Tunangannya sama Luna, menikahnya sama Zenata. Kok bisa?
Lalu bagaimana dengan Luna? Apakah Athala akan memaafkan Zenata atas kecelakaan ini? Atau hanya akan membuat Zenata menderita?
Kisah cinta yang rumit antara dendam dan penyesalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Siang itu Zena ditemani Ariana adik iparnya datang ke kantor suaminya. Belum juga Zena sampai ke atas, tiba-tiba ada seorang pria muncul di hadapannya.
"Zena...ya ampun ini beneran kamu kan?" Tanya pria bernama Irvan itu.
Zena dan Ariana saling tatap "Ii-iya kak...kak Irvan hai."
"Apa kabar Zena? Nomor kamu udah enggak aktif yah? Aku telepon enggak bisa terus. Boleh minta nomor kamu enggak?" Tanya Irvan sembari menyodorkan ponselnya.
Ariana yang nampak kesal mengambil ponsel itu dan menuliskan nomor ponsel orang lain, yang dia tulis malah nomor ponsel Ray. Dengan smirknya Ariana memberikan lagi ponsel Irvan. "Udah yah, jangan ganggu kakak saya."
"Permisi kak." Ketika Ariana mengajak Zena pergi, Irvan malah menarik tangan Zena.
"Kak tolong lepasin ,enggak enak di lihat orang!" Ucap Zena yang sedikit kesal.
"Tunggu Zena! Jadi kamu benar sudah menikah? Aku pikir kita masih punya kesempatan. Ternyata aku salah." Lirih Irvan.
Tanpa sepengetahuan Zena, Ariana mengirim pesan ke Athala supaya turun ke bawah dan mengusir Irvan.
"Ma-maaf? Kita? Maaf kak, tapi aku enggak pernah memberikan harapan apapun sama kakak." Jawab Zena dengan tegas.
"Terus kedekatan kita selama ini apa?" Nada suara Irvan sedikit meninggi dan itu membuat Zena juga Ariana sedikit kaget.
"Aku tahu kamu terpaksa kan menikah dengan dia? Lagipula seorang Athala Dewantara mau sama anak panti kayak kamu itu enggak mungkin. Kalian itu beda kasta. Harusnya kamu bersyukur aku suka sama kamu!" Ucap Athala dengan nada yang meledek.
Zena tak menyangka Irvan yang dia kenal baik, ternyata mulutnya lebih tajam dari wanita. Zena pun menitikan air matanya, Ariana yang melihat itu langsung memegang tangan Zena.
"Brengsek! Maksud kamu apa hah? Kak Zena itu wanita terhormat, dia wanita baik-baik_"
PLAK
Saat Ariana memaki Irvan, Zena menampar Irvan dengan keras, ternyata ketika itu Athala dan Juna baru datang dan melihat kemarahan Zena.
Ariana juga tak menyangka jika seorang Zena yang lembut bisa marah juga. "Kak udah yuk." Kata Anna.
Ketika itu Athala mendekati istrinya dan merangkulnya. Dia juga sama emosinya ketika mendengar omongan Irvan. Dia yang emosi pun men cengkram kerah baju Irvan.
"Jaga mulutmu! Atau_kau pulang tinggal nama!" Athala menghempaskan Irvan hingga tersungkur.
"Ayo sayang! Juna urus dia!" Athala membawa istri dan adiknya ke atas. Sementara Juna dan 2 security mengusir Irvan dari sana.
-
-
-
"Kak udah jangan dipikirin kakak lagi hamil." Ucap Ariana sembari memberikan segelas air putih. Athala belum kembali entah apa yang di lakukannya. Yang jelas Athala murka mendengar omongan Irvan tadi.
"Apa aku sehina itu karena besar di panti asuhan?" Zena terus dengan isak tangisnya.
"Astaghfirullah kak, enggak ada yang salah tinggal di panti asuhan. Semua orang punya jalan hidupnya masing-masing. Gitu pun kakak yang harus besar disana. Kak, jangan di inget-inget lagi ya omongan orang sinting itu. Kita semua sayang kakak, mamih sama papih enggak pernah ngajarin kita membeda-bedakan orang."
Ariana memeluk kakak iparnya yang masih menangis. Tak lama Athala masuk dengan keadaan kemeja yang sudah di gulung dan dasi yang sedikit berantakan.
"Kak? Habis tawuran? Berantakan amat!" Ucap Ariana. Dan Zena pun mendongakkan kepalanya melihat suaminya.
"Mas kenapa?"
"Anna, kamu pulang duluan enggak apa-apa yah? Kakak mau bicara sama Zena. Juna nunggu di depan." Kata Athala masih dengan raut wajah kesalnya.
"Ii-iya kak aku pulang."
-
-
-
"Mas enggak suka kamu ketemu dia, Zena!" Athala nampak kesal dengan kejadian tadi, tapi dia juga tak menampik kalau dia cemburu.
"Aku enggak sengaja mas ketemu dia, kamu bisa tanya Anna. Mas nuduh aku_" Ucapan Zena terhenti kala Athala menatapnya tajam.
"Terus kenapa dia bisa di sini?" Nada suara Athala sedikit meninggi dengan nafas yang tersengal.
Zena mengatupkan bibirnya dan sedikit terkejut "Enggak tahu mas, di sini kan ada CCTV mas silahkan lihat sendiri. Aku enggak bohong mas." Lirih Zena yang sudah kesal.
Saat itu juga Zena pun malah mau pergi dari sana, tapi dengan cepat Athala menarik pergelangan tangan istrinya dan membawanya ke kamar yang ada diruang kerjanya. Dan mendudukan istrinya ke kasur.
"Mas takut kamu berpaling, mas cemburu." Ucap Athala dengan menunduk lemas dan memeluk paha istrinya sembari berlutut. Zena mengelus rambut suaminya dengan lembut, wajar saja suaminya seperti itu. Sebelumnya Athala pernah merasakan di khianati.
"Aku mencintaimu mas, kita udah janji kan akan bersama sampai akhir hayat? Apa belum cukup air mataku disaat mas kemarin terbaring di kamar mayat? Aku harus gimana biar mas percaya sama aku? Aku mencintai mas Atha sedari dulu, bahkan sampai mas tunangan dengan wanita lain, cinta itu masih besar buat mas."
Athala tak menjawab dia masih dengan posisinya, cukup lama dan dia pun berdiri, membawa istrinya tidur.
"Mas ngantuk, kita tidur sebentar yah. Mas terlalu takut kamu pergi. Maafin aku yah sayang." Ucap Athala sembari membelai wajah sang istri, lalu dia mendekapnya erat.
"Apalagi aku, mas enggak tahu betapa hancurnya aku waktu ngelihat mas enggak bangun. Insya Allah dengan ijin Allah Yang Maha Kuasa, kita akan tetap bersama mas." Ucap Zena dengan isak tangisnya.
TOK TOK TOK
"Boss...ini makanannya udah ada. Saya simpan di meja yah." Sahut Rani dari luar. "Oke Ran...thanks!"
"Kita makan dulu yah udah siang, bumil harus makan banyak biar dedeknya sehat." Ucap Athala "Iya sayangnya aku!"
-
-
-
"Kenapa kamu enggak bilang ke saya, Van? Kamu tahu kan Athala bisa aja dalam bahaya!" Ucap papih Al yang diam diam memantau Athala dan Evan. "Permintaan Athala, boss!"
"Tapi Dignata masih di luar negeri, jadi saya dan anak buah saya masih mengawasi. Mungkin kalau dia sudah di sini, lain cerita." Jawab Evan tegas.
"Saya khawatir kalau Athala akan berbuat nekad!"
"Tenang saja boss, ada kami. Dia seperti anda hehehe. Saya jadi ingat, bagaimana boss dulu_"
"Sudah Van, itu waktu saya masih muda. Kalau sekarang rasa khawatir saya lebih besar. Tolong jaga Athala, saya percayakan sama kamu!"
"Baik boss!"
"Hmm Athala dari dulu senang sekali bergantung padamu daripada saya!" Keluh papih Al.
"Hehehe mungkin karena dari kecil kami dekat, apalagi Janisa sangat menyayangi Athala." jawab Evan dengan nada bercanda.
"Iya kau betul, Van. Hahahaha Athala-ku sudah besar."