Hari ini ada film kesukaan kita, film romansa yang kita tunggu-tunggu."
Andini ingat betul, sebelum putus mereka menantikan film favorit mereka dan berjanji akan menonton bersama saat pemutaran pertama di bioskop.
"Sorry ya Tara, gue nggak lupa kok. Tapi kan semua udah beda. Loe bisa ajak Cika, lagian hubungan kalian nggak seharusnya udahan gitu aja. Kalian kan udah sampai begitu....."
"Gue berat Din, mungkin dulu hanya pakai nafsu. Bukan gue nggak tanggung jawab, tapi memang kita hanya sebatas itu aja, nggak ada komitmen apa-apa."
"Bagaimana kalo dia hamil?"
deg
Jantung Tara seketika terpompa lebih cepat, dia sudah melakukan hubungan itu 3 kali. Walaupun dia bukan yang pertama untuk Cika, tapi terakhir melakukan bersamanya.
"Tara..."
"Eh, ayo keluar. Udah sampe nich." Ajak Tara saat sudah sampai di lantai dasar.
"Loe ngalihin pembicaraan gue? kenapa loe takut?" tanya Andini lagi setelah keduanya keluar dari lift.
"Gue nggak takut Ndin, tapi kalo memang hamil, belum tentu juga anak gue, gue bukan yang pertama Din."
Andini sempat terdiam, langkahnya terhenti menatap Tara tak percaya. Karena selama ini yang ia tau, Cika anak baik-baik bahkan dia pacaran pun nggak aneh-aneh tapi ternyata tak sesuai realita.
"Loe serius?"
"Loe nggak percaya sama gue? gue aja nggak berani ngerusak loe! padahal kita pacaran udah 2 tahun. Mungkin juga loe nggak percaya kan kalo gue bisa begini sama dia, awalnya dia yang goda gue Din. Bukan gue yang minta, cuma emang gue bodoh saat itu. Mata gue tertutup, gue terlalu nafsu. Maafin gue karena semua itu gue nyakitin loe!" Tara menggenggam tangan Andini. Tanpa mereka sadari sejak tadi Rai yang buru-buru untuk keluar dengan hati senang, melihat mereka berdua bergenggaman tangan. Lemas kakinya, perlahan mendekat karena ia punya hak atas istrinya.
"Andini...."
Keduanya menoleh, Andini cukup terkejut melihat Rai yang sudah berdiri di sampingnya.
"Kak Rai," Andini segera melepas genggaman tangan Tara, tapi hal itu membuat Tara justru curiga dengan hubungan keduanya.
"Ayo pulang," lirih Raihan menatap dalam Andin dengan wajah datar.
"Andini, katanya loe balik sama kak Andika? kok jadi sama pak Raihan?"
Andini bingung harus jawab apa, dia menggaruk tengkuknya. Tak mungkin dia jujur pada Tara jika Rai saat ini adalah suaminya. Dia belum siap dan belum mau publish sebelum semua jelas.
"Andika yang meminta saya untuk mengantar Andini pulang," jawabnya dengan mata yang terus memandang Andini. Dada Rai sesak, ia tak suka dengan kedekatan keduanya.
"Ayo Andini, nanti keburu kesorean!" Rai segera melangkah menuju parkiran, dia tak menggenggam tangan Andini tak juga membiarkan Andini pulang dengan Tara. Dia tetap mengajak wanita itu, tapi dia ingin membuatnya ingat akan rencana Rai yang telah ia setujui tadi.
"Gue duluan ya Tara," Andini segera menyusul Rai, berharap tak ada yang melihat jika dia masuk mobil bos mereka. Dan berharap Tara juga tak curiga.
"Seperti ada yang mereka tutupi, pandangan mata kak Rai beda."
Andini masuk kedalam mobil Rai, melirik sekilas pria yang hanya diam dengan wajah datar. "Maaf kak bukan aku nggak inget, tadi sempat dengerin Tara cerita dulu..."
"Aku nggak suka Din!" Andini menoleh ke arah Rai yang juga menatapnya dengan tatapan tajam.
mkasih bnyak thorr🫰