Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jati diri Rihana
"Putri dan cucuku masih belum ditemukan?" tanya Mien Artipura, istri dari konglomerat ternama Airlangga Wisesa, menatap gemas pada suami dan ketiga putranya.
Suasana makan malam kembali diliputi kesedihan.
Sekelas Airlangga Wisesa belum bisa menemukan putri bungsu mereka yang pergi karena hamil di luar nikah. Sudah dua puluh tiga tahun berlalu.
Bahkan ujuh belas tahun yang lalu putrinya bersama seorang anak perempuan kecil yang diyakininya adalah cucunya pulang ke rumahnya.
Tapi saat itu mereka semua sedang berada di luar negeri untuk pengobatannya. Dirinya selalu sakit sakitan sejak kepergian putrinya yang ngga bisa ditemukan.
Walaupun harapan sempat muncul karena dompet dan ponsel putrinya ditemukan waktu dia pergi. Tapi tetap ngga bisa menolong, karena dompet dan ponselnya dicopet saat berada di bis. Pencopetnya sempat dipenjarakan, tapi putrinya tetap menghilang. Laki laki yang harusnya mengaku bertanggung jawab atas kehamilannya pun ngga pernah datang.
Tapi harapan hidup Mien Artipura bangkit lagi karena tau putri dan cucunya masih hidup.
Tapi akhir akhir ini beliau selalu bermimpi aneh. Putri dan cucunya selalu muncul dalam keadaan sedih.
Mien Artipura menyesali keadaan yang ngga menguntungkan, karena yang menemui putri dan cucunya adalah sekuriti baru yang sama sekali ngga mengenali putrinya.
Hanya rekaman cctv yang mereka miliki tentang keduanya. Dan terasa miris melihat penampilan putrinya yang sangat sederhana, jauh dari kemewahan yang harusnya dia dapatkan. Tapi cucunya sangat cantik. Selalu air mata yang mengalir jika mengingatnya.
Rihana Fazira, nama cucunya. Itu tertulis dalam surat singkat yang disampaikan putrinya selain permintaan maafnya.
Cakra Wisesa, Akbar Wisesa dan Wingky Wisesa sama menundukkan kepalanya dengan papi mereka.
Ngga tega melihat air mata maminya yang mengalir lagi.
"Aku rasa, pasti putri kita akan ke sini lagi, sayang. Kita hanya bisa menunggu," kata Airlangga membujuk. Dirinya sebagai orang tua juga merasa sangat ngga berguna. Putri satu satunya, anak bungsunya bisa menghilang tanpa jejak. Dan segala kuasa serta harta yang dia miliki tampak sangat ngga berguna karena ngga bisa menemukan mereka.
Hanya hati dan harapan yang kuat saja yang membuatnya bisa bertahan. Begitu juga istrinya.
Sangat minim informasi kejadian dua puluh tiga atau tujuh belas tahun yang lalu. Kamera cctv belum terlalu populer saat itu, sehingga menyulitkan pencarian mereka. Padahal mereka sudah memaksimalkan segalanya.
Ketiga kakak laki lakinya bahkan sudah mencari jejak adik bungsu mereka dengan menghubungi teman terdekatnya.Tapi ngga ada yang tau keberadaannya. Mereka semua bingung. Soal kehamilan adiknya memang sangat dirahasiakan. Bahkan teman teman dekat adiknya sangat jelas ngga tau hal ini. Adiknya bahkan ngga punya kekasih. Mereka bahkan ikut mencari, tapi tetap saja tidak menemukan petunjuk apa apa.
Sampai sekarang pun di sela kesibukannya ketiga kakaknya terus berusaha mencari dalam kesia sia an dan harapan.
*
*
*
"Kamu ganteng banget," puji mami Alexander ketika putra bungsunya ikut sarapan bersamanya dan dua kakaknya. Mereka sengaja kembali untuk mengunjungi putranya yang begitu keras kepala ingin tinggal.di Jakarta, walaupun seorang diri.
Alexander tersenyum lebar. Suasana hatinya sangat ceria, karena kemarin sudah menemukan Zira-nya.
"Sudah ketemu pacarnya pasti," ledek kakak laki lakinya pertamanya, Fathan.
Kening Alexander berkerut.
Tau dari mana?
"Dijemput, ya, di bandara," lanjut Daniel- kakak keduanya ikut menggodanya.
Ooo.
Alexander paham kini siapa yang dimaksud kakaknya.
"Papi kasih tau Om Dewan, ya, kapan aku nyampe di sini?" tuduh Alexander sambil menggelengkan kepalanya mengingat kuatnya keinginan mereka untuk menjodohkannya dengan Aurora.
"Iya, dong," jawab papi tanpa rasa bersalah.
"Lagian apa.kurangnya Aurora, hemm? Udah secantik bidadari gitu," komen Daniel heran.
Adiknya memang cukup dekat dengan Aurora waktu mereka masih di Jerman. Tapi adiknya ngga mau dijodohkan. Tentu saja keluarganya merasa aneh.
"Hati hati, Alex. Nanti setelah Aurora naksir yang lain, kamu baru nyesal," kata Fathan mengingatkan.
Alexander tertawa kecil mendengarnya.
Dia memang dekat dengan Aurora karena rumah mereka bersebelahan waktu di Jerman. Juga ada sesuatu dari Aurora yang mengingatkannya pada Rihana. Mungkin bentuk matanya. Tapi mata Rihana lebih terang warna coklatnya.
Selain itu dia juga merasa wajib melindungi Aurora karena gadis itu ngga punya saudara laki laki alias anak tunggal. Mereka pun berasal dari negara yang sama. Profesi Aurora sebagai model juga membuatnya menjadikan dirinya pengawal gadis itu.
Rasa yang dia miliki untuk Aurora tentu berbeda dengan rasa yang selama ini dia simpan untuk Rihana. Sangat berbeda.
Bahkan karena pertemuan mereka kemarin membuatnya begitu bersemangat pagi ini. Seakan mataharinya sudah kembali mencairkan jiwa bekunya.
"Padahal mami suka banget lo dengan Aurora," kata maminya sambil menuangkan teh hangat buat putra bungsunya.
"Kamu kembali buat Aurora, kan?" tanya Fathan penasaran.
"Kayaknya Om Dewan ingin kamu jadi menantunya loh. Selain pengawalnya tentu saja," tambah Daniel penuh semangat.
"Kalo memang begitu, malam ini juga kita melamar Aurora," canda papinya tapi bermakna serius.
"Mami setuju."
Alexander menggelengkan kepalanya. Pusing melandanya. Gimana cara dia memberitahukan soal Zira-nya kalo begini.
Mana dia belun pastikan lagi hati Zira untuknya.
"Oke Alexander?" tanya maminya lagi.
"Ngga mam. No. Alex sudah punya pilihan sendiri."
"APAAA?!"
Keempat orang yang sedang sarapan langsung berseru kaget. Mereka menatap adiknya ngga percaya.
Kapan dia jalan dengan perempuan lain selain Aurora
"Ehem... Apa karena dia kamu ke sini?" tanya papinya, saat menyebut kata dia telunjuk tangannya di goyang goyangkan.
"Maksudnya dia bukan Aurora?" Fathan ikut memastikan. Juga ikut menggerakkan dua telunjuknya saat menyebut kata dia.
"Siapa, sih, dia?" Daniel yang penasaran bertanya penuh canda untuk mengurangi ketegangan maminya. Tapi tetap menekan di kata dia.
"Kapan kapan aku kenalin. Sekarang aku belum bisa. Aku takut dia menolak," jawab Alexander jujur dengan nada ringan.
Kembali keempat laki laki itu menatapnya ngga percaya.
"Kamu takut ditolak?" suara mami terdengar ngga terima.
Gadis mana yang bisa menolak putra tampannya? Yang ada mereka patah hati.
"Seorang Alexander Monoarfa takut ditolak perempuam," kekeh Fathan yang diikuti Daniel.
Papinya pun tersenyum lebar.
Sungguh kenyataan yang menggelikan, batinnya.
"Jangan jangan kamu bohong," tuduh mami dengan tatapan kesalnya.
"Ngga, mami ku sayang. Alex baru aja bertemu lagi dengannya setelah hampir enam tahun," ungkap Alexander terpaksa karena keempat orang terkasihnya terlihat sama sekali ngga percaya.
Apa aku punya tampang pembohong? sewot Alexander dalam hati.
Keempatnya saling pandang.
"Hampir enam tahun kamu bilang?" sambar Papi dengan kening berlipat lipat.
"Mantan teman SMA, dong," tebak Daniel yakin.
"Yes!" jawab Alexander dengan senyum sumringahnya.