Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh
"Ma, aku capek ...," ucap Ghendis dengan air mata yang jatuh berderai.
Mama Reni mendekati Ghendis duduk di sofa dan menggenggam tangan menantunya itu. Tampak air mata juga menetes dari sudut matanya.
"Apa kamu mau liburan? Kita pergi bertiga dengan Alice?" tanya Mama Reni.
Ghendis tak menjawab pertanyaan mama Reni hanya air mata yang terus membasahi pipinya. Melihat sang Mimi menangis, Alice ikut terisak.
"Mimi kenapa? Mimi sakit?" tanya Alice dengan terisak karena menahan tangis.
"Sayang, Mimi tak sakit. Hanya lelah," jawab Ghendis.
"Kalau Mimi lelah, biar aku urut," ucap Alice. Dia lalu memijat lengan Ghendis.
"Ghendis, jika ada yang kurang kamu suka dari sikap putra Mama, kamu katakan saja. Biar Mama yang nasehati."
"Ma, aku mau tidur. Capek," ucap Ghendis. Dia masih belum mau membahas mengenai Aksa.
"Ghendis, Mama mohon padamu, bertahanlah dengan anak mama. Aksa itu sebenarnya suami yang baik. Dia tak pernah sekalipun selingkuh selama pernikahan. Dia kalau sudah cinta akan memberikan segalanya untuk orang dia cintai, cuma satu saja kesalahannya, dia mudah terhasut tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Tapi Mama sudah mengingatkan agar dia bisa merubah sifatnya itu. Sekali lagi, atas nama Aksa. Mama minta maaf," ujar Mama Reni.
Ghendis hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan sang mertua. Dia tak mungkin mengatakan semua kebenciannya pada Aksa. Mama Reni tidak bersalah.
"Sayang, Mimi mau istirahat dulu. Kamu mau tidur dengan Mimi?" tanya Ghendis.
Saat ini kesehatan Ghendis sudah jauh membaik. Kakinya juga sudah bisa digerakkan sedikit. Cuma belum kuat untuk di bawa jalan.
Di bantu perawat, Ghendis naik ke tempat tidur. Alice juga ikutan. Dia tidur di ranjang yang sempit itu berdua dengan bocah itu. Dia mencoba memejamkan matanya. Namun, bayangan Dicky justru hadir.
Tuhan, boleh aku istirahat sebentar? Aku capek sama orang-orang. Aku capek sama keadaan ini. Bahkan aku capek dengan diriku sendiri. Aku bukannya mau menyerah, aku hanya lelah dan rasanya aku butuh waktu untuk tenang. Aku tidak akan lari atau bunuh diri. Aku hanya butuh waktu untuk diriku sendiri. Tanpa harus memikirkan ini dan itu yang selama ini cukup menguras energiku.
***
Semenjak Ghendis meminta cerai, Aksa tidak ada datang ke rumah sakit. Itu semua atas usul mama saat pria itu mengatakan sejujurnya tentang permintaan Ghendis.
Selama tiga hari ini, Mama Reni yang menjaga dan merawatnya. Terkadang Alice datang ditemani sang supir.
Pagi ini mama Reni pamit pulang, untuk mengambil pakaian dan juga ada sedikit urusan. Ghendis di bantu perawat saat membersihkan tubuhnya. Setelah itu dia kembali duduk di dekat jendela. Tempat favoritnya saat ini.
Ya Allah, aku sangat merindukan seseorang yang sudah engkau panggil duluan dariku. Namun, kadang kala kesusahan menahan tangis ketika mengingatnya. Aku hanya ingin di peluk dan bersandar di pundaknya sebentar. Menceritakan apa yang aku lakukan selama dia pergi. Dia satu-satunya orang yang aku inginkan sekarang.
Ternyata memang benar, rindu yang sangat berat adalah merindukan seseorang yang sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dan perpisahan yang paling menyakitkan adalah perpisahan karena kematian. Karena, sedalam apa pun rindu kita dengannya, dia takkan pernah bisa kembali ke dunia.
Aku bukannya tak ikhlas atas kepergiannya. Aku ikhlas, tapi aku rindu. Aku rindu wajah yang tak bisa aku tatap lagi. Aku rindu senyum yang tidak bisa aku lihat lagi. Dan aku rindu kepada orang yang telah Engkau panggil Ya Tuhan.
Saat Ghendis sedang asyik melamun, dia dikejutkan dengan kedatangan ibunya. Gadis itu menarik napas dalam mengetahui siapa yang datang.
Ibu Novi berjalan mendekati Ghendis. Dia duduk di sofa yang berada dekat jendela. Pandangannya tajam seperti menusuk hingga ke ulu hati.
"Apa benar kamu meminta cerai?" tanya Ibu Novi dengan ketus.
"Benar ...," jawab Ghendis singkat.
Mendengar jawaban dari sang putri Ibu Novi langsung naik pitam. Dia langsung menunjal kepala sang putri.
"Dasar bodoh! Dengan susah payah aku meyakinkan Aksa jika kamu wanita yang pantas menjadi ibu pengganti bagi Alice, tapi kamunya minta cerai," ucap Ibu Novi dengan emosi.
"Aku sudah lelah dengannya," jawab Ghendis.
"Dasar anak tak tahu diri. Kamu pikir kamu itu siapa? Belagu kali. Kamu pikir setelah pisah dari Aksa akan ada pria yang mau denganmu? Hanya Dicky yang mau menerima kamu, dan itu belum pasti juga dia setia. Dia juga belum tentu mencintai kamu dengan tulus. Dia mau denganmu karena dia tau gajimu lebih besar darinya. Kamu itu diberi berlian, maunya batu!"
"Bu, jangan bawa-bawa Dicky. Ibu tak mengenalnya. Lagi pula yang menjalani semuanya aku. Aku yang tahu mana yang baik dan tidak untukku," jawab Ghendis.
Selama ini dia selalu menerima saja setiap apa yang ibunya katakan dan lakukan. Kali ini sepertinya kesabaran Ghendis telah menipis.
"Kau tak berhak memilih. Hidupmu itu aku yang atur. Seharusnya kau bersyukur karena aku mau membesarkan kamu! Seharusnya aku telantarkan saja kamu, biar kamu jadi gembel " ucap Ibu Novi dengan penuh emosi.
Dada Ghendis terasa sesak mendengar ucapan sang ibu. Dia menarik napas dalam dan membuangnya, menahan emosi. Dia masih menghormati ibunya itu.
"Kenapa ibu tidak bunuh saja aku saat dilahirkan? Sejak aku kecil apa pernah Ibu memeluk aku walau aku sakit? Mengapa aku dibiarkan hidup? Mengapa aku diberi makan? Karena seandainya aku mati pada saat dilahirkan, sekarang ini aku sudah tenang, tertidur dan beristirahat. Tidak merasakan penderitaan hidup ini!" ucap Ghendis dengan suara lantang.
Selama ini dia selalu memendam apa yang dia rasakan. Tak pernah sekalipun dia membantah ucapan ibunya. Namun, kali ini dia menjawabnya. Hal itu cukup membuat Ibu Novi tercengang.
"Andai aku dapat memilih. Mau menjadi siapa dan melakukan apa. Aku akan memilih tidak untuk dilahirkan. Aku tidak ingin menjalani hidup tanpa kejelasan dan tidak ingin menjadi beban bagi siapapun yang ku kenal. Terutama beban bagi ibu. Pernahkah ibu bertanya, kenapa aku tidak makan, kenapa aku tidak pulang, kenapa aku begini, kenapa aku menjadi seperti saat ini?" tanya Ghendis dengan suara lantang.
"Aku juga tak sudi melahirkan putri seperti kamu. Seandainya aku bisa memilih, aku juga tak ingin menjaga dan merawatmu!" ucap Ibu Novi dengan ketus.
"Katakan dengan jujur, aku ini anak kandungmu atau bukan, Bu? Kenapa kau selalu membedakan aku dengan Kak Grace. Semua yang Grace inginkan selalu dikabulkan. Sekalipun dia meminta milikku, aku juga harus memberikan padanya. Sedangkan apa yang aku inginkan, tak pernah sekalipun ibu kabulkan! Katakan Bu, aku ini anakmu apa bukan?" tanya Ghendis dengan suara gemetar karena menahan tangisnya.
...----------------...
thor. bikin aksa nyesel