Semua orang pasti memiliki pernikahan impiannya, begitu pula dengan Kaila Sasmita.
Seorang gadis cantik yang harus merelakan pernikahan impiannya yang sudah di depan mata hancur lebur berganti dengan rasa sakit yang teramat dalam. Pria yang di cintainya selama beberapa tahun belakangan ini nyatanya dengan tega bermain di belakangnya, dan lebih sialnya wanita itu tak lain adalah saudaranya sendiri. Di tengah rasa sakit hatinya, Kaila bertemu dengan seorang Brian Davis yang tiba-tiba saja menawarkan sebuah hubungan karena juga mengalami hal yang serupa.
Ingin hubungan yang normal seperti lainnya, namun apakah semua itu bisa sedangkan hubungan mereka saja berawal dari sebuah sandiwara.
*****
Bisakah hubungan Kaila dan Brian bertahan untuk selamanya? akankah kisah mereka berakhir dengan hubungan yang sebenarnya? Ikuti kisah pernikahan penuh drama dari Kaila dan Brian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ennita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdiskusi
Sudah dua hari ini Kaila mulai memikirkan konsep yang akan di usung untuk kafe yang akan dia rintis, karena Brian mempercayakan semua padanya.
Setelah mendapatkan beberapa ide, Kaila memilih untuk menghubungi Brian guna meminta pendapat pria tersebut.
Satu dua kali panggilan terhubung namun tak terjawab, baru di panggilan ke tiga lah panggilan tersebut tersambung.
"Ya, ada apa?" tanya Brian secara to the poin dari seberang sana.
Pria rupawan itu saat ini tengah duduk di kursi kebesarannya dengan beberapa berkas dan laptop yang menyala di hadapannya.
"Apa kamu sibuk Bri? Aku ganggu ya?" tanya Kaila yang merasa tak enak sendiri mengingat siapa pria yang dia hubungi bukanlah pria yang memiliki pekerjaan tak sedikit.
"Enggak terlalu, kenapa?" jawab Brian di ujung sana. Di memang sedang bekerja tapi tak sesibuk itu hingga tak ada waktu untuk sekedar menjawab panggilan sebuah telpon yang masuk di ponsel pribadinya.
"Aku cuma mau mengajak kamu diskusi tentang kafe, walau bagaimanapun itukan punya kamu." jawab Kaila menyampaikan maksud dan tujuannya menghubungi Brian.
"Nanti sore setelah pulang kantor aku akan mampir ke rumahmu." sahut Brian.
Setelah mendengar jawaban dari Brian, Kaila memilih untuk mengakhiri panggilnya. Mereka belum seakrab itu untuk berbincang lebih banyak lagi ... jadi cukup berbicara seadanya saja.
❤️
Sore ini Kaila yang biasanya memilih untuk membuat mie instan atau telur ceplok memilih untuk memasak, tak ingin berharap tinggi tapi siapa atau aja Brian mau makan malam bersama di rumah sederhananya ini. Tak lupa pula Kaila membuat cemilan untuk menemani mereka berdiskusi.
Tepat pukul enam sore, Brian sampai di kediaman Kaila. Pemuda itu langsung turun dari mobilnya dan mengetuk pintu rumah Kaila.
"Ya sebentar." seru Kaila sambil berjalan ke arah pintu.
Cklek
"Hai." sapa Kaila saat melihat Brian berdiri dengan tegak di hadapannya. "Silahkan masuk." katanya sambil menggeser sedikit posisinya berdiri guna memberi ruang untuk Brian bisa masuk kedalam rumah.
Mata Brian langsung menatap sekeliling ketika baru saja masuk, seolah pemuda itu sedang menelisik setiap sudut ruangan tersebut.
"Silahkan duduk." kata Kaila lagi yang membuat Brian langsung mengentikan kegiatannya dan duduk di salah satu kursi yang ada.
Di ruang tamu yang tak terlihat besar, ada tiga kursi kayu single dan satu kursi kursi kayu pajang yang bisa menampung sekitar tiga sampai empat orang yang semuanya beralaskan busa.
"Aku ambilkan minum dulu Bri." kata Kaila.
"Em, Kai." panggil Brian yang membuat Kaila seketika langsung menghentikan pergerakan kakinya yang baru saja melangkah.
"Iya." sahut Kaila.
"Aku boleh numpang ke kamar mandi gak? Aku pengen bersih-bersih, soalnya lengket banget rasanya." kata Brian mengungkapkan apa yang di rasa.
Memang akhir-akhir ini cuaca sangat begitu panas. Jadi tubuh cepat merasa gerah dan berkeringat.
"Oh tentu saja, ayo aku kasih tau letak kamar mandinya." sahut Kaila.
"Aku ambil pakaian dulu di mobil." kata Brian sambil beranjak dari duduknya. Gak bakal nyaman juga kalau sudah mandi tapi tetap memakai pakaian yang sama, apalagi pakaian yang dia pakai adalah pakaian formal ... pasti bakal berasa gak nyaman.
Dengan sabar Kaila menunggu Brian, sampai akhirnya pria itu kembali masuk kedalam rumah dengan membawa paper bag di tangannya. Di mobil memang selalu ada beberapa pakaian gantinya baik untuk pakaian formal ataupun santai. Untuk berjaga-jaga saja, siapa tau di butuhkan.
Begitu Brian masuk kedalam kamar mandi, Kaila lebih memilih untuk menata hasil masakannya di meja makan.
❤️
"Khem." dehem Brian kala Kaila masih sibuk menata piring di meja hingga tal menyadari kehadirannya.
"Eh, sudah selesai ya?" tanya Kaila untuk sekedar berbasa-basi. "Em, kamu belum makankan Bri? Gimana kalau makan dulu." ajak Kaila.
"Hem, tapi aku taruh ini dulu di mobil." sahut Brian yang di angguki oleh Kaila.
Setelah beberapa menit, kini keduanya tengah duduk sambil menikmati makanan yang tersaji di atas meja.
"Ini semua kamu yang masak Kai?" tanya Brian di sela-sela makannya.
"He'em, memang siapa lagi." jawab Kaila.
"Ya siapa tau aja art atau kamu beli." kata Briana lagi.
"Aku yang hanya seorang asisten chef dengan penghasilan pas-pasan ... ya kali punya art Bri, kamu ini ada-ada saja." sahut Kaila dengan menggelengkan kepalanya.
Gajinya aja hanya cukup untuk hidupnya selama satu bulan, ada sih lebih sedikit tapi ya milih buat di tabunglah ketimbang untuk membayar art ... kan sayang uangnya.
Diam-diam Kaila tersenyum simpul kala melihat Brian yang begitu lahap menyantap masakannya. Ada rasa bahagia serta kepuasan tersendiri ketika apa yang kita buat itu di hargai, di nikmati dan di sukai sama orang lain dan itu pula yang membuat Kaila lebih memilih menjadi seorang asisten chef ketimbang kerja di kantoran.
❤️
"Jadi gimana?" tanya Brian dengan teh hangat di tangannya.
Tak hanya teh hangat, ada juga kue brownies yang Kaila buat untuk menemani mereka.
"Aku rencananya ingin mengusung konsep outdoor dan indoor sih Bri, gimana menurut kamu?" kata Kaila yang mulai mengemukakan idenya.
"Aku setuju sih, bagian depan di buat indoor dan belakang outdoor." sahut Brian. "Tapi gimana gak hanya bikin kafe aja?" tanyanya.
"Maksudnya?" tanya Kaila.
"Kita bikin kafe & resto." jawab Brian. "Masakan kamu enak tuh, sayang kalau gak di kembangin." sambungnya lagi.
"Apa gak terlalu terburu-buru Bri kalau di konsep kafe dan resto? aku takutnya nanti gak berhasil dan malah buat kamu rugi, gimana." kata Kaila. Walau bagaimanapun selama ini dirinya hanya bekerja pada orang, belum pernah merintis usaha sendiri jadi wajar jika ketakutan seperti itu ada dalam benaknya.
"Belum apa-apa sudah pesimis duluan, optimis dong Kai." kata Brian. "Lagian dalam usaha untung dan rugi itu sudah biasa." sambungnya.
"Tapi Bri ..." kata Kaila.
"Sudah tenang aja, aku juga gak akan bangkrut kok kalau misal usaha ini gak berjalan seperti yang kita harapkan." potong Brian.
"Ck, sombong." decak Kaila.
"So ... ?" tanya Brian.
"Oke, aku ikut apa kata kamu." jawab Kaila.
"Good, setelah ini kamu hanya perlu pikirin furniture yang akan di pakai, kamu pilih terus nanti kita beli, aku juga akan menyewa orang buat desain ruko jadi seperti yang kamu inginkan ... tinggal kamu mantengin aja tuh konsepnya." papar Brian. "Untuk masalah karyawan ... gak usah kamu pikirin, nanti biar aku minta sama Samuel untuk nyiapin orang-orang yang kamu butuhin." sambungnya lagi.
Mereka berdiskusi cukup lama, hingga tak terasa hari mulai larut dan Brian memutuskan untuk berpamitan pada Kaila. Gak enak juga di rumah seorang gadis hingga malam, ya walaupun di lingkungan itu orang-orangnya masa bodoh dan tak mau ikut campur urusan orang lain selama tak merugikan mereka.