Demi menjaga nama baiknya sendiri Aylin sampai rela terjerat dosennya yang galak.
"Pak Aland = Sialand." Aylin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TDG Bab 35 - Berat ya?
Kali ini Aylin menutup pintu dengan perlahan. Dia bahkan tersenyum manis sekali ke arah meja sekretaris.
"Permisi Kak," ucap Aylin dengan ramahnya, dia pergi dengan membawa wajahnya yang bersemu merah.
Sang sekretaris hanya mengangguk saja, dalam hatinya bertanya-tanya apa yang sudah terjadi.
Tumben sekali anak itu keluar dari ruangan Pak Aland tidak tantrum. Batin sang sekretaris.
Tapi baguslah, pintu ruangan Pak Alan jadi aman. Batinnya lagi.
Kembali ke meja kerja Aylin langsung disambut dengan senyum Nora. Pokoknya tiap Aylin dipanggil pak Aland dia senang sekali, karena seolah Aylin memberinya kesempatan untuk menghabiskan waktu berdua dengan William.
"Apa kali ini? Kenapa pak Aland memanggil mu?" tanya Nora.
"Tidak ada apa-apa, beliau hanya bertanya bagaimana pengalamanku turun ke lapangan."
"Pasti permintaan kakakmu kan?"
"Tentu saja, jika tidak untuk apa pak Aland selalu memanggil ku," balas Aylin, tersenyum semakin lebar untuk meyakinkan ucapannya sendiri.
Menjelang jam pulang kantor mama Berta mendatangi perusahaan Diamon Group, dia datang sembunyi-sembunyi dari sang anak.
Diam-diam pula saat menarik Aylin untuk diajaknya bicara berdua.
Aylin tentu sangat terkejut, namun dia tetap menuruti Tante Berta. Demi menjaga kerahasiaan hubungan mereka keduanya berbicara di tangga darurat.
"Maaf sayang, karena Mama menemuimu dengan cara seperti ini. Kamu sih, tidak mau memberikan nomor ponsel pada mama," ucap mama Berta, sejak awal hingga sekarang dia masih konsisten menyebut dirinya sendiri sebagai Mama di hadapan Aylin.
Meskipun gadis itu selalu memanggilnya dengan sebutan tante.
"Maaf Tante, memangnya ada apa Tante menemuiku?" tanya Aylin.
"Bukankah Mama sudah bilang padamu, jika hari Minggu kemarin kamu tidak datang maka Mama akan datang ke sini lagi."
Aylin terdiam sejenak, "Tapi kan pak Aland sudah datang."
"Aland ya Aland, kamu ya kamu. Jadi sekarang mama benar-benar menepati ucapan untuk datang," balas mama Berta, semakin lama dia semakin memahami Aylin.
Gadis ini banyak bicara jadi juga harus mengimbangi.
"Kamu sudah bertemu dengan Aland? Apa katanya tentang pertemuan kemarin?" tanya mama Berta kemudian.
"Kata pak Aland Oma Hazel sudah tidak memaksanya untuk menikah lagi, Oma Hazel juga bilang kami hanya perlu menjalani hubungan sebagaimana mestinya." Aylin berhenti bicara.
"Hanya itu saja? Aland tidak mengatakan apapun tentang ucapan mama?"
"Tidak, memangnya Tante bicara apa?" balas Aylin.
"Mama memberi Alan waktu 1 bulan untuk membujukmu segera menikah, jika tidak Mama akan tetap melanjutkan perjodohan Aland dengan wanita yang lain," jelas Mama Berta apa adanya. Dia terpaksa bicara seperti ini, bukan karena tidak senang pada Aylin, tapi semua dia lakukan untuk Oma Hazel.
"Aylin, Oma Hazel punya penyakit jantung. Beliau sudah tidak ingin menjalani pengobatan lagi, keinginannya sekarang hanya satu yaitu melihat Aland menikah." Mama Berta mengambil jeda ...
"Mama bukannya tidak menyetujui hubungan kalian Nak, tapi kamu masih muda, kamu masih punya banyak kesempatan untuk bertemu dengan pria lain selain Aland, tapi bagaimana dengan Oma Hazel? Dia tidak punya banyak waktu untuk menunggu," jelas Mama Berta.
Dia bicara dengan suara yang lirih sekali, nyaris terdengar seperti permohonan, mohon agar Aylin mengerti Bagaimana jika berada di posisinya.
Kali ini Aylin terdiam seribu bahasa, dia dan pak Aland memang bertemu di waktu dan umur yang tidak tepat.
Aylin yang masih muda dengan semua cita-cita, Aland yang sudah tua dengan semua tuntutan untuk menikah.
Mama Berta lantas mengelus puncak kepala Aylin dengan lembut, gadis yang tak biasa mendapatkan sentuhan seperti itu selain dari keluarganya nyaris saja menghindar, namun akhirnya Aylin menerima sentuhan tersebut.
"Maafkan Mama sayang, kamu tidak marah kan?"
"Tidak Tante, aku bisa memahaminya."
"Syukurlah kalau seperti itu, satu bulan ini pikirkanlah matang-matang tentang hubungan kalian berdua, lanjut ke janjang yang lebih serius atau akhiri saja."
Aylin mengangguk.
"Apa boleh Mama memeluk mu, Nak?"
Aylin mengangguk lagi dan mama Berta langsung memeluknya dengan erat.
"Karena kamu mama akhirnya tahu bahwa Aland tidak gayy, terima kasih sayang," ucap mama Berta.
Aylin nyaris tertawa saat mendengar ucapan tersebut, nyaris lupa bahwa dia sebenarnya sedang bersedih. Sebab hubungannya dengan pak Aland akhirnya harus benar-benar berakhir.
"Mama sangat berharap kamu bisa mengambil keputusan yang tepat, yaitu tentang pernikahan," ucap mama Berta lagi.
"Pernikahan tidak akan menganggu karirmu sayang, kamu dan Aland tetap bisa melanjutkan karir," rayu mama Berta lagi.
Sementara Aylin sudah tak mampu bicara apapun.
Ponsel Aylin yang bergetar membuat pembicaraan mereka terpaksa harus terhenti. Nora menghubungi Aylin, karena tadi Aylin pergi untuk mengantarkan dokumen ke atasan, tapi hingga sekarang Aylin belum kembali. Padahal sudah nyaris tiba waktunya pulang kerja.
"Terima kasih karena mau bersembunyi dengan Mama di sini, keluarlah lebih dulu dan kembali ke meja kerjamu. Aland tidak perlu tau tentang pertemuan kita," ucap mama Berta lagi.
Tadi Aylin bilang Aland tidak mengatakan apapun tentang ucapannya kemarin, itu artinya Aland tidak ingin Aylin tahu tentang keputusannya ini.
Tapi mau bagaimana lagi, meski hal ini menyakitkan namun Aylin harus tetap tahu.
"Baik Tante, aku akan keluar sekarang," pamit Aylin. Setelah menundukkan kepalanya hormat dia pun benar-benar keluar lebih dulu dari ruangan tersebut.
Kenapa pak Aland tidak membicarakan apapun tentang hal ini? Kenapa beliau hanya membicarakan tentang Oma Hazel? Batin Aylin.
Apa pak Aland tidak ingin mengakhiri hubungan kami?
Banyak sekali pertanyaan yang muncul di dalam kepala Aylin setelah bertemu dengan tante Berta. sesaat dia bahkan terlihat seperti merenung.
"Ya ampun Lin, Kamu dari mana saja sih? menghilang terus?" tanya Nora saat Aylin kembali ke meja.
"Maaf Nor, tadi mendadak perutku sakit jadi pergi ke kamar mandi dulu."
"Matikan komputer mu, ini sudah waktunya pulang."
"Semuanya baik-baik saja?" tanya William dan Aylin hanya mampu mengangguk.
"Kalian pergi saja dulu, aku masih harus memeriksa beberapa hal," ucap Aylin.
"Periksa apa lagi? Evaluasimu belum selesai?" tanya Nora.
"Belum."
"Ingin kami temani?" tawar William.
"Tidak perlu Wil, aku malah tidak fokus jika ada kalian," tolak Aylin, tanpa basa basi dan William hanya mampu mengangguk.
Satu per satu karyawan mulai meninggalkan lantai 9 tersebut. Secara perlahan kantor jadi sepi sekali.
Aland yang sudah menunggu di mobil juga tadi bertanya-tanya kenapa Aylin belum turun. Pada akhirnya Aland memutuskan untuk menghubungi sang gadis.
"Kamu dimana? Kenapa belum turun?"
"Aku masih di atas, Pak."
"Apa yang sedang kamu kerjakan?"
"Tidak ada, aku akan turun sekarang."
"Tunggu sebentar, aku akan naik menjemput mu."
Aylin belum sempat mejawab dan Aland sudah lebih dulu memutus sambungan telepon tersebut.
Tidak sampai 10 menit Aland telah naik ke lantai 9, mendatangi Aylin yang masih duduk di kursi kerjanya.
Aland melihat Aylin tidak melakukan pekerjaan apapun, hanya duduk dengan wajah yang nampak murung.
"Apa ada sesuatu yang terjadi? kakimu sakit?" tanya Aland, mendadak cemas tentang kaki.
Dan Aylin yang bingung mau menjawab apa jadi mengangguk, mengiyakan bahwa kakinya sakit, padahal kedua kakinya baik-baik saja.
"Ayo ku gendong," ajak Aland.
"Bapak serius?"
"Kamu tidak mau?"
"Mau," balas Aylin.
Aland lantas menggendong sang gadis di depan, kedua tangan Aylin menggantung di leher Aland dengan membawa tasnya yang berukuran kecil.
Untung saja sudah tidak ada satupun karyawan di perusahaan, Jadi mereka bisa leluasa.
"Berat ya?" tanya Aylin saat mereka sudah berada di dalam lift.
"Tidak, tubuhmu seperti kapas."
Aylin mencebik, dia membenahi posisinya sendiri dan makin memeluk sang dosen.