Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.26
Selepas dikerok, Noran pun tertidur lelap. Tanpa sadar Nazila tersenyum kecil mengingat bagaimana Noran tadi menjerit-jerit karena sentuhan koin dan kulitnya. Kulit Noran tidak terlalu putih, tapi sangat halus, lembut, dan bersih sampai Nazila merasa malu sendiri sebagai perempuan, kulitnya justru tidak sebagus kulit Noran.
Sudah hampir satu jam Noran tidur, bahkan sampai ia melewatkan sarapannya pagi ini. Tak ingin Noran tambah sakit, Nazila pun membangunkannya untuk memintanya segera makan.
"Tuan ... bangun, apa Anda benar-benar tidak ingin ke kantor?" ujar Nazila yang berdiri di depan pintu. Ia tidak berani masuk ke dalam kamar Noran meskipun tadi ia sempat berada di sana. Melihat Noran yang tak bergeming, Noran pun memberanikan diri memajukan beberapa langkah. Mungkin Noran kurang jelas mendengar suaranya. "Tuan, bangun. Sudah siang, Anda bekum sarapan."
Noran menggeliat, tapi matanya masih terpejam membuat Nazila bingung lalu kembali mendekat. Lalu dengan jari telunjuknya ia menyentuh pundak Noran agar laki-laki itu bangun.
"Tuan ... bangun ... "
"Aaargh ... "
Tiba-tiba Noran menarik pergelangan tangannya hingga ia terduduk di bibir ranjang. Nazila berusaha berdiri dengan cepat, tapi Noran justru meletakkan kepalanya di pangkuan Nazila membuat jantung Nazila berdegup dengan kencang.
"Kepalaku pusing, bisa tolong pijitin?" ucap Noran dengan mata terpejam.
Nazila tak bergeming. Ia justru bingung dengan apa yang dilihatnya saat ini. Mengapa sikap Noran kian aneh pikirnya. Bahkan terlihat sedikit manja.
"Tuan, bagaimana kalau saya hubungi nona Sarah saja supaya bisa mengurus Anda di sini?" tawar Nazila. Noran yang mendengar hal tersebut lantas membuka matanya. Sorot matanya begitu tajam seakan ingin membolongi dadanya.
"Kenapa harus panggil dia? Apa kamu tidak mau mengurus ku?" desis Noran kesal. Seolah-olah ia tidak suka saat Nazila mengucapkan nama Sarah.
"Tapi bukankah tuan pernah bilang muak dengan saya. Saya hanya ingin membuat tuan merasa lebih nyaman saja."
"Kalau saya mau meminta Sarah kemari, sudah aku lakukan sejak tadi. Tapi aku hanya meminta dirimu yang membantu saya, apa susahnya menuruti permintaan suami?"
Nazila terdiam. Memang benar apa yang dikatakan Noran. Tak ingin terus berdebat, akhirnya Nazila pun menuruti permintaan Noran walau dengan setengah hati.
"Kamu nggak ikhlas?"
"Apa?"
"Kamu nggak ikhlas pijitin kepala saya?"
"Siapa bilang?"
"Urusin suami itu harus ikhlas agar apa yang kamu lakukan bernilai ibadah," ujar Noran sok menasihati.
Dalam hati, Nazila mendengus kesal, mengapa sikap Noran seolah-olah dirinya suami yang baik dan bertanggung jawab?
"Suami sementara, begitu maksud tuan?"
"Biarpun sementara aku tetap suami kamu, jadi kamu harus nurut sama saya. Ingat itu!"
"Cck ... saya aja disuruh nurut, giliran dia boleh semaunya," cibir Nazila pelan tapi masih dapat didengar Noran.
"Kapan saya bersikap semaunya?"
"Ini apa?" geram Nazila, ia pun memijit kepala Noran dengan kuat hingga ia mengaduh kesakitan.
"Tuh kan, benar, nggak ikhlas."
Ku ingin kau tahu diriku di sini menanti dirimu
Meski ku tunggu hingga ujung waktuku
Dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya
Dan ijinkan aku memeluk dirimu kali ini saja
Tuk ucapkan selamat tinggal untuk selamanya
Dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejab saja
Terdengar suara nada dering panggilan dari ponsel Nazila. Tanpa permisi, ia pun segera beranjak mengambil ponselnya yang berada di meja makan. Ia lantas tersenyum saat melihat siapa si penelepon.
"Halo, assalamu'alaikum," ucap Nazila.
"Wa'alaikum salam, La," sahut seseorang di seberang sana. "Kamu masih nggak enak badan ya, La?"
"Iya, Vin. Badan aku masih lemes, maaf ya, terpaksa libur lagi."
"Udah, nggak usah dipikirin. Ini kan bukan mau kamu. Aku tahu, kalau nggak terpaksa kamu nggak mungkin libur kerja."
"Tau aja."
"Taulah. Tau banget malah," ujar Kevin seraya terkekeh. "La, mau nggak makan siang bareng? Kalau mau nanti aku jemput."
"Emmm ... nggak tau deh, Vin, aku liat sikon dulu ya!"
"Oke, La. Cepat kabarin ya! Aku tunggu."
Lalu panggilan pun ditutup setelah keduanya sing mengucapkan salam.
Diam-diam Noran kembali menguping pembicaraan mereka. Ia sudah seperti penguntit yang menguntit istrinya sendiri.
Melihat Nazila telah selesai bicara di telepon, Noran pun segera kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia tak mau kedapatan mencuri dengan obrolan Nazila dan Kevin. Pembicaraan itu memang biasa saja, tapi terdengar sarat akan perhatian dan anehnya Noran tak suka. Tapi apalah daya, ia tak bisa mencegahnya. Siapakah dirinya, hanya suami sementara seperti yang dikatakan Nazila.
...***...
Hari beranjak siang dan Nazila tampak telah cantik dengan dress selutut berwarna mustard di tubuhnya. Noran yang sedang menonton ruang tamu pun sampai tertegun. Ia tak pernah benar-benar memperhatikan istrinya itu selama ini. Bahkan saat masih menjabat sebagai sekretaris pun, Noran tak pernah memperhatikannya sama sekali. Tapi kini, ia akui, Nazila sebenarnya sangat cantik. Tapi kenapa ia baru menyadarinya sekarang?
"La ... " panggil Noran dengan suara lemasnya.
"Apa?" sahut Nazila jutek.
"Cck ... ketus banget sih!"
"Ada apa tuan?" tanya Nazila lembut padahal dalam hati mengumpat.
"Aku lapar," ucap Noran seperti seorang bocah kecil yang belum makan seharian.
"Kalau lapar, ya tinggal panasin aja lauk di atas meja. Semua udah saya siapkan kok," tukasnya seraya merapikan pakaiannya.
"Tubuh saya sekarang sedang benar-benar lemas, kamu tega ninggalin saya gitu aja?" tukas Noran memasang wajah sendu membuat Nazila tak berdaya.
Nazila pun menghela nafas dan beranjak menuju dapur, namun suara bel yang ditekan membuatnya justru berbalik arah. Azura pun segera memeriksa siapa yang datang.
"Tuan ... "
"Hmmm ... "
"Saya harus pergi sekarang, soal makan, ada yang lebih pantas menemani dan membantu Anda."
Noran mengerutkan keningnya tak mengerti apa maksudnya. Nazila pun segera mencangklong tas selempannya dan berjalan menuju pintu keluar. Saat Nazila membuka pintu, tiba-tiba pintu itu didorong sehingga Nazila hampir terjengkang andai saja tidak ada sepasang lengan kokoh yang menangkap dan menahannya.
"Kamu nggak papa?" tanya Noran saat keduanya telah berdiri sambil berpandangan.
Saat mereka saling berpandangan, ada sepasang mata yang menatap mereka tidak suka.
"Sayang," panggil Sarah sambil menghentakkan kaki.
"Sarah?" lirih Noran yang terkejut melihat keberadaan Sarah di apartemen.
Tak mau terjadi kesalahpahaman, Nazila pun segera melepaskan diri dan menjauh.
"Iya ini aku," sahutnya dengan mata memicing tajam. Lalu ia segera berjalan menuju Noran dan memeluknya.
Noran melirik ke arah Nazila. Ia tampak acuh tak acuh. Noran kesulitan membaca ekspresi yang tergambar di wajah Nazila.
Melihat kedatangan Sarah, Nazila pun segera pergi tanpa pamit. Percuma pikirnya pamit, pasti kedua orang itu takkan mendengar karena terlalu asik dengan dunia mereka sendiri.
g menye-menyeee
⬜🟥⬜⬜⬜🟥⬜
🟥🟥🟥⬜🟥🟥🟥
🟥🟥🟥🟥🟥🟥🟥
⬜🟥🟥🟥🟥🟥⬜
⬜⬜🟥🟥🟥⬜⬜
⬜⬜⬜🟥⬜⬜⬜