Alya, seorang gadis desa, bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga kaya di kota besar.
Di balik kemewahan rumah itu, Alya terjebak dalam cinta terlarang dengan Arman, majikannya yang tampan namun terjebak dalam pernikahan yang hampa.
Dihadapkan pada dilema antara cinta dan harga diri, Alya harus memutuskan apakah akan terus hidup dalam bayang-bayang sebagai selingkuhan atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. SEMAKIN BERANI
🌸Selingkuhan Majikan🌸
Saat malam tiba dan Andin baru saja pulang, dia tampak bersemangat saat bertemu dengan Arman di ruang tamu.
"Mas, tadi aku diundang ke acara ulang tahun salah satu teman kita di sebuah pulau kecil. Kamu ingat Sintia, kan? Nah, dia dan suaminya punya vila mewah di sana. Kita diundang untuk menginap beberapa hari," ucap Andin dengan antusias sambil menyimpan tasnya.
Arman yang sedang duduk dengan tenang di sofa hanya mengangguk sambil mendengarkan.
"Seru juga kayaknya," jawab Arman datar, meskipun dalam pikirannya, dia membayangkan bagaimana liburan ini bisa menjadi peluang bagi dirinya dan Alya.
"Oh iya, aku juga mau ajak Alya ikut. Biar sekalian liburan juga. Aku rasa dia perlu sedikit refreshing setelah kerja keras di sini. Lagipula, aku butuh bantuan untuk menyiapkan segala sesuatu selama kita di vila. Gimana menurut kamu, Mas?," tanya Andin dengan senyum lebar.
Arman menatap Andin sesaat, lalu mengangguk pelan. "Tentu, ajak saja. Lebih nyaman kalau ada yang membantu di sana."
Tak lama kemudian, Andin memanggil Alya yang tengah sibuk di dapur. "Alya...!," panggil Andin.
"Ya Nyonya...," jawab Alya sambil berjalan menghampiri.
"Alya, besok kita berangkat ke pulau kecil untuk liburan singkat. Kamu ikut ya! Biar sekalian liburan juga buat kamu," kata Andin ceria.
Alya terkejut mendengar ajakan itu dan sempat ragu, namun ia menyetujuinya. "Baik, Nyonya. Terima kasih sudah mengajak saya."
Andin tersenyum puas, sementara Arman melempar pandangan sekilas kepada Alya, yang langsung membuatnya gugup.
~Waduh... Arman makin menjadi nih~
**
Keesokan harinya...
"Waah... Alya, aku beruntung banget bisa di ajak liburan, semua ini berkat kamu makasih ya," seru Dinda tersenyum lebar saking bahagia.
Ya, setelah Andin mengajak Alya kemarin, ia pun meminta pada Andin untuk mengajak Dinda agar ada seseorang yang membantunya dan langsung di setujui oleh Andin.
Singkat cerita, mereka sudah tiba di pulau yang jadi tujuan untuk berlibur.
Saat ini, di vila mewah milik keluarga Sintia, suasana liburan Andin terasa menyenangkan.
Vila tersebut terletak di dekat pantai, dengan pemandangan laut yang indah dan angin sejuk yang menyapa.
Andin terlihat senang dengan kesempatan untuk berkumpul bersama teman-temannya. Sementara itu, Alya berusaha menjalankan tugasnya dengan baik meskipun hatinya masih bergolak setiap kali bertemu Arman.
Selama beberapa hari di sana, Andin seringkali sibuk dengan acara teman-temannya, sehingga memberikan ruang bagi Arman dan Alya untuk diam-diam bertemu.
Setiap kali Andin pergi, Arman selalu mencari kesempatan untuk berbicara dengan Alya, bahkan mendekatinya di saat-saat tak terduga.
Suatu sore, saat Andin sedang pergi ke pesta bersama teman-temannya, Arman mendekati Alya yang sedang duduk di teras seraya memandangi laut.
"Alya, apa kamu menikmati liburan ini?," tanya Arman dengan suara rendah sambil duduk di sampingnya.
"Tuan!."
Detak jantung Alya berdetak lebih cepat saat Arman mendekatinya. Dia mencoba menghindari tatapan Arman, tetapi rasa takut dan ketertarikan membuatnya sulit untuk tetap tenang dan menolak. "Iya, Tuan. Saya merasa beruntung bisa ikut."
"Aku senang kamu ikut. Rasanya, ada banyak momen yang kita lewatkan bersama... dan di sini, kita punya banyak kesempatan," balas Arman tersenyum kecil.
Alya tahu apa yang dimaksud Arman, namun ia tidak bisa sepenuhnya menolaknya.
Setiap kali mereka bertemu secara diam-diam, Alya juga memiliki keinginan yang sama, meski rasa bersalah terhadap Andin terus ia rasakan.
**
Di malam hari, saat Andin tertidur lelap di kamar utama vila, Arman menyelinap keluar. Dengan hati-hati, dia berjalan menuju kamar Alya yang terletak di ujung koridor.
Tok tok tok!
Dia mengetuk pintu dengan pelan, dan Alya yang sudah terjaga merasa cemas saat mendengar ketukan itu.
"Ada apa, Tuan?," bisik Alya dengan suara gemetar saat membuka pintu.
"Ada hal yang ingin aku bicarakan," jawab Arman sambil menyusup masuk ke dalam.
"Tuan, ada Nyonya."
"Tidak apa-apa, dia sudah tidur."
Tatapan Arman penuh gairah, dan tanpa berkata banyak, Arman langsung menarik Alya dalam pelukannya. Meski hati Alya ragu, tubuhnya pun tidak bisa menolak kehadiran Arman.
"Alya, aku merindukanmu, aku rindu sentuhanmu," bisik Arman dengan suara serak.
"Tapi, Tuan, tidak sekarang dan tidak disini, bagaimana kalau Nyonya bangun."
"Tenang saja, hanya sebentar... Ayolah Alya... Plis!."
Akhirnya pertahanan Alya kalah, karena saat ini Arman sudah berhasil menguasai bibir Alya yang terus ia sesap dengan nikmat.
Kecapan demi Kecapan dari keduanya membuat suara berisik yang hampir terdengar keluar. "Emh... Tuan... Akh...."
"Apa kamu suka ini?."
"Iya Tuan... Akh... Tapi Nyonya, bagaimana kalau dia bangun, emkhh...."
"Tenang saja, aku akan lakukan dengan cepat."
"Akh!."
Suara berisik dari dua tubuh pun terdengar memenuhi kamar Alya. Keduanya bermain dengan sangat bergairah dan bersemangat.
Namun, di tengah ketegangan dan permainan mereka yang semakin membara, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekat.
"Tuan!."
Alya terkejut dan langsung mendorong Arman menjauh.
"Dinda... dia datang!," bisik Alya dengan panik dan segera memakai baju.
Arman pun tak kalah terkejut, ia lalu cepat-cepat menyelinap ke balik pintu kamar, sementara Alya yang gugup berusaha tenang ketika Dinda muncul di depan pintunya.
"Alya, ada yang bisa aku bantu? Aku dengar suara," tanya Dinda curiga.
"Tidak ada, aku hanya sedang merapikan barang-barang," jawab Alya cepat.
Dinda mengangguk perlahan, tapi sedikit curiga karena melihat kasur Alya yang berantakan juga wajah Alya yang sangat berkeringat.
"Baiklah, kalau begitu aku mau ke dapur. Kalau ada apa-apa, panggil saja, ya."
"Iya."
Setelah Dinda pergi, Arman keluar dari persembunyiannya dan tersenyum puas meski nyaris ketahuan.
Di sisi lain, hati Alya merasa semakin kacau. Hubungan mereka menjadi semakin berbahaya, dan Alya tahu bahwa cepat atau lambat, semuanya bisa terbongkar.
"Alya... Ayo!," rayu Arman yang mengajak Alya untuk melanjutkan permainan mereka.
"Tuan, saya lelah, bisakah kita sudahi? Saya harus membereskan barang untuk pulang besok."
"Hanya sebentar," ujar Arman sambil memeluk dan menciumi leher Alya.
"Tuan, maaf," balas Alya seraya terus menghindar.
Perlahan Arman melepaskan tangannya dan melangkah mundur dengan wajah kecewa. Tanpa berkata lagi, Arman langsung pergi, keluar dari kamar Alya.
"Tuan," panggil Alya namun nyaris berbisik. Ia merasa tidak enak hati melihat Arman yang pergi dengan kecewa.
"Apa ini Alya? Kenapa perasaanmu seperti ini? Sadarlah, dia suami orang. Nyonya Andin. Orang yang sudah menolongmu. Kenapa kamu berharap lebih pada tuan Arman. Dia melakukan semua ini denganmu hanya untuk pelampiasan belaka. Jangan pikir dia melakukannya karena suka padamu," batin Alya berkata pada diri sendiri.
"Tidak, aku tidak boleh terus seperti ini, aku harus segera mengakhiri semua ini!," gumam Alya sambil membereskan barangnya.
**
Hari ini liburan di vila mewah akhirnya berakhir. Andin, Arman, Alya, dan Dinda kembali ke rumah setelah beberapa hari yang tampaknya sempurna bagi Andin.
Namun, selama perjalanan pulang, suasana mobil terasa hening, terutama karena Arman yang hanya berdiam diri meski sesekali Andin mengajaknya bicara.
Sejak pagi, setelah kejadian semalam, Arman tampak berbeda. Sikapnya dingin, bahkan cenderung menghindari setiap keadaan.
Alya yang duduk di belakang bersama Dinda, sesekali melirik Arman yang duduk di samping Andin di kursi depan.
Tapi Arman tak pernah menoleh, bahkan tak satu pun kata terlontar dari mulutnya. Alya pun merasa ada sesuatu yang salah.
Dia tahu, mungkin ini semua karena penolakannya semalam. Ia telah menolak ajakan Arman untuk melanjutkan lagi hubungan terlarang itu.
Setibanya di rumah, Arman langsung keluar dari mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan hanya terus bersikap dingin.
Dia hanya mengangguk kecil pada Andin lalu berjalan masuk ke dalam rumah dengan langkah berat.
Alya yang melihat itu merasa sangat bersalah. "Apakah Tuan Arman marah padaku?" batinnya.
Sementara, Andin yang tidak menyadari ketegangan di antara mereka malah terlihat sangat puas dengan liburan mereka. Dia tersenyum pada Alya, seolah semuanya baik-baik saja.
"Alya, terima kasih banyak sudah ikut liburan dengan kami. Kamu benar-benar membantu sekali. Sekarang kamu bisa istirahat dulu, ya," ucap Andin dengan ramah sebelum masuk ke dalam rumah.
Alya hanya mengangguk lemah dan tersenyum tipis meski hatinya bergejolak. Dia tidak bisa mengabaikan perubahan sikap Arman yang tiba-tiba berubah.
Arman yang selama liburan tidak pernah berhenti mencuri pandang dan menemuinya, kini seolah tak ingin melihatnya lagi.
"Tidak apa-apa, justru ini baik, aku tidak harus melayani lagi tuan Arman."
**
Di malam harinya, Alya masih berusaha menyibukkan diri dengan membersihkan rumah, meskipun tubuhnya lelah setelah perjalanan panjang.
Sementara di dalam kamar kerja, Arman duduk diam dengan mata tertuju pada dokumen-dokumen di mejanya, tapi pikirannya tidak fokus.
Bayangan Alya terus terlintas di benaknya, meskipun dia berusaha keras untuk menyingkirkannya.
Saat ini Arman marah bukan hanya pada Alya, tapi juga pada dirinya sendiri. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Alya, yang biasanya begitu mudah terpengaruh oleh rayuannya, sekarang mulai menolaknya.
Penolakan Alya tadi malam membuat harga dirinya terusik.
Namun, di balik amarahnya, ada perasaan yang Arman sendiri tidak ingin akui.
Dia semakin tertarik pada Alya, bukan hanya karena fisiknya, tapi juga karena ada sesuatu tentang gadis itu yang membuatnya tidak bisa berhenti memikirkannya.
**
Ketika malam semakin larut, Alya pun selesai dengan pekerjaannya dan bersiap untuk tidur.
Namun, saat menuju kamarnya, langkahnya terhenti sejenak dan menatap pintu kamar Arman di lantai atas.
"Ini langkah awal mengakhiri hubungan terlarang ini, Alya."