Jingga lelah dengan kehidupan rumah tangganya, apalagi sejak mantan dari suaminya kembali.
Ia memilih untuk tidak berjuang dan berusaha mencari kebahagiaannya sendiri. dan kehadiran seorang Pria sederhana semakin membulatkan tekadnya, jika bahagianya mungkin bukan lagi pada sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deodoran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Danish mengelilingi perkebunan teh yang luasnya berpuluh puluh hektar tersebut dengan sebuah motor trail, namun Nihil Jingga tak ada dimanapun. Para pemetik juga sudah kembali karena matahari sudah cukup tinggi.
Akhirnya Danish memutuskan untuk turun dari motor dan mulai berjalan kaki menelusuri setiap cela kebun yang mungkin terlewat olehnya.
"Pak Danish......" Sapa salah seorang pekerja yang masih tersisa, ia menundukkan kepala dalam saat melewati Danish yang terkenal sangat jarang berbicara itu.
Awalnya Danish hanya ingin berdehem seperti biasanya, namun kali ini ia memilih untuk bertanya pada Pekerja tersebut.
"Kau melihat istriku?" Suara Danish terdengar begitu tegas.
Sebelum menjawab pekerja itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Maksudnya Ibuk Jingga ma-mantan ist-istri bapak.....?" dengan ragu ragu pekerja itu kembali bertanya. Karena dikalangan para pekerja perceraian Danish dan Jingga sudah bukan lagi menjadi rahasia.
Danish terdiam sejenak lalu tertawa bodoh. Mengapa ia sampai keceplosan seperti itu?
"Iya....mantan..."lirih Danish dadanya bagai dihantam batu besar. Benar! Jingga sudah bukan lagi miliknya, dan mustahil bisa ia rengkuh kembali.
"Tadi Ibuk ada disini menyapa kami tapi katanya mau jalan jalan kebawah."
"Kebawah....?"
"Iya pak dibawah!....dibawah ada sungai kecil yang biasa dikunjungi Ibuk." jawab pekerja tersebut.
Satu lagi tempat kesukaan Jingga yang baru diketahui Danish. Tanpa berfikir panjang Danish segera berlari kearah motornya dan memacu kuda besi itu ke dataran yang lebih rendah.
Agak sulit untuk mencapai lokasi yang disebutkan pekerja tadi, jalanan cukup terjal dan berbatu apalagi dikelilingi pohon pohon yang cukup tinggi membuat Danish memutuskan untuk berjalan kaki dan menyimpan motornya.
"Jingga!...."
"Jingga!....."
Wanita itu tak menyahut dan menoleh sama sekali, Ia duduk disebuah bebatuan dengan kaki berselonjor kedepan.
Jingga mengenakan sweater tebal berwarna hitam dan dipadukan dengan celana training dengan warna senada.
"Kenapa Mencariku?" Tatapan Jingga terlihat begitu hampa memandangi Aliran sungai kecil yang tidak terlalu deras dihadapannya, sambil sesekali melempar bebatuan kecil yang banyak disekitar.
"Ah tidak.....hanya saja...." Danish urung melanjutkan ucapannya. Ia ikut duduk disamping Jingga dengan jarak sekitar Satu meter.
tidak mungkin Danish mengatakan jika saking rindunya ia ingin terus melihat wajah Jingga.
Dari samping Danish bisa melihat wajah Jingga begitu sembap, bahkan masih ada sisa air mata disana.
"Kenapa kau menangis?"
"Aku merindukannya....Aku merindukan suamiku...." Jingga kembali menangis, namun agar tidak bersuara ia menekan dadanya kuat. ia terlihat begitu kesakitan seakan menahan beban yang amat berat didalam sana.
Danish tertegun dengan Kondisi Jingga yang sepertinya tidak baik baik saja.
"Jing....Jingga...." gumam Danish, ia pun terkejut dengan reaksi Jingga yang sangat berlebihan. Padahal baru semalam ia meninggalkan Koa.
Apakah sebesar itu rasa cinta Jingga kepada Koa Danudara?
Danish membiarkan Jingga menangis meski terdengar begitu menyesakkan namun ia tak bisa berbuat apa apa, Bahkan hanya untuk sekedar menepuk pundaknya ia tak sanggup.
"Tinggalkan aku sendiri bang aku tidak ingin kau melihatku seperti ini. pulanglah dan katakan pada anak anak aku masih ingin berjalan jalan...." Jingga mengusap wajahnya dengan kasar.
Namun Danish enggan beranjak. firasatnya mengatakan Jingga tidak sedang baik baik saja.
"Jingga kau sakit?"
Jingga menggeleng lemah, "Tidak sama sekali...."
Hening.....
Keduanya larut dalam suara gemercik air yang menenangkan.
Cukup lama mereka berdua tak saling bicara hingga akhirnya Danish mulai bertanya.
"Apakah kau pernah mencintaiku sedalam ini? Seperti rasa cintamu pada Koa?" Danish menoleh dan menatap Jingga yang masih dengan tatapan hampanya lurus kedepan.
"Apakah dulu kau pernah merindukanku sampai sesesak ini?" lanjutnya lagi.
Namun Jingga hanya tertunduk dan tertawa hambar sebelum akhirnya menjawab.
"Aku pernah begitu mencintaimu namun tidak sebesar ini. aku pernah merindukanmu namun tidak sesakit ini....Tapi Koa! Aku mencintainya begitu dalam hingga ketulang tulangku. sampai aku menganggap dirinya lebih berharga dari diriku...bahkan jika ia meminta nyawaku aku sanggup memberikannya." Jingga lagi lagi menangis pilu dan membuat Danish semakin bingung. Namun dilain sisi ia juga merasa sakit karena ternyata cinta Jingga padanya dulu tidak sebanding dengan cintanya pada Koa.
"Aku mau pulang....." ujar Jingga. namun saat hendak berdiri ia kembali terjatuh karena ternyata pergelangan kaki Jingga sudah membiru karena terkilir. Jingga memang sempat terjatuh tadi.
"Jingga.....kakimu." Danish jongkok dihadapan Jingga dan memegang dengan lembut pergelangan kaki wanita yang kini berusia 31 tahun itu.
"Bagaimana bisa kau?" Danish seperti tidak mengenal Jingga, ada apa sebenarnya dengan mantan istŕnya itu? Tatapan matanya mengisyaratkan hati tengah terpaut dengan tempat yang jauh.
Jangan katakan lebih sakit merindukan suaminya dari pada kakinya ini! Pikir Danish kesal.
"Aku akan menggendongmu!"Tukas Danish, tapi saat membelakangi Jingga menunggu mantan istrinya itu naik kepunggungnya. Jingga malah berusaha berdiri sendiri dan dengan langkah terseok seok ia bergerak perlahan meninggalkan Danish.
"Jingga!" Danish meraih pergelangan tangan Jingga, namun segera ditepis wanita itu dengan kasar.
Melihat Jingga yang terus tertatih Danish tidak menyerah ia hendak menggendong Jingga dengan paksa tapi mantan istrinya itu semakin berontak tak karuan.
"Lepaskan aku! Aku wanita bersuami yang tidak boleh sembarang kau sentuh layaknya wanita murahan yang ada disekitarmu!" Geram Jingga. Pandangan matanya begitu tajam menatap Danish.
Danish bisa melihat kilatan kemarahan melalui manik hitam kecoklatan Jingga.
Danish terdiam mendengar umpatan Jingga.
wanita murahan yang ada disekitarnya? Ia tak menyangka pandangan Jingga terhadap dirinya begitu rendah. Padahal andai Jingga tahu ia sama sekali tak pernah melirik wanita manapun selama tujuh tahun ini. Karena masih menyimpan nama Jingga, bahkan mungkin sampai detik ini nama itu masih terpatri disana, walau sadar Jingga sudah tak mungkin ia miliki.
"Baiklah aku tak akan menyentuhmu!" Danish akhirnya menurunkan Jingga, dan hanya menjaganya dari belakang jikalau wanita itu terjatuh.
Dan benar saja Beberapa kali Jingga hampir terjatuh, namun belum sempat Danish memegangnya Jingga kembali berdiri.
Dengan susah Payah menyusuri kebun teh yang sangat luas itu akhirnya mereka sampai di Villa. Danish meninggakan begitu saja motornya dan memutuskan jalan kaki seperti Jingga. lagi pula salah satu pekerja nanti akan mengembalikannya.
Kedua anak Jingga nampak sangat sedih dengan kondisi sang Ibu, mereka terus berada disamping Jingga saat seorang tukang urut yang dipanggil Indana berusaha mengembalikan posisi pergelangan kaki Jingga seperti semula.
Sedangkan Danish dan Bara hanya berdiri diambang pintu menyaksikan Jingga yang sesekali hanya meringis kecil menahan rasa sakit pijatan tukang urut tersebut.
"Jangan sedih nak....Ibuk tidak apa apa dia hanya terkilir." bujuk Danish pada Senja yang sesegukan setelah keluar dari kamar Jingga.
gadis kecil berusia enam tahun itu menggandeng adiknya yang tak kalah sesegukannya.
Malam ini mereka memutuskan untuk menginap lagi, dan itu artinya Senja dan Embun besok tidak akan bersekolah, anak itu bahkan memberi kabar Sendiri kepada wali kelasnya dan juga wali kelas adiknya dengan ponsel Jingga.
Begitu mandiri! Pikir Danish melihat tingkah dewasa putrinya. Gadis kecil itu juga tadi memberikan Indana sebutir obat yang ia sebut vitamin, agar dicampurkan kedalam minuman Jingga.
"Malam ini kalian tidur sama papa ya..."Bujuk Danish pada putri kandungnya dan putri mantan istrinya.
"Iya pa..." jawab Senja datar, wajah kecil itu terlihat kelelahan karena tangisan, dan Embun menurut saja kemauan sang kakak.
Mereka tidur dikamar Danish, diatas sebuah ranjang kayu berukuran besar. Sehingga begitu lapang untuk mereka bertiga.
Danish tidur diapit kedua gadis kecil itu. Tangan dan kaki kecil Embun terasa hangat memeluk tubuh Danish erat, sedangkan Senja malah tidur pada posisi paling pojok dan membelakangi sang ayah.
"Papa...." Panggil Embun Lembut.
"Hemmm" Danish berbalik dan mengusap pucuk kepala gadis kecil yang sepertinya mirip Koa Danudara itu. Karena sama sekali tak ada wajah Jingga disana.
"Kenapa belum tidur nak?"
"Adek boleh peluk papa sepelti ini terus ndak?" mata Embun terlihat begitu bening dibawah cahaya temaram lampu tidur.
"Boleh sayang.....kapanpun Embun boleh peluk papa." jawab Danish, ia mengangkat kepala Embun dan menidurkannya diatas lengan kekarnya, agar Embuh leluasa memeluknya. Dan benar saja Gadis kecil itu memeluk Danish begitu eratnya.
"Tapi papa ndak tinggal sama Adek, jadi nanti dilumah Adek ndak bisa peluk...Adek tidul sama kakak. Teluuus kakak suka malah malah kalau adek peluk...kakak nda suka diganggu kalo tidul..." celoteh Embun yang terdengar begitu lucu ditelinga Danish, sehingga ia mengecup pipi Embun dengan gemas.
"Dulu Adek suka dipeluk ayah....tapi ayahna lebih suka peluk ibuuk...." Lanjut Embun, kali ini wajah Embun terlihat kesal.
"Ya sudah tanya Ibuk. Bilang, ibuk...gantian dong pelukannya." Danish terkekeh pelan, ia tak ingin membangunkan Senja.
"Tapi sekalang Ayah nda bisa peluk lagi...Ayahna ada di......"
"ADEK!!!!" bentak Senja tiba tiba. bocah kecil itu ternyata sudah terbangun dan melotot marah pada sang adik. Dan reflek Embun menutup mulut dengan kedua tangannya.
"Maaf kakak....." cicit Embun, bocah empat tahun itu kemudian sedikit menjauh dari Danish. Ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut agar bisa segera tertidur.
"Maafkan Adek papa.....karena ganggu tidur papa." Bisa bisanya Senja dengan cepat merubah mimik wajahnya penuh penyesalan.
"Ah....iya tidak apa apa nak...yasudah Senja tidur lagi ya nak" kedua tangan Danish masing masing mengusap lengan Senja dan Embun hingga kedua bocah itu terlelap. Fikirannya tak karuan mengingat tingkah Jingga dan Senja yang nampak aneh.
semoga ada karya baru yg seindahhh ini... aamiin
semua karya author yg pernah aku baca keren semua... 👍👍👍
(sedih banyak penulis yang keren yang gak lanjut disini)
But , sedih banget pas baca kalau kemungkinan novel ini menjadi novel terakhir kakak di Noveltoon 😭
Kakak mau pindah kemana?